Jumat, 24 Mei 2013

Perkosaan : Bandot Tengik


Krisis moneter rupanya telahmeluluh lantakkan ekonomi bangsa.
Semua orang tahu hal itu. Tetapi yang paling menderita adalah
rakyat kecil. Hal ini juga menimpa keluargaku. Sebelum krismon,
suamiku adalah seorang pengawas bangunanpada suatu
perusahaan kontraktor. Tetapi begitu badai krismon mengamuk,
robohlah seluruh bangunan ekonomi rumah tanggaku. Kenapa?
Karena kontraktor terbelit dengan hutang yang menggunung.
Bank relasinya ambruk terkena likuiditas. Akibatnya kami
sekeluarga harus pulang, meninggalkan rumah kontrakan
perusahaan. Pulang ke desa,itulah keputusan yang tidak dapat
dihindari. Anak-anak terpaksa berhenti sekolah. Untuk makan
sehari-hari, suami terpaksa jadi tukang batu untuk pembangunan
kecil-kecilan, suatu pekerjaan yang kurang pas bagi seorang
lulusan politeknik jurusan teknik sipil. Tapi semuanya tidak penting
kecuali satu; bagaimana perut orang serumah tetap terisi setiap
hari.
Sehingga ketika Pak Sumardi,"orang sukses" di Jakarta pulang ke
desa kami, dan menawarkan kepadaku untukdikirim sebagai TKW,
suamiku menyetujuinya. Namun aku pribadi sebenarnya agak
berat meninggalkan suami dan dua anakku yang masih kecil-kecil.
Satu di SD kelas satu dan kakaknya SD kelas dua. Tapi kerja apalah
yang dapat diperoleh seorang jebolan akademi sekretaris dan
manajemen semester ketiga seperti aku. Pernah memang, suatu
hari, seorangmenawariku bekerja di panti pijat dengan gaji pokok
pertama Rp. 600.000 per bulan (30 hari kerja per bulan), belum
terhitung bonus dari perusahaan dan tips dari tamu. Barangkali
postur tubuhku yang semampai, wajah yang cukupcantik
(suamiku juga cakep loh) dianggap cukup dapat menarik para
hidung belang. Kulitku yang putih, membungkus otot-otot tubuh
yang sintal dan gempal berisi, diyakini dapat menggaet langganan
panti pijat lebih banyak. Belum lagi buah dadaku; berbentuk
kerucut dengan konsistensi yang masih kencang (di saat aku
bersanggama buah dadaini selalu menjadi mainan suami), tentu
akan menyenangkan kalau giliran
si pemijat yang justru ganti dipijati oleh tamunya.
Tentu yang dipijat bukan hanya kaki dan tangan, tetapi buah dada,
vulva, danyang lain-lainnya. Diajak gulat di atas tempat tidur? Pasti
aku akan reaktif dan agresif berkat senam aerobik yang kulakukan
setiap pagi sewaktu masih tinggal di rumah kontrakan. Sudahlah,
semua orang tahu sendiri kelanjutan lakon ini. Belum cukup dapat
menggambarkan profilku? Lihat saja artis Meriam Bellina (maaf
kalau aku jadikan bandingan), itu artis yang tiap malam minum
kapsul yang bikin suaminya terangsang secara "luar biasa". Kalau
diprosentasi profil aku kira-kira 80% miripartis yang tetap sintal
dan cantik itu. Cuma kalau soal buah dada, aku yakin masih
montok punyaku. Namun semua orang pasti tahu, menjadi
tukang pijat di malamhari dari jam 18:00 sampai 24:00 pada
hakikatnya adalah menjadi pelacur terselubung. Tulisan ini
tidakbermaksud untuk menakut-nakuti atau menghalangi mereka
yang ingin menjadi TKW di luar negeri. Tidak sama sekali. Aku
sekedar ingin menceriterakan pengalamanku, yang semoga tidak
akan pernah dialami oleh orang lain, kecuali aku. Biarlah hal itu
menjadi catatan kenangan hidupku sendiri. Baiklah kumulai saja.
Pengalaman menjadi TKW,"dipaksa melayani bandot tengik".
Setelah dua minggu aku berada di rumah Pakde Mardi, akhirnya
semua urusan selesai. Hari Sabtu jam 18:30 aku akan
diberangkatkan ke Philipina sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW).
Aku tidak tahubagaimana liku-liku pengurusan visa, ijin kerja dan
"tetek-bengek" lain yang kabarnya ruwet tersebut. Yang aku tahu,
akumemberi Pakde Mardi uang sebanyak Rp 300.000, katanya
untuk membayar biaya paspor dan lain-lainnya. Biaya pesawat,
pemondokan dan sebagainyaakan dibayar dulu oleh pihakPT
pengerah jasa tenaga kerja dan akan aku bayar secara mencicil
dari potongangaji kelak setelah mulai kerja. Pakde Mardi
mengatakan bahwa hari Sabtu aku akan berangkat dari rumah
pada pagi jam 10:00, karena Pakde mau mengantarkanku putar-
putar dulu keliling Jakarta. Setelah
berpamitan dengan seisi rumah, Bude Mardi, anaknya,dan lain-
lainya. Aku berangkat dengan mobil yangdisetir sendiri oleh
Pakde. Aku duduk di samping Pakde di depan. Dari rumah
rupanyaaku tidak terus dibawa ke Bandara Sukarno-Hatta (apalagi
waktu berangkat pesawatnya masih 8 jam lagi).
Aku diajak turun waktu mobil diberhentikan di halaman parkir Mall
Mangga Dua.
"Min, ayo turun dulu, Pakde mau belikan kamu sedikit bekal."
"Ah, sudah Pakde, tidak usah repot-repot, Pakde saja silakan, aku
nunggu di mobil saja."
Tetapi Pakde dengan isyarattangan yang siap menuntun berkata,
"Ayo, manut aku, jangan menolak." Terpaksa aku ikut turun.
Selama di pasar aku digandeng diajak berputar-putar mengitari
hampir seluruh bangunan pasar. Mula-mula aku diajak ke los
penjual bahan pakaianjadi, di situ aku dibelikan rokwarna merah
yang bagus, harganya sekitar Rp 250 ribu, suatu harga yang bagi
aku sebagai orang yang sedang prihatin, sangat mahal. Kecuali itu
aku juga dibelikan arloji wanita, seharga Rp 200 ribu. Tentunya
aku menolak waktubarang-barang dibeli itu akan diperuntukkan
untukku,tetapi rasanya aku tidak berdaya, apalagi barang tersebut
setelah dimasukkantas, aku juga yang harus membawa. Dan
terakhir, aku diajak makan direstoran yang cukup mewah dengan
aneka macam hidangan baik makanan Indonesia maupun
internasional (masakan China, Korea dan sebagainya).
Pembaca tahu apa yang aku makan; nasi soto ayam, itu saja.
Habis, bagaimana aku dapat makan hidangan yang lebih dari itu.
Bukan soal bahwa nantinya Pakde yang akan membayar, tetapi
karena rasa sependeritaan dengan suami dan anak-anak aku yang
tiap hari hanya makan nasi dengan garam saja. Ora kolu ,
istilahnya dalam bahasa Jawa (rasa tidak mampu menelan). Kira-
kira jam satu siang, aku keluar dari mall. Kembali Pakde menyetir,
dan aku duduk di sampingnya. Baru kurang lebih setengah jam
mobil berjalan, Pakde berkata,
"Min, kowe ninggali aku, yoo..?"
aku terkejut.
"Ninggali menopo Pakde..?" (memberi tinggalan apa).
"Ya, ini kalau kamu mau ya.. Min, Pakde ingin menidurimu."
"Blaarr.." rasanya sebuah petir keras sekali menyambar kepalaku.
Benarkah yang tadi aku dengar? Sambil berdebar, aku
memberanikan diri untuk bertanya,
"Maksud Pakde bagaimana?"
"Yaa itu tadi, aku ingin menidurimu, sebentar saja."
(Mooddiaar.. awak mami, teriak batinku. Tidak salah yang aku
dengar tadi). Dunia sekitar rasanya jadi gelap. Sungguh, siapa akan
menyangka bahwa Pakde yang tadinya kukenal sebagai orangtua,
yang dua bulan lalu datang ke desaku mengajakku berangkat
sebagai TKW ini adalah"BANDOT TENGIK" yang akanmencicipi
tubuhku. Siapa akanmenduga bahwa orangtua yang di depan
isteri dan anaknya terkesan alim ini adalah "HIDUNG BELANG"
yang bernafsu binatang. Siapa yang akan curiga bahwa
"BAJINGAN BUSUK" ini akan membeli tubuhku dengan hadiah
yang dibeli di Mall Mangga Dua tadi.
Rasanya aku ingin berteriak keras-keras biar semua orang di jalan
itu mendengar.Tapi tidak bisa. Suaraku tidak keluar. Sebaliknya aku
cuma menunduk, menangis"nggu-guk" (tersedu-sedu) dengan
rintihan lirih, dan air mata yang mulai mengucur deras. Aku tidak
tahu dimanapikiranku dan bagaimana harus menjawabnya,
sampai ketika Pakde menyapaku,
"Gimana Min, mau ya Min, sebentar saja.. nggak apa-apa, tidak
sakit kok..?"
Huwaah, maling edan tenan, teriak hatiku. Bukan masalah tidak
sakit, tapi ini kan tubuhmanusia, bukan manekin atauboneka,
kurang ajar benar"Bandot" ini, pikirku. Aku jadibingung, mau
menjawab iya, jelas aku akan dipompa, digenjot dan dienjot-enjot
seperti mainan enjot-enjotanatau ditunggangi seperti kuda balap
yang dikendalikan oleh joki"Bajingan Tengik" ini.
Denganberpegangan buah dadaku, pasti dia akan
memperlakukanku seperti kuda balap yang membawanya ke
surga kenikmatan, sementara aku terhantar ke neraka laknat. Dia
pasti akan menciumi seluruh tubuhku, menjilati pahaku yang
putih, dan mengecupi serta meremas-remas buah dadaku yang
masih kencang. Dia juga akanmendekap, melahap, mengguling-
gulingkan
tubuhku, juga mengocok dan memompa kemaluanku
sampailudes, habis-habisan, menyentorkan air mani sebanyak-
banyaknya ke liang kemaluanku seperti tukang bensin mengisikan
bensin ke tangki mobil.
Tetapi.. kalau aku menolak.. kalau aku tidak mau.. bagaimana
nasibku. Ibaratnya, aku ini, dari ujungkaki sampai ke ubun-ubun
sudah berada ditangan"Bandot" ini. Atau ibarat orang berada di
tepi jurang dengan tebing tinggi; aku tinggal pilih, di dorong, jatuh
dan mati karena terhempas di dasar jurang, atau kupegang tangan
"Bandot" ini untuk minta diselamatkan. Sungguh suatu pilihan
yang rumit. Kalau aku menolak bagaimana kalau dia meminta
kembali biaya pembelian tiketdan lain-lain yang telah
dikeluarkannya. Bagaimana kalau aku tidak (dan pasti tidak
mungkin) mampu membayar semua itu, lalu akudijual ke seorang
konglomerat hidung belang yang sanggup membeli tubuh dan
berikut kemaluanku berapa saja harganya. Aku tambah bingung
dan tercenung. "Mau ya Min, tokh.. hanya sebentar saja." Aku
tidak menjawab kecuali tangisku yang tambah"ngguguk", disertai
keluarnya air mata yang tambah deras. Tetapi "Badot"ini
menangkap ke-"diaman"-ku ini sebagai peng-"iya"-an. Bukankah
diam tanda setuju. Ini aku ketahui karena mobil mulai berjalan
pelan sedikit menepimencari sesuatu. Sesuatu itu adalah Hotel.
Benar juga. Mobil berhenti di depan suatuhotel yang tidak terlalu
besar.
"Bandot" itu keluar dulu menuju ke meja resepsionis, dan
membayar biaya kamar. Aku merasa seperti seorang pesakitan
yang akan dihukum mati karena telah melakukan kejahatan luar
biasa. Aku turun dari mobil. Dengan digandeng, aku menuju
kamar hotel yang telah dipesan "Bandot Tengik" ini. Siang itu
suasana hotel terlihat sepi, tidak terlihat lalu lalangnya tamu.
Sampai di depan kamar Pak "Bandot" segera membuka kamar.
Tetapi aku tidak segera menyusul. Aku terhenti di depan kamar.
Kakiku terasa kaku, badan dingin semua. Jantung berdebar,
sementara nafas rasanya mau berhenti. Sungguh aku jadi sangat
takut sekali. Serasa mau
dimasukkan kamar dengan kursi listrik untuk menghukum
penjahat kaliber kakap. Tanpa terasa, kencingku mulai keluar
membasahi kaki. Melihat aku tidak juga masuk kamar,"Bandot" itu
keluar, memegang lenganku dan menariknya masuk ke
kamar.Kini aku berada dibelakang pintu, namun tetap saja tangan
dan kakiku kaku, seperti orang kedinginan sehabis kehujanan di
jalan. Kemudian terdengar bunyi"klik", "Bandot" itu mengunci
kamar. Tapi suara itu di telinga terdengar seperti suara pistol yang
dikokang untuk siap ditembakkan.
Aku masih berdiri mematung di belakang pintu, sementaraPakde
Mardi alias "Bandot" Tengik" itu mulai melepaskanpakaiannya satu
demi satu. Kini dia sudah telanjang bulatdi depanku. Dengan sudut
mataku, kuamati sekujur tubuhnya. Perawakan agak pendek,
dengan kepala sedikit botak dan rambut keriting tebal,
mengingatkan wajah Pak Hikam, Menteri Ristek (maaf ini hanya
sekedar perbandingan fisik saja, tanpa maksud apa-apa), namun
dengan kesan wajah yang lebih tua. Umur "Bandot" Tengik" ini
kutaksir sudah lebih dari 53 tahun. Dadanya ditutupi rambut lebat,
mulai bawah leher, dada terus sampai di atas pangkal
kemaluannya. Konon kata orang, digumuli dengan orang dengan
rambutdi tubuh begini akan memberirasa geli bercampur nikmat.
Namun karena yang ada di hadapanku ini adalah seorang
pemerkosa, aku merasa akan diperkosa oleh monyet besar atau
gorilla. Kemaluannya yang akan segera dihujamkan ke liang
kemaluanku panjangnya biasa saja, tetapi bentuknya besar
dengan warna hitam kemerahan. Apa batang kemaluan sebesar
alu (penumbuk padi) ini tidak akan mengkoyak-koyak
liangkemaluanku? Mudah-mudahan tidak. Kepala bayi saja bisa
lewat apalagi kemaluan laki-laki, begitu pikirku.
Kini "Bandot Tengik" ini mulaimenciumi, melumat bibirku. Kasar
sekali. Satu persatu pakaianku dilepaskan. Entah kenapa aku tetap
pasif diam dan menurut saja. Sekarang dalam keadaan bugil aku
berada dipelukan "Bandot Tua" itu. Sambil mendesakkan bibirnya
ke bibirku, badannya mendorong tubuhku ke belakang mepet ke
tembok, sehingga tekanan bibir dan badannya terasa kuat
sekali.Lalu batang kemaluannya mulai menggelitik
kemaluanku.Pangkal kemaluan itu ditekan-tekankan, ada reaksi dari
kemaluanku. Bungkem rapat-rapat. Seperti mulutku yang tetap
rapat meskipun bibir "BandotTengik" menekan sambil diputar-
putar di atas bibirku.Saat gelegak nafsu "Bandot Tengik" ini mulai
meningkat, bibirku digigit dengan gemasnya. "Aduh Pak, sakit..
aduh.. jangan Pak!" Ciumannya kini menuju ke bawah, leher,
daerah
belakang telinga, terus ke bawah, di antara buah dada. Tiba-tiba
ciumannya dilepaskan. Dia menyempatkan mengamati buah
dadaku. "Susumu hebat, Min," (Buah dadaku memang indah,
besar, kenyaldan berbentuk kerucut. Di sekitar puting susu yang
coklat kehitaman terlihat semburat urat darah kebiruan muda yang
seolah terukir di atas "bola" porselin yang putih. Kata suamiku,
setiap kali melihat buah dadaku, batang kemaluannya langsung
ereksi. Batang kemaluan itu baru mau "tidur" kembali setelah
isinya dimuntahkan ke lubang kemaluanku, melewati
persetubuhan yang panjang, mengasyikkan dan penuh nikmat).
Kini, bibir "Bandot Tengik" inidibenamkan di antara kedua buah
dadaku. Mencium ke kiridan ke kanan bergantian. Lalu pentil buah
dadaku mulaidihisap-hisap. Mulutnya lebihmasuk lagi, sepertinya
buah dadaku mau ditelan saja."Hii.. hh, hii.." gumamnya sambil
menggigit buah dadaku dengan geramnya, rupanya gemas sekali
dia merasakan ranumnya buah kebaggaan suamiku
tersebut."Hiyung.. aduuh.. Pak.. sakit, sakit sekali.. Pak.. sudah..
Pak.." aku hanya bisa mengaduh lirih. Kini serangannya merembet
ke bawah. Perut atas, pusar, diciumi, digigit-gigit dengan
rakusnya. Terus.. terus ke bawah lagi.. sampai di bukit
kemaluanku. "Bandot Tua" inirupanya sangat terangsang melihat
kemaluanku yang metutuk (mencembung) ke depan seperti roti
kokis dengan rambut di sekitar klitoris yang rimbun. Sebab setelah
dijilati sebentar, bibirkemaluanku sempat digigit dengan gemas.
"Aduh..!" aku tersentak karena sakit.
Lalu pahaku dipeluk satu persatu, dicium, digigit. Kalauaku
mengaduh, baru gigitan itu dilepaskan. Bangsat! Rakus benar,
setan laknat ini. Demikian umpatku dalam hati. Setelah forepplay
ini dianggap cukup, badanku ditarik dan direbahkan dengan paksa
ke atas kasur.Dengan kakiku yang terjulur ke bawah, dia
menunggangiku. Persis seperti joki kuda balap yang siap memacu
kuda balapnya (lihat tulisanku bagian pertama). Batang
kemaluannya siap dimasukkan ke lubang kemaluanku. Tetapi bibir
lubang kemaluanku rupanya mengkerut (berkontraksi) menutup
rapat. Ini akibat sikapku yang me-"reject" (menolak) batang
kemaluan asing itu, sehingga timbul Vaginismus . ( Vaginismus
adalah lubang kemaluan yangmengalami spasmus , yaitu merapat
kuat menutup lubangnya sehingga tidak bisa dimasuki batang
kemaluan). Gagal, tetapi tidakputus asa. Kini dia menciumiku lagi,
kasar dan penuh nafsu. Buah dadaku dipegang dengan kedua
telapak tangannya, diperas kuat-kuat, digigit mulai pangkal puting
dadaku terus sampai setengah buah dada masuk ke mulutnya.
"Uhh.. uhh.." suara kegemasan Pak Mardi.
Rupanya nafsu syahwatnya sudah sampai ke ubun-
ubun,sementara batang kemaluannya masih parkir di luar lubang
kemaluanku."Aduhh.. aduh.. Pak.. sakit sekali Pak!" teriakku lirih
penuh iba. Tetapi akibat kesakitanku itu "kontrol" sarafku ke lubang
kemaluan lepas. Lubang kemaluanku sedikit menganga, dan
cairannya mulai menetes keluar. Merasa batang kemaluannya
terbasahi cairan lubang kemaluanku,"Bandot" ini terlihat lega.
Batang kemaluannya coba dimasukkan lagi secara paksa ke lubang
kemaluanku."Bluss.." masuk seluruhnya meskipun aku jadi
kesakitan karena bibir lubang kemaluanluar dan dalamnya terlipat-
lipat dan terseret ke dalam akibat desakan batang kemaluan. Kini
"Bandot" itu seperti menemukan kunci, kunci untuk membuka
lubang kemaluanku yang "metutuk", yaitu dengan menyakiti.
Karena itu diulangi kekurang-ajarannya denganmenggigit buah
dadaku, kiri dan kanan bergantian. Sakit..sekali. Meskipun tidak
sampaiberdarah, akibat gigitannya terasa perih karena menyisakan
jelas (bekas, pingget)di kulitku. Sekarang dia mulai menikmati
lubang kemaluanku. Pantatnya mulai dinaik-turunkan dengan
kuatnya terutama pada saat diturunkan, seolah batang
kemaluannya mau membobol lubang kemaluanku. Dug.. dug..
dug.. Setiap menghentakkan kemaluannya, tangannya meremas
buah dadaku sekeras-kerasnya. "Nurut saja Min, biar sama-sama
enak, ya.. toh.." Buiihh, anjing tua keparat, gumamkudalam hati.
Ya, aku heran
kenapa aku merasa tidak punya kekuatan apa-apa. Lemah, lunglai,
mungkin karena mengalami syok mental. (Padahal dengan
suamiku kalau bersetubuh sambil bergulat begini, aku biasa di
posisi atas, dan"lumpang"-ku yang justru menjojoh "alu"-nya
suamiku. Setiap kali lubang kemaluanku menjojoh, Mas-ku
menggelinjang kenikmatan).
Ibarat air yang dimasak, suhunya kini sudah delapan puluh
derajat. Ini terlihat darinafas "Bandot" yang mulai terengah-engah.
Dan keringat dari dadanya mulai menetes. Sementara akibat
tonjokkan itu, aku sedikit saja menikmatinya, meskipunkenikmatan
yang hanya 10% itu terkubur oleh 90% rasa sakit yang kurasakan.
Ibaratorang naik motor, kini sudah masuk ke perseneling tiga,
sebab makin lama makin cepat gerakan menggenjot-genjot
tubuhku. Kulihat mata"Bandot" ini mulai dipejam-melekkan
menikmati lubang kemaluanku yang mulai kuat menggigit,
merasakan kenikmatan memijat buah dadaku yang indah, putih
dan montok. Kadang saja"Bandot" ini terlihat kelelahan, " pause "
sebentar dengan merebahkan dadanyake dadaku, sedang
wajahnya"disembunyikan" di samping leherku. Kalau sedang
begini,aku hanya dapat berdoa, semoga "Bandot" ini mati
mendadak terkena serangan jantung, meskipun urusan dengan
polisi nantinya akan sangat ruwet. Ehh.. bangun lagi. Malah
tambah segar, tentu, setelah lebih kurang satu jam aku disiksa
dalam alam surganya "Bandot" ini. Permainan agaknya akan
diakhiri, tetapi tiba-tiba"Plak.. plak.. plak.." pipiku kanan dan kiri
ditamparnya kuat beberapa kali. Ini merupakan "kunci" untuk
memaksa aku membuka lubang kemaluan.
"Aduh Pak.. sakit sekali.. Pak,aku sudah tidak kuat lagi Pak..
dibunuh saja aku Pak!" Tapi tentu saja suara itu takakan terdengar,
karena tertutup deru nafsu syahwatnya yang mulai mencapai
kecepatan 90 km per jam itu. Gojlokan batang kemaluannya ke
lubang kemaluanku makin keras dancepat, dan aku menggelinjang
kesakitan, menggolek-golekkan kepalaku, meronta-ronta mau
melepaskan tikaman batang kemaluan "Bandot" ini, tetapi tentu tak
akan
bisa. Bahkan rambutku yang tersibak ke kiri dan ke kanan di depan
wajahku menjadi daya tarik tersendiri(seperti iklan shampoo di TV
itu). Rambutku dipegangnya, disapukan ke wajahku, lalu ditaruh di
depan wajahku lagi. Setelah itu rambut disibakkan ke pipiku. Dan
hidung, bibir, pipiku diciumnya kuat-kuat, sambil sekali-kali digigit.
Dan sementara itu penggejotan lubang kemaluanku jalan terus.
Wah.. pokoknya, ini cara orang barbar menyetubuhi
pasangannya. Menyetubuhi sambil menyiksa.
Kini badanku makin bertambah lemas, ingatanku mulai sayup-
sayup. Tetapi suhu syahwat "Bandot" ini tambah tinggi, dengan
kecepatan diatas 100 km."Duk.. duk.. duk.." batang kemaluannya
makin mengembang dan tetesan keringatnya makin deras,
nafasnya makin tersengal, sementara aku meronta-ronta ingin
melepaskan diri. Tetapi kekuatanku makin lemah dan akhirnya tak
sadarkan diri. Dan tiba-tiba.."Achh.." Bandot ini mencapai klimaks.
Kakinya mengejang lurus, tangannya memeluk leherku sambil
menggigit pipiku. Air maninya muncrat dari batang kemaluannya,
ditumpahkan ke lubang kemaluanku. Dan tubuhnya lemas jatuh
menimpa badanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar