Jumat, 24 Mei 2013

Aku di Perkosa Adik Iparku



Kontent ini Khusus Dewasa (18+)
Buat Anak di Bawah Umur, dan Buat Orang yg sok Munafik.., di LARANG KERAS MEMBACA.

perkenalkan namaku Namaku Elly. Usiaku kini 23
tahun. Aku sudah menikah dengan Albert yang kini berusia
25 tahun, dan kini aku adalah seorang ibu muda, dengan
seorang anak yang baru berusia 6 bulan yang kami beri
nama Michael. Sejak pacaran dan menikah sampai sekarang
ini, suamiku sering berpergian ke luar negeri untuk urusan
pekerjaan. Aku sendiri adalah wanita yang mendapat karunia
wajah yang cantik, itu menurut teman temanku. Aku
memiliki rambut yang lurus dan panjang sampai sebahu.
Tubuhku sudah kembali ramping dan indah seperti pujian
suamiku, meskipun aku baru melahirkan setengah tahun
yang lalu. Mungkin hal itu karena aku rajin mengikuti senam
aerobik, dan memang aku menjaga pola makan supaya
badanku tak semakin melar, dan aku sedikit banyak bangga
karenanya.
Aku sendiri tidak bekerja di luar, karena suamiku memiliki
penghasilan yang lebih dari cukup. Dan memang suamiku
ingin aku menjadi ibu rumah tangga yang baik saja, dengan
tinggal di rumah untuk merawat anak kami dengan baik.
Kehidupan seks kami juga luar biasa. Suamiku adalah lelaki
perkasa di tempat tidur, dan aku sungguh menikmati
kehidupanku ini. Kini kalau suamiku tak ada di rumah, aku
hanya tinggal dengan anakku, juga pembantu kami yang
kupanggil bi Iyem, satpam kami yang bernama Adrian,
tukang kebun kami yang bernama pak Jono, dan juga sopir
kami yang bernama Sarman. Di usiaku yang sekarang ini,
nafsu seksku tentu sedang tinggi tingginya. Ditinggal oleh
suamiku bekerja seperti ini, kadang aku amat merindukan
bermain cinta dengannya. Demikian sekilas tentang
keadaanku dan keluargaku.
Hari itu hari Sabtu. Siang hari itu, aku menerima telepon dan
aku terkejut dengan berita yang aneh. Aku mendapatkan
hadiah sebuah mobil lewat undian sebuah produk. Dan
seingatku, aku tak pernah mengikuti prosedur undian itu.
Dengan santai aku berkata, “Pak, terserah bapak mau bicara
apa, tapi saya tak akan pernah mentransfer uang apapun
untuk pajak atau yang lain”.
Dan orang itu berkata panjang lebar, “Ibu Elly, kami
memaklumi kalau ibu berhati hati, memang kami tak
menyuruh ibu membayar apapun, karena pajak hadiah
ditanggung oleh kami. Kami akan mengantarkan hadiah itu
langsung ke rumah ibu sekitar satu jam lagi. Gratis bu, tak
dipungut biaya apapun. Ibu boleh mencobanya, kalau
ternyata mobilnya bermasalah kami langsung mengganti
dengan yang baru. Tapi itu tidak akan terjadi bu, karena kami
sudah melakukan More…pemeriksaan terhadap mobil ini”.
Mendengar hal ini, aku hanya bisa mengangkat bahu dan
berkata, “Ya terserah bapak. Maaf, dengan bapak siapa saya
bicara?”.
Dan orang itu menjawab, “Dengan bapak Anto. Ibu bisa
menghubungi kantor kami di nomer *** ****. Aku
mengiyakan saja dan kemudian memutus pembicaraan.
Dalam hati aku merasa aneh, tapi ya kalau gratis, apa
salahnya?
Kulihat sekarang ini adalah jam 1 siang. Aku baru selesai
makan siang, maka aku menyusui dan menidurkan anakku,
supaya nanti ketika aku pergi aku tak begitu kuatir. Dan
memang satu jam kemudian aku mendengar bel rumahku
berbunyi, dan ketika aku keluar, aku melihat sebuah mobil
Kijang Innova keluaran terbaru, dengan cat yang mulus
mengkilap. Di belakangnya berhenti sebuah mobil Kijang
pickup. Mungkin untuk mereka yang mengantar mobilku ini
pulang nanti. Aku agak terkejut juga, berarti mungkin ini
benar. Seseorang turun dari mobil pickup itu, sementara
orang yang sudah berdiri di depan pintu rumah menyapaku.
“Bu Elly? Saya Anto”, kata orang yang bernama Anto itu
sambil mengulurkan tangannya.
Aku menjabat tangannya dengan sedikit perasaan ragu dan
menjawab “Elly”.
Orang itu memang penampilannya rapi. Tapi wajahnya agak
seram. Aku mencoba membuang semua pikiran negatif.
Dan kemudian orang satunya yang berpenampilan biasa
biasa, yang juga berwajah biasa biasa, menjabat tanganku.
“Seto”, katanya.
Aku menjabat tangannya dan menjawab, “Elly”.
Setelah acara kenalan yang menurutku hanya formalitas ini,
kami duduk di teras rumah, dan aku disodori formulir yang
aku baca di bagian awal dan akhir saja, untuk memastikan
aku tak keluar uang apapun untuk mendapatkan hadiah ini.
Lalu Anto menawarkan padaku untuk mencoba mobil itu,
karena nantinya aku harus mengisi formulir untuk
memberikan ‘penilaian’ tentang kondisi mobil itu, sebelum
acara serah terima surat kendaraan dilakukan. Aku setuju
saja, dan aku menerima kunci mobil itu dari Anto. Aku
masuk ke dalam mobil itu, joknya masih terbungkus plastik
semua, baunya khas mobil baru. Dan dengan didampingi
mereka, aku mulai mencoba mobil itu.
Semua baik baik saja, sampai tiba tiba di sebuah gang yang
sepi di dekat rumahku, Anto yang duduk di kursi depan
menarik handbrake. Aku terkejut sekali, sampai lupa
menginjak pedal kopling dan mesin mobil ini mati. Aku
menoleh kepada Anto, tapi belum sempat aku bertanya, dari
belakang aku dibekap, oleh Seto tentunya. Kurasakan bau
yang menyengat, dan tak lama kemudian semuanya gelap…
Perlahan aku mulai sadar. Aku mengeluh perlahan, ketika
aku tak bisa menggerakkan kedua tanganku yang terentang.
Sakit rasanya. Aku mulai mencoba mengerti apa yang terjadi
pada diriku. Ternyata kedua pergelangan tanganku yang
terentang ini, terikat erat pada semacam pilar di ruangan ini.
Sedangkan aku sendiri terbaring di atas matras. Yang
membuatku tercekat, aku sudah tak mengenakan apa apa
lagi selain bra dan celana dalamku. Kakiku memang masih
bebas, tapi apa artinya? Aku kini sudah tak berdaya dengan
tangan yang terpasung seperti ini. Aku memejamkan mata
dan menggigit bibir, tak sanggup membayangkan apa yang
akan terjadi padaku. Aku mulai menyesali kebodohanku tadi,
mengapa bisa terjebak dengan iming iming hadiah itu.
Tiba tiba pintu ruangan ini terbuka, lalu masuk seseorang
yang membuatku ternganga tak percaya pada
pengelihatanku.
“Arman?”, seruku tak percaya.
“Halo Elly… lama tak jumpa… bagaimana kabarnya?”, kata
Arman dengan senyum yang membuat hatiku dingin seperti
disiram air es. Aku takut sekali.
“Arman… apa yang kamu lakukan ini? Ingat Arman, aku ini
kakak iparmu. Tolong lepaskan aku..”, aku mencoba
menyadarkan Arman walaupun aku tahu ini mungkin sekali
merupakan hal yang sia sia.
Aku tahu Arman memang menginginkan aku sejak aku
dikenalkan Albert pada keluarganya. Arman adalah adik
Albert yang kini berusia 24 tahun. Wajahnya memang
cukup tampan. Dan sejak ia mengenalku, ia sudah beberapa
kali mencoba mendekatiku, tapi tentu saja aku tak
memberinya respon. Suatu hari ketika aku berkunjung ke
rumah Albert saat masih tinggal bersama keluarganya,
Arman nekat dan nyaris berhasil memperkosaku. Untung
saja waktu itu kepulangan Albert menyelamatkanku, dan
sejak itu aku tahu aku harus menghindari orang ini. Tapi kini
aku sudah jatuh ke dalam tangannya. Tanpa sadar aku
bergidik ngeri.
Mendengar kata kataku, Arman hanya tertawa. Ia
mendekatiku dan ‘krek…’. Arman merenggut braku hingga
tali talinya putus.
“Aduh…”, aku mengeluh perlahan, sedikit sakit rasanya pada
bagian tubuhku yang tertekan tali braku saat ditarik Arman.
Aku memejamkan mataku erat erat, malu sekali rasanya
payudaraku terlihat oleh laki laki lain selain suamiku.
“Elly… Elly… kamu kira aku segoblok itu sudah bersusah
payah menjebakmu seperti ini dan melepaskan kamu begitu
saja? Hahaha… aku belum gila, Elly”, kata Arman sambil
menyeringai mengerikan saat aku menatapnya dengan
marah bercampur takut.
“Arman, kamu gila… lepaskan aku!!”, aku mulai panik dan
membentaknya.
‘breeet… breeet’… seruanku dijawab Arman dengan
merenggut robek celana dalamku, hingga kini aku sudah
telanjang bulat.
Aku menjerit kecil. Kini aku hanya bisa memandangi Arman
dengan jantung berdebar ketika ia mulai melucuti pakaiannya
sendiri. Sesekali aku mencoba meronta, tapi tak ada hasil
sama sekali karena aku benar benar tak bisa menggerakkan
kedua tanganku yang terentang lebar. Aku tahu, nasib yang
buruk akan segera menimpaku, dan perlahan aku mulai
menangis.
“Lho sayang… kok nangis sih? Tenang saja, sebentar lagi
kamu juga akan keenakan kok”, ejek Arman yang sudah
bersiap di selangkanganku.
Aku semakin ngeri, dengan suara gemetar aku memohon,
“Arman, tolong jangan begini… aku ini kakakmu… kakak
iparmu… masa kamu tega berbuat begini padaku…”.
Arman tertawa sinis dan berkata dengan suara kasar, “Diam
Elly. Kamu telah merendahkanku. Kamu selalu menolakku.
Kamu tak pernah menghargai aku”.
Aku sadar kalau aku memang selalu menjaga jarak
dengannya, karena aku merasa ia berbahaya. Dan kini
memang semuanya terbukti kan?
Dan sambil merenggangkan kedua pahaku lebar lebar,
Arman melanjutkan, “Kamu tak pernah mau aku ajak pergi
makan berdua. Kamu anggap aku tak layak pergi
berdampingan bersamamu. Benar benar perempuan
sombong! Karena itu sekarang rasakan pembalasanku!”.
Berkata begitu, Arman menempelkan kepala penisnya ke
bibir liang vaginaku. Aku makin panik dan berusaha
menggerakkan pinggulku menghindari hunjaman penis
Arman saat Arman mulai memajukan pinggulnya.
Berhasil, penis itu tak sampai melesak masuk menerobos
liang vaginaku.
Tapi rupanya Arman marah dengan perbuatanku, ia
menamparku dengan keras, hingga aku mengaduh dan
menangis kesakitan.
“Jangan coba coba lagi Elly, atau nanti kamu akan kuberikan
pada dua kacungku di depan itu!”, ancam Arman dengan
suara yang mengerikan.
Mendengar hal itu aku langsung melemas dan pasrah, di sela
tangisanku, aku hanya bisa mengumpat getir, “Kamu gila..
Arman”.
Arman hanya tertawa dan aku hanya bisa membiarkan
kepala penis Arman menemukan bibir liang vaginaku, dan
sesaat kemudian aku mengerang kesakitan saat liang
vaginaku tertembus oleh batang penis Arman.
Aku mulai menangis saat Arman memompa liang vaginaku.
Walaupun aku sudah pernah melahirkan, tapi berkat senam
dan ramuan khusus, liang vaginaku kembali menyempit.
Konsekuensinya, kini aku merasa kesakitan karena liang
vaginaku dipompa penis Arman yang cukup besar.
Aku memalingkan mukaku supaya tak melihat wajah Arman
yang kesenangan karena berhasil mendapatkan tubuhku. Ia
meremasi kedua payudaraku dengan gemas, seolah
melampiaskan segala nafsunya yang tak kesampaian untuk
menikmati tubuhku sejak dulu. Sedangkan aku sendiri hanya
bisa terus menggeliat kesakitan.
“Elly… punyamu enaak”, erang Arman dengan tatapan
penuh gairah padaku sambil terus menggenjotku.
Ingin aku menamparnya, tapi kedua tanganku tak bisa
kugerakkan. Aku hanya bisa merelakan liang vaginaku
ditembusi oleh laki laki yang harusnya memperlakukanku
sebagai kakak iparnya. Tapi Arman memang sudah
kesetanan, ia mulai mencumbuiku dengan sangat bernafsu.
Bibirku dilumatnya dengan ganas, sementara kedua
payudaraku diremasnya dengan kuat.
Perlahan aku mulai terangsang karena perbuatan adik iparku
ini, rasa terhina karena diperkosa mulai berganti dengan rasa
nikmat yang melanda selangkanganku dan juga sekujur
tubuhku.
Rupanya vaginaku sudah mampu beradaptasi dengan
ukuran penis Arman yang tadinya terasa begitu
menyesakkan. Aku malu sekali, ingin rasanya aku
menyembunyikan wajahku yang terasa panas ini. Tapi tentu
saja hal itu tak bisa kulakukan, maka aku hanya bisa pasrah
namun mati matian berusaha menahan diri supaya tak
kelihatan menikmati hal ini.
Tapi sayangnya, tubuhku terlalu jujur, perlahan tanpa
mampu kucegah, pinggangku terangkat saat aku menahan
nikmat yang luar biasa. Kurasakan penis Arman melesak
begitu dalam ketika ia menghunjamkan kuat kuat kedalam
liang vaginaku, membuatku menggeliat keenakan seperti
cacing kepanasan.
Arman tertawa sinis dan mulai menghinaku, “Ternyata
kamu menikmati punyaku juga Elly. Makanya kamu jadi
cewek jangan sok suci.. hahaha.. kalau sudah kemasukan
gini, toh kamu keenakan juga..”.
Sambil menghinaku Arman terus memompa liang vaginaku
dengan gencar. Aku sudah tak tahu apa yang harus
kulakukan, karena perlahan tapi pasti aku sedang diantar
menuju orgasme.
“Arman… oohh… sudaah… ampuuun… ennngghh”, aku
mulai mengerang dan melenguh.
“Kenapa El? Enak ya?”, ejek Arman dan malah makin gencar
memompa liang vaginaku.
“Kamu…”, aku tak bisa menjawab, tubuhku menggigil,
selangkanganku serasa akan meledak.
Aku terus mengerang dan melenguh, sampai akhirnya aku
mengejang hebat, kepalaku terlempar ke sana kemari karena
aku menggelepar dihantam badai orgasme ini.
“Oh Elly… kamu cantik sekali kalau seperti ini”, desah Arman
yang tak menunjukkan tanda tanda akan orgasme,
sementara aku sendiri sedang menderita dalam kenikmatan
orgasme yang berkepanjangan ini, dan nikmatnya
selangkanganku yang terus dipompa Arman semakin
menjadi jadi.
Namun rasa ngilu mulai menghampiri liang vaginaku, dan
makin lama rasa itu makin menderaku.
Aku sudah tak kuat lagi, dan berteriak “Armaaan… aaaaah…
hentikaaaan… amppuuuun…”.
Ia benar benar perkasa seperti suamiku, hanya saja suamiku
lebih pengertian, membiarkanku beristirahat kala aku
mengalami orgasme. Sedangkan Arman sama sekali tak
memperdulikan keadaanku, ia hanya mencari
kenikmatannya sendiri.
Aku makin menderita dalam kenikmatan ini, rasanya tulang
tulang di dalam tubuhku terlepas semua dari
sambungannya, sementara tubuhku meliuk liuk dan
menggelepar terhempas badai orgasme yang terus
menerus ini. Entah cairan cintaku sudah membanjir berapa
banyak, aku mulai pening dan tak mampu mengerang lagi.
Dengan kejam Arman terus memompa liang vaginaku,
sampai akhirnya ruangan ini rasanya berputar, semuanya
gelap…
Ketika aku mulai sadar, kurasakan kedua puting susuku
seperti ada yang mengulum dan menyedoti dengan kuat.
Vaginaku masih terasa sedikit sakit, tapi sudah tak terasa
sesak, artinya Arman sudah selesai memompa liang
vaginaku. Becek sekali rasanya liang vaginaku, aku tahu si
brengsek itu pasti mengeluarkan spermanya di dalam sana.
Untungnya aku sedang dalam masa tidak subur, jadi aku tak
perlu takut hamil. Tapi kini aku sadar, ada dua orang
sekaligus yang mengulum puting susuku, yang berarti ada
orang lain selain Arman. Dan aku mulai mengenali mereka
berdua ini, bahkan Arman bukan salah satu dari mereka.
Ternyata Anto dan Seto yang kini sedang menyusu pada
kedua payudaraku.
“Jangaaaan”, aku menjerit ngeri.
Aku tak bisa berbuat apa apa, kedua tanganku yang
terentang ini tak bisa kugerakkan sedikitpun, sementara
mereka berdua dengan santai meneruskan perbuatan
mereka.
“Lepaskan aku… Armaaan kamu bajingaaaan…”, aku
mengumpat dalam keputus asaanku.
Dan kudengar tawa yang membuatku bergidik ngeri.
Kemudian aku melihat Arman masuk, dan memegang
handycam.
Ia merekamku! Merekamku yang sedang pasrah tak berdaya
saat kedua puting susuku disedot oleh kedua kacungnya.
“Biadab kamu Arman… Kamu kan sudah janji..”, aku
langsung terdiam.
Bajingan ini memang tak pernah berjanji apa apa.
“Kenapa Elly? Kok diam? Apa aku salah? Aku memang tak
pernah berjanji kalau kamu tak akan kuberikan pada mereka
bukan? Hahahaha…”, Arman tertawa dengan memuakkan.
Aku hanya bisa menangis. Habislah aku, aku sudah dalam
cengkeraman Arman sepenuhnya. Entah seperti apa nasibku
di hari hari berikutnya. Sementara kedua kacung Arman ini
tertawa senang, dan mereka kembali mencucup kedua
puting susuku dengan bersemangat, tak lupa tentunya
mereka juga meremasi payudaraku.
Beberapa saat kemudian, dengan gaya yang menjijikkan,
mereka membuka mulut mereka yang penuh air susuku ke
arah kamera.
“Wow.. air susu Elly”, kata Arman sambil menyorot mulut
kedua kacungnya.
Kedua orang itu menelan air susuku.
“Bagaimana rasanya Anto? Seto? Enak tidak?”, tanya Arman
penasaran.
“Gurih abis bos, susu amoy gini”, kata Anto.
“Lebih enak dari susu sapi”, sambung Seto.
Kurang ajar sekali mereka ini. Dan Arman kelihatannya
penasaran, lalu ia menaruh handycamnya.
“Aku juga ingin coba”, gumannya.
Ia mendekati payudaraku, dan setelah memberikan beberapa
jilatan yang membuatku mau tak mau merasa terangsang,
tiba tiba ia sudah mencucup puting susuku. Beberapa
sedotan dilakukannya, sementara aku hanya bisa mendesah
keenakan.
“Bos, susunya diremas”, kata Anto.
“Bisa tambah banyak keluarnya”, Seto menyambung.
Maka Arman menyedot puting susuku sambil meremasi
payudaraku. Aku sedikit menggeliat kesakitan. Ia terus
melakukannya sampai puas, sementara aku hanya bisa
menggigil menahan nikmat.
“Susu yang enak, Elly”, kata Arman dengan nada puas.
“Nanti aku minta lagi”, sambungnya sambil kembali
mengambil handycamnya.
“Lanjutkan”, perintah Arman pada Anto dan Seto.
Mereka berdua yang sudah melepaskan semua baju mereka
hingga telanjang bulat selagi menunggu Arman mencicipi
susuku. Mereka tentu saja kembali mengerubutiku dengan
kesenangan.
Handycam itu kembali merekamku. Kini Anto dan Seto
berniat memuaskan diri mereka sendiri, bisa terlihat dari
mereka mengocok penis mereka sendiri untuk makin
menegangkan ereksi penis mereka. Melihat ukuran penis
mereka berdua ini, aku makin ngeri. Baik panjang maupun
diameternya semuanya lebih dari ukuran milik Arman.
Aku berusaha mematikan semua perasaanku. Kini aku
digumuli oleh dua kacung si Arman. Kedua pahaku
dilebarkan oleh Anto. Aku masih terlalu lemas untuk
mencoba menghindar.
Akibatnya, bless… kembali liang vaginaku tertusuk oleh
sebatang penis.
Aku menggigit bibir, menahan segala perasaan malu dan
sakit ini, air mataku terus mengalir. Handycam yang
dipegang Arman terus menyorot ke arah vaginaku yang
sedang dipompa oleh Anto. Mukaku rasanya panas sekali
membayangkan aku sedang membintangi film porno amatir
ini.
Perlahan Arman mengarahkan sorotan handycamnya ke
arah tubuhku bagian atas, dan sempat berhenti agak lama
ketika menyorot kedua payudaraku. Seto sempat meremasi
kedua payudaraku dan semua itu disorot oleh Arman.
Sementara itu tubuhku harus terus menggeliat karena
menerima rangsangan dua orang sekaligus. Liang vaginaku
dipompa dengan gencar oleh Anto sementara kedua
payudaraku diremas dengan gemas oleh Seto. Aku sendiri
antara mendesah keenakan dan merintih kesakitan. Liang
vaginaku masih belum beradaptasi sepenuhnya dengan
ukuran penis Anto, tapi sudah mendatangkan nikmat yang
membuatku serasa melayang.
“Sudah… hentikaaan…”, aku mengerang dan mulai
menggelepar, karena kurasakan liang vaginaku kembali ngilu
dipompa segencar itu.
Anto sendiri kelihatannya sudah akan berejakulasi, tubuhnya
bergetar hebat saat menggenjotku, dan tak lama kemudian
ia mengerang panjang dan meneriakkan namaku,
“Ooouuuhhh… bu Ellyyy…”.
Tubuhnya berkelojotan di atasku, dan kurasakan penisnya
berdenyut keras di dalam sana. Beberapa semprotan lahar
panas kurasakan membasahi liang vaginaku, dan Arman
segera bergerak ke tempat yang bagus untuk menyorotan
handycamnya ke arah vaginaku. Kurasakan Anto mencabut
penisnya perlahan, dan Arman terus menyorot daerah
vaginaku, aku malu sekali. Gejolak yang sempat membuatku
hampir orgasme kini mereda. Tapi gilanya, si Seto langsung
bersiap menggilirku, ia sudah mengarahkan penisnya ke
liang vaginaku. Aku memang tak bisa apa apa, hanya bisa
menggigit bibir saat kurasakan liang vaginaku tertusuk oleh
penisnya Seto. Hanya saja sekarang rasanya tak begitu sakit,
dan setelah beberapa genjotan, Arman menyorot mukaku,
karena si Anto sudah menempelkan penisnya ke mulutku.
“Elly, ayo kulum”, perintah Arman.
Aku hanya bisa menurut, toh aku sudah tak ada gunanya
lagi membantah. Daripada aku mendapat tamparan atau
siksaan lain, aku lebih baik mengikuti kemauan bedebah ini.
Perlahan kubuka mulutku, dan penis Anto yang masih
belepotan sperma dan cairan cintaku, menerjang masuk ke
dalam mulutku. Rasanya amis dan asin, membuatku ingin
muntah. Tapi aku berusaha tak memikirkan rasanya, dan
ingin cepat menyelesaikan tugasku. Aku terus mengulum
penis si Anto ini, kubersihkan cepat cepat dan kutelan semua
sisa spermanya dan cairan cintaku sendiri. Anto yang sudah
tak tahan mengerang panjang dan menarik penisnya dari
mulutku.
Penderitaanku belum selesai.
“Buka mulutmu, Elly”, perintah Arman sambil menyorotkan
handycamnya ke mulutku.
“Perlahan!”, perintahnya lagi.
Aku mulai membuka mulutku perlahan, dan Arman terus
menyorot mulutku.
“Bagus”, katanya dengan puas.
Aku malu sekali, pasti aku terlihat layaknya seorang wanita
nakal dalam handycam itu. Tak lama kemudian tubuhku
terguncang guncang, rupanya Seto mulai menikmati liang
vaginaku. Dengan bersemangat ia menggenjot liang
vaginaku, sementara aku tak tahu bagaimana sekarang raut
wajahku saat menahan malu dan nikmat dan disorot oleh
handycam milik Arman. Panas sekali wajahku rasanya,
untungya Arman kemudian ganti menyorot tubuhku bagian
bawah. Kini aku tinggal memusatkan perhatianku pada si
Seto.
Diam diam aku melakukan gerakan kegel, sejenis gerakan
menahan buang air kecil, sambil pura pura merintih
keenakan, supaya Seto cepat ejakulasi dan semua ini segera
berakhir. Sesuai harapanku, tak lama kemudian Seto yang
terangsang habis habisan, melolong lolong dan meneriakkan
namaku.
“Aaaaarrrrghh… Bu Ellyyyyy…”, jeritnya dan kemudian ia
menarik penisnya, tentu saja setelah di dalam sana liang
vaginaku dibasahi lahar panasnya.
Arman dengan giat terus menyorot liang vaginaku yang
tentunya tak mampu menampung sperma kedua
pemerkosaku ini. Jari tangannya ditusukkan ke liang
vaginaku mengorek sisa sperma Anto dan Seto. Seto sendiri
segera beranjak ke arah wajahku, aku tahu ia hendak
menagih jatah servis oral dariku.
Seperti tadi, Arman yang buru buru mengarahkan
handycamnya ke wajahku memberikan instruksi instruksi
padaku hingga membuatku kembali terlihat seperti pelacur.
Tapi aku hanya bisa menurutinya, walaupun dengan hati
pedih.
Setelah semua selesai, Arman mematikan handycamnya.
“Arman, sudah, lepaskan aku… please”, aku memohon.
Tapi Arman tak menjawab, malah ia dengan bernafsu
melihat ke arah payudaraku.
Aku langsung tersadar dan teringat keinginan Arman tadi,
yaitu ingin merasakan air susuku lagi.
Dan memang benar, Arman segera melumat puting susuku,
ia menyedot susuku sepuas puasnya. Aku mendesah
keenakan, memang rasanya nikmat sekaligus amat
merangsangku. Aku menggigit bibir, apalagi Anto ikutan
melakukan hal yang sama pada puting susuku yang sebelah.
Kini dua orang dewasa menyusu pada kedua payudaraku
seperti bayi, dan aku hanya bisa memejamkan mata
berharap mereka segera selesai.
Aku melamunkan suamiku… maafkan aku Albert… aku
bahkan sempat orgasme ketika diperkosa adikmu…
Tak terasa sampai si Seto juga sudah puas menyusu, dan
akhirnya ikatanku dilepaskan. Lega rasanya, walaupun terasa
sakit pada bekas ikatan di kedua pergelangan tanganku. Aku
duduk dan mengurut kedua pergelangan tanganku, dan aku
memandang Arman dengan benci sekaligus takut, karena
dengan rekaman handycam itu, ia pasti akan
menggunakannya untuk mengancamku agar menurutinya
kelak kalau ia menginginkan tubuhku lagi. Ia tersenyum
dengan penuh kemenangan ketika bersama dua kacungnya
melihat hasil rekaman film porno tadi.
Aku malu sekali, dan aku mencari cari pakaian luarku yang
ternyata berserakan tak jauh dari tempat aku digangbang
tadi.
“Sudah puas kalian?”, bentakku dengan jengkel dan
menahan tangis.
Aku memakai pakaianku tanpa bra dan celana dalam.
Keduanya memang sudah tak bisa aku pakai karena tadi
direnggut paksa dari tubuhku hingga robek. Mereka tertawa
tawa dan beberapa saat lamanya mereka menonton
rekaman pemerkosaan terhadap diriku, kemudian Arman
mematikan handycamnya. Ia menghampiriku dan tiba tiba
melumat bibirku.
Aku menarik wajahku ke belakang untuk melepaskan diri
dari ciumannya, lalu aku menamparnya, keras sekali.
“Bajingan kamu Arman! Kamu tega sekali melakukan ini
semua… sekarang antarkan aku pulang!”, kataku lirih, sambil
menangis.
Arman mengelus pipinya yang baru kutampar keras itu dan
memandangku dengan aneh. Aku bergidik ditatap oleh
Arman seperti itu. Lalu Arman melangkah ke arah luar diikuti
oleh kedua kacungnya. Aku mengikuti mereka, dan dengan
tegang aku masuk ke dalam mobil Kijang Innova pembawa
petaka itu. Aku duduk di kursi penumpang depan, Arman
yang menyetir, sementara Anto dan Seto duduk di belakang.
Dalam perjalanan, kami semua diam, sedangkan aku sendiri
dalam ketegangan yang luar biasa, karena aku berada
semobil dengan para pemerkosaku. Tapi untungnya mereka
tak melecehkanku lebih lanjut, dan mobil sialan ini mengarah
ke rumahku.
Ketika aku turun dari mobil, aku mendengar Arman berkata,
“Elly, sampai ketemu lagi, kapan kapan kita main main lagi
ya”.
Dengan muak aku membanting pintu mobil, dan aku segera
masuk ke dalam rumah sambil menahan tangis.
Aku segera melihat anakku. Agak lega melihatnya masih
tertidur pulas.
Aku segera mandi dan keramas, membersihkan tubuhku
yang sudah ternoda oleh adik iparku yang bejat itu, yang
tega menyerahkanku pada dua kacungnya. Aku memang
rindu bermain cinta, tapi itu adalah dengan suamiku sendiri,
bukan dengan Arman, bukan dengan mereka ini. Apalagi
diperkosa seperti tadi, sakit sekali hatiku rasanya. Tanpa
sadar aku kembali menangis.
Aku tahu hari ini adalah hari pertama aku mengalami
penghinaan seperti ini, dan ini bukan hari terakhir.
Terbukti dua hari kemudian, aku mendapat kiriman DVD dari
Arman, yang berisi rekaman pemerkosaan terhadap diriku
oleh dua kacungnya itu, dengan sebuah surat bertuliskan
“Elly, lain kali kita bermain tanpa ikatan pada kedua
tanganmu… kamu pasti akan lebih menikmatinya”.
E N D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar