tag:blogger.com,1999:blog-89609707018883528472024-03-14T02:55:31.060-07:00KisahSurgaBuat 17th++.
Sex bukanlah hal yang buruk asal jangan berbuat kriminal. Cerita di blog ini ada kumpulan Cerita yang saya rangkum di dunia maya, jika ada pengarang yang sebenarnya belum saya cantumkan harap diingatkan dan gambar/foto yang di pakai hanya ilustrasi semata bukan yang sebenarnya, harap jangan ada yng mencoba menjadi pahlawan kesiangan.
Bagi yang suka silahkan di baca bagi yang tidak suka jangan menghina. Belajar dewasa adalah manusia NORMAL..HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.comBlogger74125tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-84049922423517195832015-07-30T02:42:00.001-07:002015-07-30T02:42:57.877-07:00Nightmare Campus 4: My Beloved Lecturer<br /><div>
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnC4qPLiEhT6ft9ykMyLXEGrwe42VtLz0bk4cqf4PU7W6sl7VhkplVMj9RizLfq-kBgblB8z2XSSzEdn653QvO8YgiXsw2siX4Aqk6A1Lo-uLXGPpap7AA8-r6bvoY746qM4FYXc6kDJM/s1600/raina.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnC4qPLiEhT6ft9ykMyLXEGrwe42VtLz0bk4cqf4PU7W6sl7VhkplVMj9RizLfq-kBgblB8z2XSSzEdn653QvO8YgiXsw2siX4Aqk6A1Lo-uLXGPpap7AA8-r6bvoY746qM4FYXc6kDJM/s320/raina.jpg" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Rania</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<span style="background-color: white; color: #999999; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 10.9440002441406px; line-height: 17.5104007720947px;">2 Juli 2007 oleh </span><a href="https://kisabb2.wordpress.com/author/shusaku/" style="background-color: white; color: #265e15; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 10.9440002441406px; line-height: 17.5104007720947px; margin: 0px; padding: 0px; text-decoration: none;" title="Pos-pos oleh shusaku">shusaku</a></div>
<div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Ok, kalau tidak ada pertanyaan lagi kuliah hari ini sekian dulu, jangan lupa minggu depan kita kuis” demikian Rania mengakhiri mata kuliah Teori Ekonomi Mikro hari itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Rania adalah seorang dosen muda di fakultas ekonomi itu, usianya 26 tahun, berparas cantik dengan rambut sebahu direbonding dan bertubuh indah dengan tinggi 170cm, berat 54 kg, juga kulit putih mulus plus payudara 34B. Kadang orang sering sulit membedakan mana yang mahasiswi mana yang dosen kalau dia berada diantara mahasiswanya dengan pakaian modis. Kebagian mata kuliah yang diajarkannya merupakan suatu berkah bagi para mahasiswa, karena selain ngajarnya enak dan orangnya gaul sehingga mudah dekat dengan yang diajar, juga menyegarkan mata dengan melihat wajah cantiknya yang kata mereka mirip Kelly Lin dan tubuh indahnya terutama kalau memakai pakaian ketat atau rok agak pendek.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Setelah kuliah selesai semua mahasiswa keluar dari kelas, kecuali satu mahasiswi, Ellen (baca eps. 1), dia menutup pintu ruang kuliah setelah yang lain keluar dan menghampiri Rania yang sedang membereskan barang-barangnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Eeemm…Ci Nia(beberapa mahasiswa memanggilnya demikian karena umurnya tidak beda jauh dengan mereka) bisa kita bicara sebentar ?” kata Ellen<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ada apa Len, masalah tugas lagi yah ?” jawab Rania tersenyum ramah<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Awalnya memang Ellen menanyakan tentang pelajaran yang tidak dia mengerti, kemudian topik beralih, Ellen mulai curhat mengenai dirinya yang sedang cekcok dengan pacarnya sehingga tidak konsen dalam belajar. Rania yang memang dekat dengan mahasiwa/i nya mendengar dan menghiburnya sehingga mereka malah makin hanyut dalam obrolan wanita sementara jam sudah hampir menunjukkan pukul enam, langit pun mulai gelap, suasana di lantai itu sudah sepi karena itu kuliah terakhir.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Akhirnya Rania pun bangkit dan mengajak Ellen pulang mengingat hari sudah malam<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Yuk kita sambil jalan aja ngobrolnya, udah malem gini, jadi serem nih” ajaknya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ci, bisa bantu saya satu hal lagi ga ?” tanya Ellen lagi, kali ini dia mendekati Rania, digenggamnya kedua lengan dosennya itu sambil menatap matanya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Nggg…eh ada apa lagi sih Len ?” Rania jadi gugup karena sikap mahasiswinya itu<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Suasana hening beberapa detik, keduanya saling tatap sebelum tiba-tiba Ellen memagut bibir dosennya itu. Rania tersentak kaget, dia melepaskan ciuman itu dan melotot memandangi Ellen.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Len…kamu…mmmhh!” sebelum sempat menyelesaikan kata-katanya Ellen sudah kembali menciumnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Rania sempat berontak selama beberapa saat namun ciuman dan belain Ellen pada daerah sensitifnya membuat gairahnya naik, baru kali ini dia melakukannya dengan sesama jenis, dirasakannya kenikmatan yang berbeda yang menggodanya untuk meneruskan lebih jauh.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Rangsangan dari dalam dirinya dan menyebabkan Rania pun menyambut ciuman mahasiswinya itu. Lidah mereka bertemu, saling jilat dan saling membelit. Sementara itu tangan Ellen meremas lembut payudara Rania dari luar, Rania sendiri sudah mulai berani mengelus punggung Ellen, tangan satunya mengelus pantatnya yang masih terbungkus celana ketat sedengkul warna hitam. Keduanya terlibat dalam ciuman penuh nafsu selama lima menit, dan ciuman Ellen pun mulai turun ke lehernya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Sshhh…kurang ajar juga kamu Len !” desisnya dengan nafas memburu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Ellen mulai menciumi pundak Rania sambil kedua tangannya memegangi leher kaos lengan panjangnya yang berleher lebar itu dan mulai memelorotinya sehingga bra putih di baliknya terlihat, dia turunkan juga cup bra itu hingga terlihatlah sepasang gunung kembarnya yang membusung kencang. Jari-jari lentik Ellen mengusapinya dengan lembut sehingga Rania pun hanyut dalam kenikmatan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Gimana Ci, asyik kan ? Ci Nia jadi tambah cantik kalau lagi horny gitu loh” Ellen tersenyum nakal sambil memilin-milin kedua puting dosennya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Mmhh…eengghh…udah dong Len, sshh…ntar ada yang tau !” desahnya merasakan kedua putingnya makin mengeras.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Tenang Ci, disini aman kok, ini kan tingkat empat, kita have fun bentar yah !”<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Kemudian Ellen mencumbui payudara Rania, lidahnya menyapu-nyapu puting kemerahan yang sudah menegang itu. Rania hanya bisa mendongak dan mendesah merasakan nikmatnya. Tangan Ellen sudah mulai menyingkap rok selutut Rania dan merabai pahanya yang putih mulus itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Hhhssshh…eeemmmhh !” Rania mendesis lebih panjang dan tubuhnya menggelinjang ketika tangan Ellen menyentuh kemaluannya dari luar celana dalamnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Seperti ada getaran-getaran listrik kecil yang membuat tubuhnya terasa tersengat dan tergelitik saat jari lentik Ellen menyusup lewat pinggir celana dalamnya dan menyentuh bibir vaginanya, daerah itu jadi basah berlendir karena sentuhan-sentuhan erotis itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Kenikmatan mereka tiba-tiba dibuyarkan oleh suara pintu dibuka, seseorang muncul dari sana sambil tertawa-tawa.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Hahaha…bagus-bagus, adegan yang hebat, Bu Rania yang terpelajar itu ternyata begini kelakuannya di luar jam kuliah, hebat sekali !” Imron, si penjaga kampus bejat itu tertawa dan bertepuk tangan<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Rania pun refleks melepaskan diri dari pelukan Ellen dan merapikan pakaiannya dengan tergesa-gesa, wajahnya memerah menahan malu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Saya pernah baca di tata tertib kampus bahwa kalau ada ketahuan mahasiswa yang berbuat tidak senonoh di kampus akan dipecat, tapi sekarang dosen yang harusnya ngasih teladan malah berbuat gini, wah-wah mau jadi apa nih bangsa ini kalau pendidiknya saja kaya ini !” tambahnya sambil geleng-geleng kepala.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Eehhmm…maaf Pak kita sedikit khilaf, ini ada sedikit uang rokok buat Bapak, anggap aja yang tadi ga ada yah Pak !” Rania berbicara agak gugup dan mengambil selembar limapuluh ribuan dari tasnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Aahh, simpan saja uang Ibu itu, supaya rahasia Ibu aman saya cuma mau…!” Imron menatapi tubuh Rania dari atas sampai bawah sebagai ganti kata-katanya yang tidak diteruskan. Tatapan matanya sangatlah mesum dan membuat kedua wanita itu merinding.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Jangan yang engga-engga lah Pak, ini ambil atau nggak sama sekali !” Rania yang mengerti apa kemauan Imron dengan kesal menjatuhkan lembaran uang itu ke bangku di dekatnya. “Lagian siapa sih yang bakal percaya omongan Bapak, paling juga dianggap gosip murahan, jadi jangan mimpi , ayo Len kita pulang !” tambahnya sambil mengambil tasnya bersiap untuk meninggalkan ruangan. Terlihat sekali dia bersikap judes untuk menutupi kegugupannya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Tapi kalo disertai bukti ini tentunya bakal jadi gosip mahal kan ?” Imron mengeluarkan cameraphone itu dari sakunya dan menunjukkan beberapa gambar adegan lesbian barusan.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Kontan saat melihat itu semua Rania kaget sekali, dia tertegun sesaat berharap ini hanyalah mimpi.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Bajingan !” bentaknya, Rania naik darah dan mau merangsek ke depan namun Ellen menahannya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Hahaha…marah ya ? kenapa ga marahin juga perek di sebelah Ibu itu, dia kan juga ikutan dalam rencana ini ?” Imron mengejek dengan senyum kemenangan.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Hah…Ellen, jadi kamu…?” Rania tercekat seakan tidak percaya semuanya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Jelaslah kini bahwa yang terjadi sejak bubaran kelas tadi sudah diatur dalam rencana jahat Imron, Ellen yang sudah menjadi budak seksnya hanyalah pion untuk menjebak dosennya itu dan diam-diam Imron mensyuting mereka dari lubang angin di atas pintu ketika mereka bermesraan tadi.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Maafin saya Ci, saya juga dijebak dan dipaksa jadi gak ada pilihan lain” Ellen tertunduk tak berani melihat wajah dosennya dan terisak.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Nah, sekarang gimana nih keputusannya Bu, saya yakin Ibu juga masih konak gara-gara tadi sempat tanggung, ya ga ?” Imron mulai berjalan mendekatinya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Tiba-tiba Ellen maju ke depan menghalangi Imron yang hendak memeluk Rania.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Pak, saya rela Bapak perlakukakan apapun, tapi tolong jangan libatin Ci Nia, dia itu orang baik !” mata Ellen yang berkaca-kaca saling tatap dengan Imron dan memohon padanya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Imron hanya menyeringai membalas tatapannya, diangkatnya dagu gadis itu, tiba-tiba…’plak !’ sebuah tamparan mendarat di pipinya. Ellen limbung ke belakang dan Rania sempat menjerit kecil sambil mendekap tubuh mahasiswinya itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Masih mau jadi pahlawan, heh ?” kata Imron, dengan santainya dia meraih sebuah bangku dan duduk disana.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Non Ellen, sini !” perintahnya<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Rania menatap mahasiswinya itu seraya menggelengkan kepala seolah mengatakan ‘jangan turuti dia’, namun Ellen malahan melepas genggaman tangan dosennya dan berjalan ke arah pria setengah baya itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Maaf !” cuma itulah yang terucap dari mulutnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Kini Ellen telah menjadi salah satu budak seks Imron yang mau tidak mau menuruti apa yang dikehendaki Imron terhadapnya. Sejak diperkosa di basement parkir beberapa bulan yang lalu, beberapa kali Imron kembali melampiaskan nafsu binatangnya padanya baik dalam seks kilat, oral seks, maupun hubungan badan sepenuhnya. Lama-lama dirinya pun mulai menikmati disamping ada perasaan malu dan bersalah juga pada pacarnya. Imron kini membuka lebar pahanya dan disuruhnya gadis itu berlutut di depannya. Kemudian dia memberi syarat dengan menggerakkan bola matanya ke bawah.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Sekarang?” Ellen yang sudah tau apa yang diinginkan Imron sepertinya ragu melakukannya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Iya dong Non, biar dosen kamu tahu enaknya, kita ajarin juga dia caranya !”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Seolah dihipnotis, Ellen pun mulai membuka resleting celana Imron dan menurunkan celana dalam di baliknya sehingga tersembullah penis yang sudah mengacung tegak itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ellen, hentikan !” Rania berseru mencegah hal lebih lanjut.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Lho kok Ibu main larang-larangan sih, orang dianya sendiri yang mau kok, tuh liat !” kata Imron “Ayo Non, sekarang mana servisnya, ayo jangan malu-malu, dia juga nanti ikutan kok !”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Ya Tuhan, Ellen…kenapa…kenapa !?” Rania terperangah sampai membekap mulutnya sendiri melihat mahasiswinya mulai mengoral penis Imron, tangannya yang mungil itu sesekali mengocoknya, yang lebih gila dia juga terlihat begitu menikmatinya, padahal dirinya sudah merinding melihat penis hitam bersunat yang kepalanya agak merah itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Aahh…enaknya, lihat sendiri kan Bu, murid Ibu aja ketagihan sama kontol saya” Imron mengelus rambut Ellen menyuruhnya terus mengulum “Cepetan Bu gimana keputusannya, mungkin Ibu gak takut risiko perbuatan Ibu tadi, tapi apa Ibu gak kasian kalo gambar-gambar syur murid Ibu ini tertempel di papan pengumuman ?”<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Ellen terhenyak dan menghentikan kulumannya<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Heh, siapa suruh berhenti, cepet terusin ! jangan ikut campur !” bentak Imron menyuruh Ellen meneruskan kegiatannya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Iya-iya, oke, saya menyerah Pak, tapi tolong jangan mempersulit dia lagi !” jawab Rania panik “dan tolong, jangan omong apa-apa tentang semua ini” tambahnya gugup.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Nah, gitu dong Bu, baru namanya dosen yang baik, ayo dong, sini mendekat kalau memang setuju !” Imron melambaikan tangan menyuruhnya mendekat.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Rania berhenti di sebelah Imron, perasaannya luar biasa galau, marah, jijik, dan takut, namun dia juga mulai terangsang melihat Ellen mengoral Imron di depan matanya. Semua dia lakukan karena tidak ada pilihan lain untuk menutupi aibnya, juga demi muridnya. Darahnya berdesir ketika tangan kasar itu meraih betisnya, tangan itu terus naik mengangkat roknya dan mengelusi pahanya yang mulus.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Paha yang indah, pasti waktu Ibu ngajar mahasiswanya ngebayangin bisa ngeliat ke dalam sini heheheh !” celoteh Imron<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Rania hanya memalingkan wajahnya ke samping dengan perasaan sangat terhina dengan perlakuan seperti itu. Sikap pasrahnya membuat Imron makin menjadi, tangannya makin menjalar ke atas hingga meremas pantatnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Wuih, montok amat sih Bu, betah deh saya lama-lama di kelas kalo jadi murid Ibu” katanya mengagumi keindahan tubuhnya “dibuka aja Bu roknya, biar lebih afdol !”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Imron mengulurkan tangannya yang satu untuk membuka ikat pinggangnya dan disuruhnya Rania membuka resletingnya di belakang. Dengan berat hati Rania pun membuka resletingnya hingga rok itu meluncur jatuh. Setelah rok itu lepas, maka yang nampak adalah sepasang paha jenjang Rania yang mulus dengan celana dalam pink menutupi daerah terlarangnya. Imron lalu merangkul pinggang ramping itu membawa tubuhnya lebih mendekat. Paha mulus itu lalu dia ciumi inci demi inci sementara tangannya mengelusi paha yang lain. Rania merinding merasakan sapuan lidah dan dengusan nafas pria itu pada kulit pahanya, libidonya makin naik apalagi melihat Ellen yang tengah menjilati kepala penis itu sambil memijit zakarnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ssshhh…!” sebuah desisan keluar dari mulutnya ketika jari Imron menyentuh bagian tengah celana dalamnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Secara perlahan Imron menurunkan celana dalam itu hingga ke lutut, matanya nanar memandangi kemaluan Rania yang masih rapat dan berbulu lebat itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Pelan-pelan yah, usahain jangan cepat keluar, ntar dosen Non ga kebagian !” dia berpesan sejenak pada Ellen sebelum kembali memusatkan perhatiannya pada vagina Rania.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Selanjutnya Imron membenamkan wajahnya pada kemaluan Rania, dengan rakus menjilati vaginanya. Tangan kirinya mengelusi paha dan pantatnya, terkadang jarinya iseng menyusup ke pantatnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Aahhh…Pak…aahhh…jangan !” Rania mendesah antara menolak dan menikmati saat lidah Imron menelusuri gundukan bukit kemaluannya<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Tanpa disadari kakinya melebar sehingga memberi ruang lebih luas bagi Imron untuk menjilatinya. Tubuh Rania seperti kesetrum ketika lidah Imron yang hangat membelah bibir kemaluannya memasuki liangnya serta menari-nari di dalamnya. Di tempat lain, Ellen juga makin terangsang melihat adegan Imron dengan dosennya, sambil menjilati penis Imron perlahan, dia juga meremasi payudaranya sendiri. Kedua buah pelir Imron sesekali diemutnya bergantian membuat pemiliknya keenakan, apalagi dengan dilayani dua wanita cantik ini. Rania semakin tak kuasa menahan kenikmatan itu, dia bergerak tak karuan akibat jilatan Imron sehingga Imron harus memegangi tubuhnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Pak…ahhh…oohh !” desahnya dengan tubuh bergetar merasakan lidah Imron memainkan klitorisnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Mmmm….enak kan Bu ?” sahut Imron.”udah dulu ah, sekarang giliran Ibu yang mainin punya saya, ayo jongkok sini !” katanya seraya membuka paha lebih lebar.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Terus terang Rania merasa sangat tanggung Imron menghentikan jilatannya, dalam hati kecilnya sebenarnya masih ingin menikmatinya, namun tidak mungkin dia memintanya lagi demi menjaga harga dirinya. Maka ketika disuruh Imron mengoral penisnya diapun tanpa diperintah dua kali berlutut di hadapan pemerkosanya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Eit-eit tunggu dulu Bu, bajunya dibuka aja biar enak” Imron melucuti baju Rania yang baru berlutut di depannya, cup branya sudah melorot karena tidak sempat dinaikan waktu kepergok tadi sehingga langsung mempertontonkan payudaranya “Non juga, yang namanya ngentot mana enak pake baju !” katanya lagi pada Ellen<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Ellen pun berdiri sejenak, pakaiannya satu-persatu terlepas dari tubuhnya sampai yang terakhir yaitu celana dalamnya. Diam-diam Rania memperhatikan tubuh indah Ellen dan sempat membandingkan dengan dirinya, dia kagum dan iri dengan lingkar pinggang mahasiswinya yang lebih ramping darinya, namun dia juga merasa bangga dengan payudaranya yang lebih bulat dan membusung dibanding Ellen, bagaimanapun secara keseluruhan keduanya memiliki bentuk tubuh ideal.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Imron menarik tubuh Ellen yang telah polos dan didudukkan ke paha kirinya, dia mulai mengelusi payudaranya, putingnya dia pilin-pilin seperti malam mainan, tangan lainnya menyelusuri lekuk tubuh lainnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Tunggu apa lagi Bu, sekarang giliran Ibu ngelayanin burung saya !” sahut Imron pada Rania yang bengong menyaksikan mereka.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Dengan tangan gemetar dia melingkarkan telapak tangannya pada penis itu, basah dan mengkilap karena sisa ludah Ellen. Baru kali ini dia melihat penis secara langsung, bahkan milik tunangannya yang sedang S2 di Australia pun baru pernah dirasakan bergesekan dengannya ketika petting, namun belum pernah mencoba yang lebih jauh.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ayoh cepat, mau foto-fotonya dipajang apa ?” ulangnya tidak sabar sambil memencet payudara Ellen sehingga gadis itu merintih kesakitan.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Tidak tega melihat muridnya disiksa, diapun mulai memasukkan kepala penis itu ke mulutnya. Imron mendesah merasakan kehangatan mulut Rania, sentuhan lidahnya memberi sensasi nikmat padanya. Dengan menahan jijik dia menjilati sekujur batang penis itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Eeenngghh…aahh…aahh !” terdengar desahan Ellen yang payudaranya sedang dikenyot-kenyot si penjaga kampus itu, di vaginanya bercokol tangan kasar itu mengelusi serta mengocok liang kemaluannya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Rania menggerakan mata melihat ke atas, apa yang dia lihat di sana malah membakar nafsunya yang pelampiasannya dia curahkan dalam bentuk oral seks. Penis itu semakin mengeras dan berkedut-kedut di dalam mulut Rania serta menebar rasa asin. Dia sendiri tidak tahu bagaimana dia bisa segila ini, namun situasi saat itu ditambah jilatan Imron yang tanggung tadi membuat gairahnya menggebu-gebu. Penis yang besar mengerikan itu tidak muat seluruhnya ke dalam mulutnya yang mungil, maka sesekali Imron menekan kepalanya agar bisa masuk lebih dalam lagi<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Lagi Bu, kurang masuk, aahhh…yak gitu dong !” demikian katanya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Sementara itu vagina Ellen makin banyak mengeluarkan cairan akibat kocokan jari Imron, cairan itu membasahi paha Imron tempatnya berpangku. Imron sedang asyik menjilati payudara kanan Ellen sampai basah kuyup oleh ludahnya, sengaja dia tidak menggigit maupun mengenyotnya dengan maksud mempermainkan nafsu gadis itu, dan benar saja Ellen mendesah makin tak karuan karenanya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Rasa jijik yang tadinya begitu melingkupinya perlahan-lahan sirna, Rania mulai menikmati oral seks pertamanya, dimaju-mundukannya kepalanya seperti yang pernah dia dengar dari obrolan dengan teman-temannya, lidahnya menjilat memutar kepala penisnya, akibatnya Imron keenakan dan mengerang-ngerang.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Uuaaahh…terus Bu, enak banget, harusnya Ibu ngajar mata kuliah ngentot juga hehehe !” ejek Imron<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Kurang ajar sekali kata-kata itu, Rania merasa harga dirinya direndahkan sebagai seorang wanita terhormat, terpelajar, dan berprofesi sebagai pendidik pula, namun dia telah terpelosok ke dalam perangkap birahi ini, kini dia telah menjadi salah satu budak seks Imron. Tak lama kemudian, dengan tangan kiri tetap menggerayangi payudara Ellen, tangan kanannya menjambak rambut Rania serta menekannya ke selangkangannya. Mata Rania membelakak, dia gelagapan karena mulutnya penuh sesak dengan penis, lebih kaget lagi ketika dirasakan cairan kental hangat memenuhi mulutnya, dia meronta hendak melepaskan diri namun kekuatannya tidak cukup untuk itu. Selama beberapa detik cairan itu menyemprot mulutnya, lalu Imron menarik lepas kepalanya dari penis itu, maka semprotannya yang belum habis pun mengenai wajahnya</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Rania langsung batuk-batuk begitu benda itu lepas dari mulutnya karena sempat tersedak dan baru pertama kali mengalami seperti itu. Aroma sperma yang menusuk itu membuatnya jijik dan ingin muntah.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Non, bantuin tuh dosennya bersihin peju !” perintahnya pada Ellen.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Ellen pun berlutut di samping dosennya dan memegangi pundaknya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Maaf Ci !” ucapnya diteruskan menjilati sperma Imron yang tumpah di wajahnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Dengan lidahnya Ellen membersihkan sperma yang menyiprat di pipi, hidung, dan dagu dosennya hingga akhirnya mulut mereka pun bertemu. Rania mulai berani melingkarkan tangannya ke tubuh Ellen dan meraba punggungnya yang halus. Demikian juga Ellen, dia membuka kait bra Rania yang sudah tersingkap sehingga bra tanpa tali pundak itu pun terjatuh. Perasaan malu, risih, dan lain-lain hilang karena kenikmatan yang terus menerpa tubuh, kedua wanita muda yang telah telanjang bulat itu berciuman dengan panasnya. Imron benar-benar telah menguasai mereka dengan menjadikan mereka menuruti apa saja fantasi dan hasrat gilanya, segaris senyum pun muncul di wajahnya melihat hasil perbuatan jahatnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Imron bangkit dan melepaskan seragam karyawannya, terlihatlah tubuhnya yang berisi dan bekas luka memanjang di dadanya yang menambah kesan sangar.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ayo-ayo, yang disini juga dibersihin, masih ada sisanya nih !” sambil menyodorkan penisnya yang masih basah pada mereka.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Imron mendesah merasakan sapuan lidah kedua wanita cantik itu pada penisnya, mereka berbagi mengoral penis itu, ada yang memasukkan ke mulut ada menjilati zakarnya. Cuma sebentar saja Imron memberikan penisnya dioral mereka, setelahnya dia mengangkat lengan Rania hingga tubuhnya berdiri. Rania disuruh nungging dengan tangan bertumpu pada meja, dia sudah merasakan benda tumpul menyentuh vaginanya dari belakang yang berarti sudah memasuki detik-detik akhir kehilangan keperawanannya. Kepala penis itu mulai masuk membelah bibir vaginanya perlahan-lahan, erangan Rania mengiringi masuknya benda itu. Hingga suatu saat Imron mendorong keras penisnya hingga mentok.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Aaahhkkkk….!!” Rania menjerit dengan mata membelakak, sakit sekali rasanya pertama kali sudah ditusuk penis sebesar itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Imron juga melenguh panjang karena penisnya terasa terjepit kencang sekali oleh dinding vagina Rania yang masih sempit. Dia mendiamkan dulu penisnya disana selama beberapa saat menikmati himpitan vaginanya sehingga Raniapun memiliki waktu untuk beradaptasi dan menghirup udara segar.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ternyata Ibu emang dosen yang baik yah, murid ibu si perek itu aja waktu saya entot udah jebol duluan, tapi Ibu masih perawan, enak banget loh, huehehe…!!” kata-kata Imron membuat telinga Rania dan Ellen panas.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Penis itu rasanya sungguh menyesakkan bagi Rania, tapi terus terang barang itu juga menuntaskan hasratnya yang sempat tertunda tadi. Perlahan Imron mulai menggenjotnya, dengan bantuan cairan kewanitaan dan ludah penisnya keluar masuk lebih lancer. Tanpa dapat disangkal Rania mulai merasakan nikmat yang tak terlukiskan disamping rasa perih tentu saja. Sambil menggenjot, Imron juga meremasi payudara Rania yang menggantung, putingnya dia main-mainkan sehingga nafsu Rania makin meningkat saja.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Di tempat lain, Ellen berdiri dengan tangannya membelai-belai vaginanya sendiri menyaksikan dosennya diperkosa di depan matanya sendiri. Dalam hatinya berkecamuk berbagai perasaan, di satu sisi dia merasa kasihan melihat dosennya yang ramah dan begitu dekat dengan anak didiknya harus mengalami nasib serupa dengan dirinya dan dia tidak berdaya untuk menolongnya malahan turut andil menjebaknya, namun disisi lain dia juga begitu terangsang melihat penis yang sering menusuknya itu keluar masuk di vagina Rania yang masih sempit. Secara naluriah, Ellen naik ke tengah meja menghadap Rania, kemudian kedua pahanya dia buka.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ci Nia, tolong yah…saya gak tahan !” pintanya dengan dua jari membuka bibir vaginanya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Dorongan birahi yang tinggi menyebabkan Rania mendekatkan wajahnya ke selangkangan muridnya itu, lidahnya pun menyentuh bibir vagina yang merah merekah itu sehingga pemiliknya mendesah.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Sshhh…uuummm….aaahhh !” desah Ellen menikmati jilatan dosennya pada vaginanya “Emmhh…yahh…disitu Ci, terusin…aaahh !” desisnya lagi ketika lidah Rania bertemu klitorisnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Rania membuka pahanya lebih lebar seiring dengan sodokan Imron yang semakin ganas agar tidak terlalu perih. Selain itu dia juga mulai menggerakkan pinggulnya mengikuti irama goyangan Imron. Sementara di atas meja, Ellen mendesah makin tak karuan oleh jilatan-jilatan Rania pada vaginanya, tangannya meremasi dan memainkan putingnya sendiri. Tak lama kemudian, diapun orgasme dengan melelehkan cairan bening dari vaginanya membasahi meja, awalnya Rania merasa aneh begitu cairan itu keluar, sebelumnya belum pernah dia merasakan cairan sesama jenisnya, tapi gelombang birahi yang menerpanya menggerakkan dirinya menjilati cairan itu. Nafas Ellen nampak ngos-ngosan sehingga dadanya turun-naik akibat orgasme yang dialaminya. Hal serupa juga mulai dirasakan Rania, otot-otot vaginanya terasa berkontraksi lebih cepat seperti ada yang mau meledak di bawah sana, cairan yang keluar dari sana juga sepertinya semakin banyak. Akhirnya tubuhnya benar-benar mengejang semua bersamaan dengan erangan panjang, cairan kewanitaan meleleh dari vaginanya tanpa terbendung membasahi paha dalamnya, cairan itu kemerahan karena bercampur darah keperawanannya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Selanjutnya, Imron membaringkan tubuh Rania di lantai yang dingin lalu dia menindihnya. Diciuminya Rania dengan penuh nafsu. Hhmmphh….Rania gelagapan dan mencoba mendorong badannya tapi tidak mampu. Lidah Imron terus menyapu-nyapu bibirnya yang tipis dan akhirnya memasuki mulutnya, liurnya pun tercampur dengan liur Rania. Bau nafasnya yang tidak sedap membuat Rania terganggu, tapi itu tidak lama karena Imron dengan lihainya membangkitkan kembali gairah Rania dengan menggerayangi tubuhnya, ditambah lagi desahan Ellen yang bermasturbasi di atas meja. Naluri seks Rania bereaksi dengan mengimbangi serbuan mulut Imron, digerakkannya lidahnya membalas lidah Imron yang menjelajahi mulutnya. Sesaat kemudian, mulut Imron turun ke dadanya dan langsung menyambar putingnya, tangannya mempermainkan payudaranya yang satunya. Dengan cepatnya nafsu Rania naik lagi, dia mendesah sambil menggigiti jari, sesekali merintih kalau Imron menggigitnya. Sebentar saja wilayah dada Rania sudah basah bukan cuma oleh keringat tapi juga oleh air liur Imron.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Imron membuka kedua belah paha Rania dan menempatkan dirinya diantara kedua pahanya hingga alat vital mereka bersentuhan. Tangannya mengarahkan penisnya yang besar itu ke sasarannya yang telah pasrah. Badan Rania bergetar begitu penis itu kembali menusuknya, tangannya mencengkram erat bahu Imron. Imron merasa sangat puas melihat ekspresi wajah Rania yang meringis dan merintih-rintih, Imron melakukannya dengan kombinasi kasar dan halus yang tepat sehingga Rania menikmati hubungan badan pertamanya ini. Setelah masuk sebagian, Imron menekan pantatnya hingga penisnya pun terdorong masuk ke vagina Rania.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Aaaa…aaauuhhh !” terdengar jeritan kecil kesakitan yang bercampur nikmat.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Imron pun mulai menaik-turunkan tubuhnya diatas tubuh telanjang Rania. Rania menggigit bibir bawah menahan nikmat, sesekali mulutnya mengeluarkan desahan. Tanpa disadari tangannya memeluk Imron, si pemerkosa itu, kedua kakinya juga melingkari pinggang Imron seolah mengisyaratkan ‘terus Pak, masukin lebih dalam please’. Bibir tebal Imron menelusuri leher jenjangnya, meninggalkan jejak ludah dan cupangan, selain itu lidah itu juga menggelikitik telinganya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Aahh…ahhh…memek Ibu enak banget, baru tau enaknya ngentot kan, heh dosen perek uuhh…mmmhh !” kata Imron dekat telinganya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Rania sudah tidak mempedulikan lagi hinaan yang merendahkan dirinya itu, sebaliknya kata-kata itu seperti mantra yang meningkatkan gairahnya dan membuatnya patuh bagaikan budak, dan itulah kenyataannya, dia telah menjadi budak seks Imron yang harus patuh dan bersedia diapakan saja. Rania sempat menggulirkan bola matanya untuk melihat keadaan Ellen, mahasiswinya, dia menemukan Ellen diatas kursi sedang mengeluar-masukkan ujung bolpen yang tumpul ke kemaluannya, tangan satunya meremasi payudaranya sendiri sambil menyaksikan dirinya digumuli. Wajah Ellen yang putih itu merona merah akibat terangsang berat. Imron semakin cepat menggerakkan pinggangnya naik turun, nafas keduanya memburu dan mendesah tak karuan.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Aahhh…aahhh !!” akhirnya Rania kembali mencapai klimaksnya, vaginanya semakin banjir saja karenanya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Gelombang orgasme bagaikan mengangkatnya ke langit ketujuh, matanya merem-melek tidak tahu bagaimana lagi mengekspresikan kenikmatan itu selain dengan desahan panjang.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Sepertinya Imron mengerti keadaan Rania yang sudah kelelahan, dia pun mencabut penisnya yang masih tegak dari vagina Rania. Dipanggilnya Ellen mendekat lalu disuruhnya berposisi doggie, begitu juga Rania yang masih lemas diaturnya hingga menungging bersebelahan dengan Ellen. Kali ini dia menusuk vagina Ellen sedangkan jarinya mengaduk-aduk vagina Rania. Kemaluan Ellen yang sudah basah berlendir menyebabkan penis Imron tambah kencang sodokannya. Erangan kedua wanita itu memenuhi ruang itu bahkan terdengar keluar dalam jarak dua ruang kelas, namun siapa yang mengetahui apa yang terjadi di ruang itu, pada saat itu sudah tidak ada siapapun disana, satpam pun hanya berjaga di pos depan yang jauh dari situ. Tidak sampai sepuluh menit Ellen yang sejak tadi terangsang berat mencapai orgasmenya, tubuhnya mengejang disertai desahan panjang. Imron melepaskan penisnya dan Ellen pun terkulai lemas di lantai, kembali dia beralih ke Rania. Hari itu Imron memperlakukan Ellen sebagai menu sampingan karena dia masih ingin merasakan kenikmatan lebih jauh dengan menu utama atau mainan barunya, Rania.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Kini disuruhnya Rania dalam posisi merangkak di atas tubuh Ellen yang dia telentangkan. Buah dada keduanya bertemu dan saling menghimpit, Imron mulai menghentakkan tubuhnya yang telah menyatu dengan Rania. Aahh…nikmatnya, Rania merem-melek menikmati sodokan Imron yang dengan puas menggarapnya. Dengan Ellen dia berpelukan dan saling memagut bibir, keduanya beradu lidah dengan liarnya. Lagi enak-enaknya menikmati genjotan dan ciuman, Rania merasa rambutnya ditarik, lengan Imron satu melingkari dadanya juga menariknya ke belakang. Imron mendudukkan diri di lantai sehingga kini Rania berada di pangkuannya dengan memunggunginya. Awalnya Imron menyentak pinggulnya agar penisnya menyodok-nyodok vagina Rania, namun setelah dua menitan Imron menghentikannya dan kini malah Ranialah yang dengan sendirinya menaik-turunkan tubuhnya dengan bersemangat. Dia juga membiarkan Imron mencupangi leher dan bahunya, di depannya Ellen juga ikut mengenyot payudaranya sambil menggosok-gosok kemaluannya sendiri. Dengan mata terpejam, Rania menghayati permainan itu, mulutnya terus menceracau tak jelas.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Tak lama kemudian kembali gelombang orgasme melandanya, daerah selangkangannya semakin basah karenanya. Imron terus menekan-nekan tubuh Rania selama beberapa saat ke depan sampai akhirnya dia pun memenggeram dan memeluk erat Rania. Sesuatu yang hangat terasa di dalam kemaluannya, ya, cairan sperma Imron memang sudah mengisi rongga kewanitaannya, sebagian berleleran ke luar bercampur dengan darah dan cairan vagina. Di saat itu juga Ellen juga mencapai kepuasan hasil gesekan dengan jarinya sendiri, jari-jarinya yang lentik telah basah oleh cairan itu. Setelah puas dengan kehangatan tubuh Rania, Imron melepas pelukannya sehingga Rania tergolek lemas. Setelah reda birahinya, Rania baru mulai didera penyesalan telah mengkhianati tunangannya dan terjerumus ke dalam perangkap seks ini, bahkan sempat menikmatinya. Sekalipun dia seorang wanita yang tegar, saat itu air matanya mengalir tanpa bisa ditahan. Ellen mengangkat punggungnya dan menyandarkannya pada tubuhnya dengan maksud menenangkannya, dalam pelukan Ellen lah Rania menangis terisak-isak. Sementara Imron melihat mereka sambil merokok dan menyeringai puas.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Sejak malam itulah kehidupan Rania berubah seperti halnya para korban Imron lainnya. Di satu waktu mereka memang mahasiswi dan dosen yang terpelajar, wanita-wanita muda yang menikmati hari-hari mereka, wanita yang menjadi teman atau pacar yang baik, namun di lain waktu, ketika ponsel mereka berbunyi atau ketika isyarat dari pria setengah baya itu muncul, mereka harus siap menjadi mesin pemuas nafsu binatang yang entah sampai kapan berakhir, karena merekapun telah terjerat dalam hasrat terliar mereka sendiri. Akankah lingkaran setan ini bertambah besar seiring dengan aksi Imron yang makin merajarela ? Akankah muncul seorang pahlawan yang akan membebaskan wanita-wanita malang ini kelak ? Belum ada yang bisa menjawabnya, setidaknya untuk sekarang.</div>
</div>
HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-60175759430752362392015-07-30T01:37:00.001-07:002015-07-30T01:37:06.631-07:00Nightmare Campus 3: Fall of the Pride<span style="background-color: white; color: #999999; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 10.9440002441406px; line-height: 17.5104007720947px;"><br /></span>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoU4zji6dAjT0qboETXXp5J8AgR2tuWzm8467NUADHWJEQlzVGGtu52s1F1-zsdR6Lz0xvaiMhBjZv7MZksmRkvAETomH4cnGIIAfYuSlLTre8a-kDCcu7_vPf_Xay-Cj_yByYz6szZOA/s1600/der.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoU4zji6dAjT0qboETXXp5J8AgR2tuWzm8467NUADHWJEQlzVGGtu52s1F1-zsdR6Lz0xvaiMhBjZv7MZksmRkvAETomH4cnGIIAfYuSlLTre8a-kDCcu7_vPf_Xay-Cj_yByYz6szZOA/s320/der.jpg" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sherin</td></tr>
</tbody></table>
<span style="background-color: white; color: #999999; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 10.9440002441406px; line-height: 17.5104007720947px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; color: #999999; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 10.9440002441406px; line-height: 17.5104007720947px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; color: #999999; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 10.9440002441406px; line-height: 17.5104007720947px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; color: #999999; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 10.9440002441406px; line-height: 17.5104007720947px;">2 Juli 2007 oleh </span><a href="https://kisabb2.wordpress.com/author/shusaku/" style="background-color: white; color: #265e15; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 10.9440002441406px; line-height: 17.5104007720947px; margin: 0px; padding: 0px; text-decoration: none;" title="Pos-pos oleh shusaku">shusaku</a><br />
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Sebagai seorang gadis 21 tahun yang sedang mekar-mekarnya, kehidupan Sherin, mahasiswi sastra Inggris semester lima di Universitas ****** dipenuhi keceriaan, hari-harinya dilalui dengan kuliah, dugem, ngerumpi bareng teman-teman, shopping, pacaran, dan kegiatan-kegiatan gadis kuliahan pada umumnya. <span id="more-2480" style="margin: 0px; padding: 0px;"></span>Anak tunggal seorang pemilik pabrik makanan ringan ternama, dia juga dianugerahi wajah cantik dan tubuh jangkung yang indah serta kulit yang putih, rambutnya coklat sebahu lebih dan ujungnya agak bergelombang. Sherin juga amat menjaga penampilannya dengan fitness, spa, dan ke salon secara rutin, dia memang ingin selalu terlihat cantik di depan Frans, pacarnya sehingga banyak cowok lain sirik dengan Frans ketika sedang jalan bareng.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Terlepas dari itu semua, Sherin juga memiliki perangai buruk, sebagai seorang anak tunggal keluarga kaya yang hidup serba berkecukupan seringkali dia memandang rendah orang yang lebih rendah kedudukannya, salah satunya yang sering kena marah olehnya adalah Nurdin, sopir yang bertugas mengantar-jemputnya. Pernah sekali waktu dia telat menjemput karena jalan macet akibat ada demo, sesampainya disana Sherin menyemprotnya habis-habisan dengan judesnya di lapangan parkir sampai terlihat beberapa orang lewat dan satpam disana. Sungguh pedih hati sopir itu direndahkan di depan umum oleh nona majikannya, dia sudah lama bersabar menghadapi keangkuhan gadis ini, kali ini dia sudah tidak tahan lagi dan berpikir akan mengundurkan diri saja, tapi sebelum mundur sebuah kesempatan emas untuk memberi ‘pelajaran’ pada nona majikannya yang sombong itu menghampirinya lewat obrolan dengan Imron, si penjaga kampus bejat yang hobi memperkosa korbannya lewat foto-foto memalukan yang diambil dengan cameraphone hasil temuannya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Mimpi buruk Sherin berawal ketika suatu hari setelah bermain basket di bangsal kampus, dia bersama teman-temannya menuju toilet di sana untuk ganti baju. Dia memasuki toilet kedua dari ujung yang ternyata adalah sebuah pilihan fatal, karena di sebelahnya Imron telah lama menanti mangsa yang masuk kesana selama hampir setengah jam. Dengan sabarnya dia menanti dan melihat situasi melalui celah di pintu. Memang yang memasuki toilet sebelahnya bukan cuma Sherin, sebelumnya telah ada beberapa orang masuk ke sana, namun saat itu di depan toilet juga masih banyak orang, sehingga kalau Imron menjulurkan tangannya melalui tembok pembatas yang bagian atasnya terbuka untuk mengarahkan cameraphonenya tentu akan ketahuan oleh orang dari luar. Diapun sempat melihat tubuh-tubuh mulus mereka yang ganti baju di luar toilet, tapi untuk mengambil gambarnya susah, risiko untuk ketahuan terlalu besar dan ketika dia coba memotret dari celah pintu yang sempit itu hasilnya tidak maksimal, maka dia memutuskan menunggu orang memasuki toilet sebelah ketika situasi di luarnya sudah sepi, sambil berharap orang itu cantik.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Kesalahan Sherin adalah dia memasuki toilet saat orang lain banyak yang sudah keluar, karena sebelumnya dia ke kantin dulu membeli minum dan duduk sebentar merenggangkan otot. Ketika dia memasuki toilet, dua temannya yang masih disanapun sudah hampir selesai, Imron tersenyum kegirangan begitu dilihatnya kedua orang itupun akhirnya keluar juga.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Yuk, Sher…kita duluan yah !” seru salah satunya sambil membuka pintu keluar<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Iya-iya, see you, duluan aja gih !” balasnya dari dalam<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Sherin melepaskan bajunya yang berkeringat dan disusul celana olah raganya bersamaan dengan celana dalamnya, hanya dengan memakai bra pink dia duduk di kloset untuk buang air kecil. Dia tidak menyadari diatasnya Imron dengan hati-hati mengintipnya sambil menyutingnya dengan kameraphone. Tiga menit saja, video klip yang terekam cukup jelas memperlihatkan wajah, tubuh, dan adegan buang air kecilnya. Sebelum gadis itu keluar, Imron cepat-cepat turun dari pijakannya lalu keluar dari toilet itu dengan hati-hati.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Hari itu masih sekitar jam dua siang dan masih banyak tugas yang harus diselesaikan Imron, terutama karena sempat tertunda ketika menanti mangsa di toilet itu. Maka niat buruknya lebih baik ditundanya daripada melakukannya dengan diburu-buru pekerjaan, lagipula rekaman tiga menitan itu sudah menjadikan gadis itu sudah dalam genggamannya, selain itu juga dia mengenal sopir yang mengantar jemputnya yang sering ngobrol di waktu senggang. Kebetulan belum lama ini dia mendengar keluhan Nurdin, si sopir itu tentang anak gadis majikannya dan berencana mengundurkan diri mencari kerja lain. Imron sendiri pernah mendapat perlakuan tidak enak dari gadis itu setahun sebelumnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Saat itu Sherin sedang terburu-buru menuruni tangga, karena memakai sepatu sol tinggi dan tidak hati-hati dia terpeleset jatuh, jatuhnya tidak tinggi sehingga tidak berbahaya, tapi karena waktu itu dia memakai rok diatas lutut tentu saja paha mulus dan celana dalamnya sempat tersingkap. Imron, yang waktu itu sedang menyapu dekat tangga itu memunguti tasnya dan membantunya bangkit, namun Sherin malah membalasnya dengan makian kasar<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Tua bangka, lepasin tangan lo, mau cari kesempatan yah pegang-pegang !” katanya dengan sengit menepis tangan Imron “Emang saya ga tau apa daritadi mata lu ngeliat kemana aja ? lu pikir siapa lu, dasar kampungan ga tau diri !” bentak Sherin sambil berlalu darinya, tangannya masih memegangi pantatnya yang kesakitan. Imron hanya tertunduk menerima penghinaan itu tanpa sempat memberi penjelasan, walaupun ada rasa marah tapi dia mencoba memendamnya mengingat usahanya merubah diri, namun begitu menemukan cameraphone itu niat jahat dan nafsu balas dendamnya bangkit kembali dan menghantui kampus itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Hari itu, Sherin sedang di perpustakaan mencari buku untuk tugas ketika sebuah MMS masuk ke ponselnya. Dibukanya pesan dengan nomor tak dikenal itu. Wajahnya langsung pucat dengan mulut ternganga, jantungnya seakan berhenti berdetak sehingga buku yang dipegangnya jatuh terlepas dari genggamannya begitu melihat rekaman yang memperlihatkan dirinya sedang ganti baju dan buang air kecil di toilet, dibawahnya juga ada pesan :<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“kalau tidak mau ini tersebar, saya tunggu di gedung kesenian ruang F-307 jam empat hari ini”<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Sher, kenapa lu ? ga enak badan ?” tanya temannya yang sedang mencari buku tidak jauh darinya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ohh…ngga-ga papah kok, cuma buku jatuh aja ehehhe !” Sherin menutupi kekagetannya dengan tawa dipaksa.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Setelah itu buru-buru dia keluar dari perpustakaan mencari tempat sepi untuk menelepon nomor itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Hehehe, udah diterima pesannya Non ? bagus kan ?” kata suara berat diseberang sana begitu ponsel diangkat.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Heh, kurang ajar lu yah, siapa lu sebenernya hah !” suaranya meninggi menahan amarah dalam dadanya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Udah gak sabar yah Non, tunggu aja nanti sore, kita bakal membicarakan penawaran menarik buat film Non itu !” jawab Imron dengan kalem<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Bajingan, lu emang setan, jangan macem-macem yah sama gua !” Sherin demikian marah dan frustasinya sampai mau nangis.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Udahlah Non, capek marah-marah gitu, pokoknya saya tunggu nanti di F-307, saya sekarang masih banyak kerjaan, dan satu lagi, pastikan jangan ada orang lain yang tahu kalau ga mau dapat susah !” selesai berkata Imron menutup ponselnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Sebenarnya jam tiga kurangpun dia sudah tidak ada kuliah lagi. Setelah menyuruh Nurdin yang telah menjemputnya untuk menunggu dia pergi ke kantin untuk menunggu waktu yang ditentukan. Matanya tertuju ke novel yang dibawanya tetapi pikirannya tidak di sana, yang ada di pikirannya adalah bayangan mengerikan tentang apa yang diinginkan pengintip misterius itu pada dirinya dan bagaimana kalau rekaman itu tersebar. Saking stressnya, tanpa terasa dua batang rokok telah dihabiskannya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, pengintip misterius itu menghubunginya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Udah keluar yah Non, kalo gitu sekarang aja ke atas aja supaya lebih cepat beres, saya sudah nunggu di sini juga kok”<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Sherin langsung mematikan ponselnya dan beranjak ke tempat yang ditentukan. Lantai itu memang sudah sepi, ketika naik tangga saja dia cuma berpapasan dengan dua orang pegawai tata usaha fakultas yang baru selesai kerja. Semakin langkahnya mendekati ruang itu, semakin berdebar pula jantungnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Halo Non Sherin, datang juga akhirnya !” sapa Imron begitu Sherin memasuki pintu yang setengah terbuka itu.”Mungkin Non lagi nyari orang yang merekam ini ya ?” tanyanya sambil menunjukkan cameraphonenya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Sherin melihat dalam layar kecil itu dimana dirinya sedang ganti baju lalu buang air kecil, wajahnya kontan memerah karena marah dan malu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Bajingan, serahkan barang itu !” Sherin berteriak sambil merangsek ke depan.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Dia berusaha merebut cameraphone itu, tapi pria setengah baya itu lebih sigap dan tenaganya lebih besar. Dengan mudah didorongnya gadis itu hingga tersungkur di lantai. Sambil menyeringai matanya memandang tajam tubuh Sherin yang terbungkus baju biru bermotif bunga tanpa lengan, rok putihnya yang mini sedikit tersingkap memperlihatkan pahanya yang panjang dan mulus.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Mau apa kamu bangsat, jangan mendekat, pergi !” Sherin menggeser-geser tubuhnya menjauh dari Imron yang mendekatinya, dalam kepanikannya dia tidak sadar bahwa roknya semakin tersingkap dan celana dalamnya pun sempat terlihat.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Tenang Non, jangan takut, bapak ga bakal nyakitin Non kok, malah ngasih Non kenikmatan yang luar biasa !” katanya sambil cengengesan.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Baru pernah seumur hidupnya Sherin mendengar perkataan yang sangat merendahkannya itu, omongannya benar-benar rendah dan menjijikkan menyebabkan bulu kuduknya merinding ketakutan. Susah payah akhirnya dia bisa bangkit kembali dan berusaha mencapai pintu, namun ketika sudah dekat pintu itu membuka, Nurdin, sopirnya muncul di depan pintu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Bang Nurdin, tolong Bang…ada orang gila !” katanya terbata-bata karena masih gemetar.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Namun kelegaannya cuma sebentar saja, karena Nurdin malah mendorongnya ke arah Imron yang dengan sigap menangkap tubuhnya, ketika dia mau menjerit, tangan kokoh Imron langsung membungkam mulutnya sementara tangan satunya mengunci kedua pergelangannya yang telah ditelikung ke belakang. Nurdin menggeser meja dosen untuk mengganjal pintu, setelahnya dia mulai menghampiri nona majikannya itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Lebih baik Non berhenti ngelawan, inget Non kesini buat apa ? Non pengen rekaman ini diliat orang lain ? dimana nanti mukanya mau ditaruh Non ?” ancam Imron sambil tetap membekap mulut Sherin “Coba aja kabur atau teriak, rekaman ini bakal tersebar, tinggal kirim ke sembarang nomor di HP ini !”<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Sherin tidak tahu harus berbuat apa lagi dalam situasi seperti itu. Ketakutan akan dicelakai dan rekamannya tersebar membuat rontaannya berkurang dan pasrah pada nasibnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Binatang lu, tega-teganya berbuat gini ke gua, kacung ga tau diuntung !” maki Sherin pada Nurdin dengan tatapan penuh kebencian.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Hehehe, udah gini masih bisa galak juga Non !” Nurdin terkekeh sambil mengelus pipi majikannya “denger yah, saya juga udah ga tahan kerja buat cewek sombong kaya Non ini, besok saya juga mau keluar kok, tapi sebelum keluar saya mau ngasih Non kenangan manis dulu dong !”<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Wajahnya makin pucat mendengar perkataan itu, dia sadar sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi, dia sudah dalam cengkeraman mereka. Keangkuhannya runtuh seketika itu juga, dadanya sesak dipenuhi emosi karena dikhianati, direndahkan dan diancam.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Tatapan mata Nurdin yang penuh nafsu binatang itu membuat nyalinya ciut sehingga memalingkan muka tak berani menatapnya, wajahnya jadi memelas memohon belas kasih. Tiba-tiba dirasakan darahnya berdesir ketika Nurdin menggerayangi pahanya yang jenjang.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Udah daridulu gua pengen megang nih paha, akhirnya bisa juga sekarang, gile mulusnya!” komentarnya<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Tangan Nurdin meraba makin naik hingga menyingkap roknya dan meremasi bongkahan pantatnya, sementara dari belakang Imron meremas payudara kirinya. Air mata Sherin pun mengalir dan memohon-mohon minta dilepaskan.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Jangan, jangan perkosa saya, ampun !” katanya terisak<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Santai Non, nanti juga enak kok” sahut Imron<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Nurdin mulai menciumi pipi Sherin, leher dan telinga juga tak luput darinya, Hembusan nafas dan lidahnya membuatnya bergidik juga merasakan sensasi aneh yang meskipun dia menolaknya tapi ingin terus merasakannya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Kemudian tangannya meraih kepala Sherin dan mencium bibirnya yang tipis dengan kasar, dia menggeleng-gelengkan kepala berusaha menolak, namun Nurdin pegangan Nurdin pada kepalanya terlampau kuat sehingga terpaksa diterimanya serbuan bibir sopirnya itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Eeemmhh…emmphhh !” hanya itu yang terdengar dari mulutnya yang tersumbat bibir Nurdin yang atasnya ditumbuhi kumis tipis seperti tikus.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Tangan Nurdin kini sudah meraba kemaluannya yang masih tertutup celana dalam, jari-jarinya bergerak liar mengosoki belahan kemaluannya. Sementara Imron makin bernafsu meremasi payudara Sherin, perlakuan kasarnya membuatnya ingin menjerit kesakitan tapi mulutnya tersumbat bibir Nurdin sehingga bibirnya yang terkatup malah terbuka dan lidah Nurdin pun menerobos masuk, lidahnya menyapu rongga mulut Sherin dan beradu dengan lidahnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Imron mulai mempreteli kancing baju Sherin dan menarik lepas baju itu dari tubuhnya. Kini tubuh atas Sherin cuma tersisa bra pink.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Bukain kaitnya Pak Imron, daridulu gua penasaran pengen liat toked majikan gua ini !” kata Imron tak sabaran<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Imron pun melucuti branya, Sherin menutupi payudaranya dengan tangan dan terus memohon agar mereka tidak meneruskan aksinya. Tanpa mempedulikan ocehannya, Nurdin menyingkirkan tangan yang menghalanginya itu. Terpesonalah keduanya melihat keindahan buah dada Sherin yang putih, kencang dan berputing kemerahan itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Wah majikanlu tokednya bagus banget, putih bulat kaya bakpao !” kata Imron sambil mengusap-usap payudara itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Iya nih, pentilnya juga ngegemesin, imut gini !” timpal Nurdin yang tangannya memencet puting itu dan menarik-nariknya.”Nah, sekarang coba kita liat bawahnya !”<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Sherin berusaha menahan roknya dengan tangan ketika Nurdin akan memelorotinya, tapi kemudian Imron kembali menelikung tangannya ke belakang sehingga dengan leluasa</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Nurdin membuka sabuk dan resletingnya, rok itu pun meluncur jatuh melalui kakinya, disusul celana dalamnya dipeloroti hingga ke lutut. Kedua orang itupun kini dapat menikmati tubuh polos Sherin, tangan-tangan hitam kasar itu berkeliaran menggerayangi lekuk tubuhnya yang indah. Nurdin yang berjongkok mulai menyentuh kemaluannya yang dilebati bulu-bulu tipis yang tercukur rapi.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Hhmm…memek yang bagus, masih rapat, jembutnya juga rapih, gua suka yang kaya gini !” celoteh Nurdin<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Dari belakang Imron mencaplok kedua payudaranya, jari-jarinya memencet-mencet dan memilin-milin putingnya sehingga Sherin pun terpancing libidonya, nafasnya makin berat. Walaupun sesekali dia memelas minta dilepaskan, namun tubuhnya berkata lain, terlebih ketika lidah panas Imron menyapu telak leher dan belakang telinganya. Saat itu satu tangan Imron turun ke bawah dan meremas pantatnya, jarinya terkadang menyentuh anusnya, belum lagi jari dan lidah Nurdin yang kini sedang bermain di vaginanya. Perbuatan mereka membuat Sherin semakin tak berdaya, tak berdaya karena nikmat dan tak cukup tenaga untuk melawan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Mereka lalu menurunkan tubuhnya hingga terbaring di lantai, dia merasakan dinginnya lantai menyentuh punggungnya. Nurdin melepas celana dalam yang menyangkut di tungkainya dan dibukanya sepasang paha itu, wajahnya mendekati kemaluannya, lidahnya menjilati paha, pangkal paha, hingga akhirnya menyentuh bibir vaginanya. Di tempat lain Imron dengan rakus mencium dan menghisap payudaranya, lidahnya yang menari-nari liar itu menyebabkan puting itu makin mengeras.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Toked yang montok, eemmhh…sluurpp…!”<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Beberapa menit lamanya Imron mengeksploitasi payudara Sherin sebelum akhirnya jilatannya meluas ke lekuk tubuh lainnya, ketiak, bahu, leher, hingga akhirnya bibir mereka bertemu. Dari matanya yang terpejam air mata terus mengalir, namun birahinya terus naik tak terkendali.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Hhhmmpphh…!” rintih Sherin tersendat saat lidah sopirnya menyentil-nyentil klitorisnya, tubuhnya menggeliat-geliat menahan siksaan birahi itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Udah mulai kerasa enaknya kan Non,tuh udah banjir gini !” ejek Nurdin sambil terus menjilatinya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Kalah oleh desakan nafsunya, Sherin pun tak terasa membalas permainan lidah Imron, untuk mengurangi rasa jijik dia membayangkan yang dicium itu adalah Frans. Dia merasakan kemaluannya sudah sangat basah akibat jilatan sopirnya, tak lama kemudian dirasakan badannya menggelinjang. Mereka tertawa-tawa melihat reaksinya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Hahaha…akhirnya nikmatin juga kan !” ejek Imron<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Dasar perek, munafik, tadi sok jual mahal, tapi baru digituin dikit aja udah keenakan !” timpal Nurdin<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Betapa panasnya telinga Sherin mendengar hinaan seperti itu, apalagi yang mengucapkan adalah sopirnya sendiri, dia tak menyangka sopirnya sampai setega itu padanya, dia mulai menyesali seandainya dulu dia bersikap baik padanya mungkin kejadian hari ini tidak akan menimpanya, tapi segalanya sudah terlambat.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Kini Nurdin menariknya hingga berlutut di depan selangkangannya, lalu dia membuka celananya sendiri. Dan terlihatlah kemaluannya yang membuat Sherin terkesiap karena panjangnya, lebih kaget lagi saat dia melihat milik Imron yang sudah berdiri di sebelahnya karena miliknya walaupun tak sepanjang sopirnya namun lebih kokoh dan berurat. Sambil berkacak pinggang seolah tanda kemenangan, Nurdin memerintahkan anak majikannya mengoral penisnya. Di bawah ancaman, Sherin meraih penis itu dengan tangan gemetar lalu sambil menutup mata menahan rasa jijik dimasukkannya benda itu ke mulutnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Huehehe…baru kali ini gua liat majikan nyepongin sopirnya, hebat, hebat !” ejek Imron melihat adegan itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Sepongannya yahud banget, daripada nyepongin pacar Non yang kontolnya kecil itu mendingan yang saya kan, lebih gede, lebih muasin lagi !” Nurdin menimpali<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ayo Non, yang saya juga pengen diservis !” Imron meraih tangan Sherin dan meletakkannya pada penisnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Sherin mengulum dan mengisap penis sopirnya sambil tangannya sesekali mengocoknya, sementara tangan satunya mengocok punyanya Imron. Sepuluh menit lebih dia mengocok dan mengulum penis kedua jahanam itu secara bergantian. Dia menyadari betapa kotor dirinya saat melakukan hal itu, tapi entah dorongan apa yang membuatnya merasa terangsang dan menikmati perlakuan mereka.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Sshhh…sshh…mau ngecrot nih Non, ditelen yah…awas kalo dimuntahin !” perintah Imron sambil melenguh nikmat.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Akhirnya dengan satu lenguhan panjang Imron, menekan kepala Sherin ke selangkangannya sehingga batang itu melesak lebih dalam ke tenggorokan gadis itu lalu menumpahkan isinya yang kental disana. Cairan itu langsung memenuhi mulutnya dan tertelan tanpa bisa ditahan. Sherin gelagapan dan meronta ingin melepaskan benda itu tapi Imron menahan kepalanya dan kalah tenaga. Dia langsung terbatuk-batuk dan nafasnya terengah-engah mencari udara segar begitu Imron mencabut penisnya, aroma sperma yang menusuk itu masih terasa di mulutnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Sherin sempat beristirahat sekitar dua menitan sebelum Nurdin menarik pergelangan kakinya dan membentangkan kedua pahanya, lalu dia mengambil posisi diantara kedua paha itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ok, Non sekarang saatnya ngejos hehehe!” seringainya mesum<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Jangan Bang, saya mohon…oohh, maafin saya !” Sherin mengiba dengan berurai air mata.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Waktu saya minta maaf dulu, Non juga ga maafin, enak aja sekarang minta maaf !” cibir Nurdin tanpa menghentikan aksinya mendorong penisnya memasuki vaginanya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Sakit…akh…lepaskan…uuhh !” rintihnya saat penis sopirnya menyeruak masuk menggesek dinding kemaluannya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ooohh…enak tenan memeknya Non biar udah ga perawan tapi masih seret !” komentar Nurdin<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Tuh kan kebukti kontol pacarnya kecil, kalo ngga pasti udah ga seseret sekarang, ya ga Din !” sahut Imron disambut gelak tawa keduanya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Siap yah Non, saya bakal ngebuktiin kalo saya lebih bisa muasin Non daripada pacar Non itu, hiihh !” habis mengucapkan kalimat itu Nurdin langsung menyodokkan penisnya diiringi erangan panjang Sherin.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Nurdin terus menghentak-hentakkan pinggulnya membuat tubuh Sherin berkelejotan, mulutnya mengap-mengap mengeluarkan rintihan yang justru membuat kedua orang itu tambah bernafsu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ayo liat sini, asyik nih buat nambah koleksi gua !” sahut Imron mengarahkan cameraphone itu pada mereka.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Jangan…tolong jangan ahhh…direkam…ahhh !” Sherin mencoba menutupi wajahnya dengan tangan<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Namun Nurdin malah merentangkan kedua tangannya itu ke samping sehingga Sherin tidak bisa menutupi wajahnya lagi. Nurdin tertawa-tawa melihat ke arah kamera seolah bangga bisa menikmati tubuh majikannya yang cantik itu. Sekitar tiga menit Imron mengabadikan adegan perkosaan itu sebelum dia sendiri bergabung menikmati tubuh mulus itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Imron menggerayangi seluruh tubuh Sherin serta menjilatinya, leher jenjang itu dicupangi sampai memerah. Lidah Imron yang menggelitik tubuhnya membuatnya makin menggelinjang.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Busyet, baru pernah gua main sama anak juragan sendiri, ternyata asoynya ga ketulungan !” kata Nurdin sambil terus menyetubuhinya tanpa ampun.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Tak lama kemudian, tubuh Sherin mengejang dan menekuk ke atas sampai tulang-tulang rusuknya terjiplak di kulitnya. Dia merasa seperti ada suatu ledakan hebat dari dalam tubuhnya yang tidak bisa ditahan dan menyebabkan tubuhnya menggelepar-gelepar bak ikan keluar dari air. Tidak dapat disangkal bahwa perasaan itu nikmat luar biasa melebihi kenikmatan yang pernah dirasakan bersama pacarnya. Nurdin masih terus menggenjotnya selama beberapa menit ke depan, dan akhirnya dia pun mencabut penisnya lalu buru-buru mendekati wajah Sherin dimana dia menyemprotkan spermanya. Cairan putih kental pun berceceran membasahi wajah dan rambut gadis itu. Sebelum sempat membersihkan cairan berbau tak sedap itu dari wajahnya, Imron sudah mengambil giliran memperkosanya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Imron membalikkan tubuhnya yang masih lemas itu ke posisi telungkup, kemudian pantatnya dia tarik hingga menungging.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Aaahhkkk…aahh !” erang Sherin dengan mata terbelakak, kedua tangannya mengepal keras ketika Imron melakukan penetrasi dari belakang.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Setidaknya dia masih bersyukur karena Imron tidak mengincar anusnya, terbayang olehnya betapa sakitnya di anal seks dengan penis sebesar itu sementara anusnya masih perawan. Berkat bantuan cairan kemaluannya, penis Imron lebih mudah menusuk vaginanya, itupun masih terasa nyeri.. Dia mulai mengocok vaginanya, mulanya perlahan tapi lama-lama kecepatannya semakin meningkat. Sherin sebentar mendesah, sebentar menggigit bibir merasakan kenimatan yang diberikan Imron, sepertinya dia sudah begitu mengikuti permainan yang dipimpin oleh dua pemerkosanya itu. Rasa jijik dan marah yang sedaritadi menyelubunginya berubah menjadi gairah kenikmatan, setidaknya untuk saat ini. Semakin kasar perlakuan yang diterimanya semakin nikmat rasanya, pinggulnya pun ikut bergoyang mengimbangi irama genjotan Imron. Desahan yang keluar dari mulutnya makin menunjukkan kenikmatan bukannya desahan korban perkosaan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Nurdin menaruh kursi di depan Sherin dan duduk di sana, selain kaos berkerahnya, bagian bawahnya sudah telanjang. Tubuh atas Sherin yang bertumpu di lantai itu diangkatnya ke antara dua pahanya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ayo…Non tadi belum dibersihin nih, jilatin sampai bersih yah !” suruhnya<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Tanpa harus disuruh kedua kalinya, Sherin yang sudah setengah sadar itu, meraih batang itu lalu menyapukan lidahnya membersihkan cairan yang belepotan di sana, sesekali dimasukkan ke mulut dan diemut sehingga pemiliknya merem-melek dan melenguh keenakan, penis itu pun perlahan-lahan membesar lagi di dalam mulutnya. Sementara dari belakang Imron masih asyik menyodok-nyodok vaginanya sambil kedua tangannya berpegangan pada kedua payudaranya. Butir-butir keringat sudah nampak pada kulit punggungnya seperti embun, wajahnya pun sudah bersimbah peluh bercampur sperma. Suatu saat Imron membenamkan penis itu hingga mentok dan memuntahkan isinya di dalam sana, tubuh pria itu mengejang sambil mengerang dengan suara berat. Nampak cairan putih itu meluber di sela-sela kemaluan Sherin membasahi daerah sekitar selangkangannya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Mereka berganti posisi lagi, Nurdin berkata bahwa dia ingin mencoba posisi yang pernah dilihatnya di sebuah film porno. Mula-mula diperintahkannya Sherin naik ke pangkuannya berhadapan. Dia sudah memegangi penisnya yang mengacung tegak itu ketika Sherin menurunkan tubuhnya sehingga otomatis penis itupun melesak ke vaginanya diiringi desahan.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Pegangan yah Non, kalo jatuh jangan salahin saya ntar !” suruhnya<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Setelah Sherin berpegangan pada bahunya, Nurdin pelan-pelan bangkit dari bangku, kedua tangannya menopang pantat Sherin sehingga kini posisinya digendong Nurdin dengan kedua tungkai menjepit pinggang Nurdin. Merasa pijakannya telah mantap, Nurdin pun menyentakkan badannya menggenjot vagina majikannya dengan gaya berdiri.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Wow…boleh juga jurus baru lu Din, sekali-sekali bisa gua coba nih !” kata Imron<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Berguna juga tuh film bokep, dapat pelajaran baru yang emang sip” sahut Nurdin yang makin ganas menggenjot Sherin. Dengan posisi demikian Sherin merasa vaginanya ditusuk dengan lebih keras dan dalam, payudaranya pun turut bergoyang-goyang seirama badannya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Nurdin dapat bertahan sekitar belasan menit dalam posisi yang cukup menguras tenaga itu, namun selama itu dia berhasil mengirim Sherin mencapai klimaks. Mereka terus menggarapnya tanpa mempedulikan kondisi Sherin yang sudah kepayahan. Sekarang Imron berbaring di lantai dengan memakai pakaiannya sebagai alas kepala, disuruhnya Sherin melakukan gaya woman on top dengan bergoyang di atas penisnya. Dengan pertimbangan mengakhiri perkosaan itu secepatnya, Sherin pun menaiki penis Imron lalu mulai menaik-turunkan tubuhnya. Belum sampai semenit bergoyang, dari belakangnya Nurdin mendorong punggungnya ke depan sehingga pantatnya agak terangkat.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ntar Pak Imron, gua belum keluar nih tadi, sekarang mo nyoba ngejos disini nih !” katanya sambil memasukkan dua jari ke anusnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Jangan Bang, jangan disana, saya takut !” mohonnya saat Nurdin mulai meludahi daerah itu agar licin serta mengeluarmasukkan jarinya sejenak.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Heh, udah diem aja Non, ntar juga enak kok !” Nurdin mulai membuka lubang itu dan tangan satunya mengarahkan senjatanya ke sana.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Imron yang dalam posisi berbaring memegangi kedua lengan Sherin agar tidak berontak.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Aaahh…aduh…sakit, ampun Bang, tolong hentikan !” rintih Sherin menyayat hati, tubuhnya mengejang, dan wajahnya meringis menahan perih<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Tanpa merasa iba, sopir bejat itu terus saja melesakkan penisnya dan menikmati jepitan dubur itu terhadap penisnya, begitu juga Imron di bawahnya, dia malah makin bergairah melihat ekpresi kesakitan Sherin, sesekali dia menyapukan lidahnya pada payudara yang menggelantung dekat wajahnya. Mereka berdua pun mulai menggenjot tubuh Sherin, dua penis menghujam-hujam vagina dan anusnya, sungguh suatu derita birahi yang luar biasa dialami gadis malang itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Gile, masih perawan loh pantatnya, sempit banget sampe berdarah gini !” kata Nurdin sambil meremasi bongkahan pantatnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Darah segar memang mulai nampak pada kulit pantatnya yang putih dan tangisan Sherin pun makin menjadi, namun itu tidak mengurangi kebiadaban kedua orang itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Beberapa saat kemudian ketiganya mencapai orgasme dalam waktu hampir bersamaan, yang paling awal adalah Nurdin, mungkin karena sempitnya, sperma itu menyemprot di dalam pantatnya dan meluber keluar bercampur cairan darah. Sherin pun menyusul beberapa menit kemudian bersamaan dengan Imron yang menumpahkan spermanya di dalam vagina Sherin. Tubuh Sherin pun akhirnya ambruk menindih Imron dengan penis masih menancap. Nurdin memakai kembali celananya, dia tersenyum puas sambil menyalakan sebatang rokok. Sebentar kemudian Imron pun bangkit dan melihat jam yang sudah menunjukkan jam lima kurang, dia membuka pintu dan memantau keadaan sekitar, sepi tidak ada ada tanda seseorang lewat sini. Sherin masih terbaring di lantai menangis sesegukan, keringat telah membasahi badannya, daerah selangkangannya penuh lelehan sperma dan di pantatnya sperma itu bercampur darah. Imron mengancamnya bahwa bila dia berani buka mulut atau pindah ke kampus lain, foto dan video klip itu akan disebarluarkan bahkan keselamatan pacarnya pun mungkin terancam.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Setiba di rumah, kedua orang tua Sherin masih belum ada di rumah, papanya memang sedang di luar kota sejak kemarin lusa dan mamanya sedang ikut arisan. Kesempatan ini tidak disia-siakan Nurdin untuk menikmati tubuh Sherin sepuas-puasnya. Dia memperkosa nona majikannya itu di kamar gadis itu serta di kamar mandi yang menyatu dengan kamar itu sekaligus mandi bersama. Sherin sendiri sepertinya sudah pasrah saja menikmati dirinya diperkosa seperti itu, pikirnya toh sudah telanjur basah, mandi saja sekalian. Perkosaan itu baru berhenti ketika mamanya pulang sekitar jam sembilan. Di depan nyonya besar itu, baik Nurdin dan Sherin bersikap seperti biasa, yang satu demi menutupi perbuatan bejatnya, yang lain demi menutupi rasa malu dan tidak ingin menyusahkan orang tuanya. Besoknya memang benar Nurdin mengundurkan diri dengan alasan ingin bekerja di kota lain bersama saudaranya, namun derita Sherin belum berakhir karena dia telah menjadi salah satu budak seks Imron, si penjaga kampus bejat itu.</div>
HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-4543422515272461432015-07-30T00:49:00.003-07:002015-07-30T01:25:56.740-07:00Nightmare Campus 2: Jesslyn’s Tragedy <table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPo8V523byq9R5gagMi3qYZ7RgbAWFPBFw9qos5h1lthI3ZfGSGAz5GcheqXd-bY4kRE5kNLEXvpZspDBqZe-pgNoVsxIL0q8deCDDDdid7_uJkdx-A9WL2mv2wFkqsWRYusZVN-NADYc/s1600/5.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPo8V523byq9R5gagMi3qYZ7RgbAWFPBFw9qos5h1lthI3ZfGSGAz5GcheqXd-bY4kRE5kNLEXvpZspDBqZe-pgNoVsxIL0q8deCDDDdid7_uJkdx-A9WL2mv2wFkqsWRYusZVN-NADYc/s320/5.jpg" width="288" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Jesslyn</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div style="background-color: white; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif;"><span style="font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px;">2 Juli 2007 oleh shusaku</span></span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Siang itu, sekitar jam sebelas, suasana kampus Universitas ***** tempat Imron bekerja sedang ramai-ramainya. Saat itu, ketika Imron sedang mengepel lantai di dekat kantin, lewatlah serombongan mahasiswi yang terdiri dari empat orang di depannya. Keempatnya memang cantik-cantik, namun ada satu diantaranya yang menarik perhatian Imron, si penjaga kampus itu, bukan karena dia yang tercantik, karena tiga lainnya juga sama cantiknya, melainkan karena Imron merasa pernah melihat gadis ini sebelumnya, tapi entah dimana, dia memutar otak mencoba mengingatnya. Aha…akhirnya dia teringat dimana dia melihat gadis ini, dan ini berarti ada mangsa empuk hari ini tanpa harus susah-susah berusaha, demikian katanya dalam hati dengan seringai licik. Untuk lebih jelasnya marilah kita kembali sejenak ke beberapa hari sebelumnya untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin: 0px; padding: 0px;">LIMA HARI SEBELUMNYA :</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Imron sedang berbaring di biliknya sambil jarinya mengutak-atik tombol-tombol HP hasil temuan itu. Belakangan ini dia memang sedang sibuk mempelajari penggunaan cameraphone itu, setting bahasa yang telah diatur ke dalam Bahasa Indonesia dan otaknya yang pada dasarnya cerdas mempercepatnya mengerti penggunaan teknologi abad-21 ini. Sebuah program aplikasi dalam ponsel itu membuatnya penasaran karena tidak bisa dijalankan, setiap masuk ke program itu pasti akan ditanya password, program itu tidak lain ‘Handy Photosafe’ yang berfungsi menyimpan file gambar yang bersifat pribadi. Tadinya mau dia biarkan atau kalau perlu hapus saja program tidak berguna itu, namun ketika dia melihat-lihat notes pada ponsel itu, mulailah dia berpikir siapa tahu passwordnya ada di sini, karena selain jadwal disitu juga terdapat beberapa catatan aneh. Iseng-iseng dicobanya satu-satu kata-kata dalam notes itu, kalau bisa syukur, tidak pun tak mengapa.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Tanpa diduga, salah satu kata dalam notes itu ternyata memang kata sandi yang diminta sehingga dia dapat mengakses lebih jauh program itu. Di dalamnyalah terdapat sekitar duapuluhan foto-foto perempuan telanjang dan setengah telanjang yang sepertinya hasil jepretan cameraphone itu. Hehehe…asyik rejeki nomplok, katanya dalam hati sambil menikmati gambar-gambar itu. Waktu itu belum terpikir olehnya kalau salah satu gadis di file itu adalah mahasiswi di kampus tempatnya bekerja, dia baru tahu hari ini ketika gadis tersebut lewat di depannya.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Chapter II : Jesslyn’s Tragedy</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Masih belum yakin, dia buru-buru masuk ke gudang peralatan di dekat situ dan mengeluarkan cameraphonenya, dilihatnya sekali lagi gadis dalam gambar itu untuk memastikan. Ya, sepertinya tidak salah lagi itu memang dia, nama filenya jesslyncute03.jpg. Hmmm…apakah namanya Jesslyn pikirnya, kalau benar kemungkinan besar nomor HPnya juga ada dalam daftar teleponnya. Buru-buru dia membuka daftar nomor pada cameraphone itu dan benar disitu memang ada nama Jesslyn, tapi apakah itu nomornya. Dihubungilah nomor itu sambil mengamati lewat kaca nako, senyum kemenangan muncul di wajahnya ketika gadis itu mengangkat ponselnya dari tasnya menjawab panggilannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Eh, Ricky udah ketemu yah HP lu !” katanya begitu mengangkat HP-nya</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Hai Jesslyn, foto-fotonya bagus sekali senang loh melihatnya, hehehe…!”</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Ekspresi kaget terlihat dari wajahnya begitu mendengar jawaban dengan suara berat itu, dia nampak meminta ijin meninggalkan meja pada teman-temannya dan berjalan ke tempat yang lebih sepi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Siapa ini, apa maksudlu !” katanya dengan nada panik</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Hehehe…saya cuma ngomentarin foto Non di HP ini kok, abis cantik, terus bodynya wuiihhhh, jadi saya sekalian mau minta ijin buat dicetak terus dijual…hehehe”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Heh bangsat, apa sih maulu sebenernya, kalo berani keluar, jangan jadi pengecut !” nadanya mulai marah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Huehehe…jangan marah-marah gitu Non, jadi takut ah, padahal kan Non besok bakal jadi selebritis di kampus setelah foto-foto asoy Non dipajang di papan pengumuman”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Perkataan barusan sontak membuat Jesslyn bagai disambar petir, dia sadar dirinya telah terjebak dalam situasi tidak menguntungkan sekaligus menyesali dulu pernah membuat foto-foto seperti itu untuk Ricky, mantan pacarnya yang juga pemilik HP yang tertinggal itu.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Tolong, jangan, lu mau apa sebenarnya, kita rundingkan dulu gimana ?” katanya gugup</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Hmm…boleh memang itu yang mau saya bicarakan, gini aja Non, kita ketemu jam tiga nanti di mini teater, di gedung sastra lantai lima untuk membicarakannya, dan oo..iya pastikan jangan ada yang tahu apa yang kita bicarakan sekarang kalau tidak mau yang lain tahu” katanya sebelum menutup pembicaraan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Gadis itu kembali ke mejanya dengan wajah lesu, dia menggeleng dengan senyum dipaksa saja ketika teman-temannya menanyakan hal itu dan menjawab dengan alasan dibuat-buat. Dia tetap bersikap biasa dan pura-pura riang di depan mereka agar tidak ada yang curiga. Selama mengikuti perkuliahan di kelas dia tidak konsen memikirkan apa yang akan dilakukannya nanti dan apa yang akan diperbuat orang tak dikenal itu terhadapnya, juga merasa kesal dan marah pada orang keterlaluan itu.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Jesslyn, nama gadis itu, baru berumur 19tahun dan memasuki tahun keduanya kuliah di fakultas teknik industri. Parasnya cantik, berkulit putih bersih dengan tinggi 170cm dan berat 49kg, payudaranya berukuran sedang, pas dengan postur tubuhnya, rambutnya yang dicat kemerahan terurai sedada. Orang bilang dia mirip Lee Hyori, personel group penyanyi Fin. K.L. asal Korea. Hari itu dia memakai tanktop pink berdada rendah dengan setelan luar berwarna putih, bawahannya memakai celana panjang putih 3/4 yang menjiplak tungkainya yang ramping dan panjang serta memperlihatkan betisnya yang putih mulus. Foto-foto itu memang pernah dia buat waktu berpacaran dengan Ricky yang baru saja putus baik-baik dua bulan lalu. Sebenarnya ketika mendengar Ricky kehilangan HPnya itu, hatinya sudah was-was kalau saja foto itu ada yang melihat, dia cuma bisa berharap orang yang menemukan HP itu tidak mengetahui passwordnya. Sekarang apa yang ditakutinya itu benar-benar terjadi, orang itu telah menemukan passwordnya gara-gara kecerobohan Ricky sendiri yang memang pelupa sehingga dia menaruh password di notes.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Jam tiga, waktu yang ditentukan pun tiba, kampus sudah mulai sepi, terutama di lantai-lantai atas. Ketika dia memasuki lift pun sudah tidak ada siapa-siapa lagi, jantungnya semakin berdebar-debar seiring dengan angka pada lift yang makin menaik. Ting ! pintu lift membuka, tibalah dia di lantai lima, langkahnya terasa berat menyusuri koridor yang sudah sepi itu hingga akhirnya dia tiba di depan mini teater yang dimaksud, ruangan itu berfungsi sebagai ruang multimedia bagi anak sastra, untuk menonton film ataupun presentasi, untuk itu piranti seperti vcd/dvd player, video tape, dan proyektor lengkap tersedia disana. Jam-jam segini fakultas sastra umumnya sudah tidak ada kuliah lagi, itulah mengapa Imron memilih tempat ini. Setelah lima menit menunggu tanpa melihat seorangpun, diapun menghubungi nomor (bekas) Ricky.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Aahh…Non Jesslyn, gimana janji kita ?” jawab suara di seberang sana begitu diangkat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Ga usah basa-basi lah, lu dimana, gua ini udah di depan mini teater tau” jawabnya ketus</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Oohh…bagus-bagus, akhirnya Non dateng juga, saya kira mau batalin janji, kalau gitu silakan buka aja pintunya Non, ga dikunci kok, saya udah seperempat jam disini, khusus nungguin Non, hehehe !”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Dengan tegang dia membuka pintu itu dan seraut wajah tua tak bersahabat muncul.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Ooo…Non Jesslyn, mari masuk sudah saya tunggu daritadi” sapa orang itu</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Jadi Bapak orangnya, kurang ajar, berani-beraninya…!” bentak Jesslyn memelototkan matanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Kurang ajar yah, heheheh…udah ah Non, jangan marah-marah gitu lagi, serem ah !” katanya dengan nada mengejek “kita disini kan buat berunding Non, lupa ya ?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Tolong Pak, serahkan HPnya ke saya atau paling tidak hapus foto-fotonya !” pintanya</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Yeehh…masa gampang gitu Non, saya susah payah ngundang Non kesini cuma buat itu” katanya mencibir</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Heh…denger yah, Bapak bisa saya laporkan ke polisi tau !” bentaknya bertambah emosi</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Wah…asyik dong, polisinya untung tuh bisa ngeliatin foto-foto ini terus yang lain juga bakal tau juga” timpalnya kalem sambil menunjukkan foto bugil dirinya di HP itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Jawaban itu langsung membuatnya terkesiap tanpa sanggup berkata-kata lagi selain menatap Imron yang tersenyum penuh kemenangan, ruangan itu sunyi sejenak.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Foto-foto ini ga akan Bapak publikasikan dan Bapak juga akan tutup mulut” katanya memecah kesunyian “asal Non…” sambil melanjutkan kata-katanya dia mendekati Jesslyn dan meraih kerah setelan luarnya untuk dilucuti.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Tidak, jangan macam-macam Pak !” katanya dengan menahan tangannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Hhmmhh…jadi ga setuju nih ? ya udah, ga maksa kok, kalau gitu sekarang Bapak ke tempat cetak digital aja”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Tak berdaya Jesslyn dibuatnya, pikirannya kalut dan panik membayangkan apa yang bakal terjadi kalau foto-foto itu tersebar. Karena tak ada jalan lain lagi, dia menurunkan tangannya membiarkan Imron membuka setelan luarnya, kain itu pun jatuh ke lantai sehingga kini bahu dan lengannya yang putih mulus itu dapat dilihat Imron. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi selain yang satu ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Nah, gitu dong, ternyata Non pinter memilih mana yang lebih baik” kata Imron seraya berjalan ke pintu di belakang Jesslyn lalu menguncinya.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Imron mengitari sejenak tubuhnya mengamat-ngamati kesempurnaan tubuh yang langsing bak biola itu. Tatapan Imron yang jalang itu menyebabkan wajahnya tertunduk malu dan kedua tangannya disilangkan di dada padahal belum juga ditelanjangi. Tak bisa lagi menahan nafsunya, Imron mendekap tubuh Jesslyn dari belakang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Pak jangan, aahh…sudah lepaskan !” Jesslyn berusaha berontak ketika tangan itu mulai merambahi payudaranya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Udahlah Non, nurut aja biar kita sama-sama enak, kalau Non berontak terus saya bakal main kasar loh, mau ?!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Kemudian tangannya mencengkram buah dada Jesslyn dari luar dan meremasinya dengan gemas, rambut panjangnya dia sibakkan ke kiri dan menghirup aroma tubuhnya yang harum. Perasaan jijik ditambah putus asa membuatnya meneteskan air mata, dirasakannya ada benda mengganjal pantatnya dari balik celana Imron, dia mulai terangsang ketika lidah Imron menyapu telak lehernya sehingga membuat bulu kuduknya merinding. Imron meneruskan rangsangannya dengan mejilati telinga Jesslyn, lidahnya didorong-dorong ke lubang telinganya menyebabkan Jesslyn menggelinjang dan meronta kecil antara menolak dan terangsang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Jangan…jangan, ahhh…ahh !” katanya menghiba</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Tangan kanannya kini mulai menyusup lewat bawah baju Jesslyn menyentuh perutnya dan menyusup ke balik bra-nya. Jesslyn menggeliat karena tangan kasar itu terasa geli di payudaranya yang halus, terlebih ketika Imron menggesekkan jarinya pada putingnya. Sambil merasakan kepadatan dan kehalusan payudara Jesslyn, Imron terus mencupangi lehernya yang jenjang meninggalkan bekas merah pada kulit putih itu. Jesslyn hanya bisa menggigit bibir bawah dengan mata terpejam menerima serbuan-serbuan erotis pria setengah baya ini. Sekarang tangan satunya bergerak ke bawah perut melepaskan sabuknya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Nggak Pak, jangan disitu !” desisnya dengan terisak</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Tanpa mempedulikan ocehan Jesslyn, Imron terus bergerak membuka kancing disusul resleting celananya, dan masuklah tangan kirinya lewat atas celana dalamnya, dirasakannya bulu-bulu halus yang menyelimuti daerah kewanitaannya.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Tangannya mula-mula hanya mengelus-elus permukaanya, lalu sebentar kemudian jarinya mulai merayap masuk ke belahannya mengaduk-aduk bagian dalamnya. Hal ini membuat tubuh Jesslyn bergetar dan nafasnya semakin tidak teratur, rupanya dia sudah tak kuasa menahan diri lagi. Mulutnya menceracau tak jelas dan kakinya terasa lemas, kalau saja tidak didekap Imron mungkin tubuhnya kehilangan topangan. Imron meningkatkan serangannya untuk membuat gadis itu takluk sepenuhnya dengan cara memainkan klitorisnya, daging kecil itu dia gesekkan pada jarinya dan sesekali dipencet-pencet sehingga pemiliknya tersentak dan mengerang, Jesslyn tinggal pasrah saja membiarkan Imron mengocok-ngocok vaginanya dengan jarinya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Haha…mulai konak ya Non, liat udah basah gini !” ejeknya dekat telinga Jesslyn</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Kalau mau terus terang, memang Jesslyn sudah terangsang berat, namun disisi lain dia juga merasa harga dirinya direndahkan oleh penjaga kampus itu, hal ini jelas-jelas pemerkosaan.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Beberapa saat kemudian, Imron mengeluarkan tangannya dari celana Jesslyn, jari-jarinya basah oleh lendir vagina. Dia lantas mengangkat Jesslyn dengan kedua lengan kokohnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Aaww…mau apa Pak, lepasin, lepasin !” Jesslyn menjerit kecil sambil meronta-ronta</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Dibaringkannya tubuh itu diatas sebuah meja dengan kedua kaki terjuntai. Begitu menurunkan tubuh Jesslyn, Imron langsung mencopot tank-top beserta bra dibaliknya lalu dilemparkan ke belakang, rontaan Jesslyn malah membuat Imron semakin bernafsu. Dengan sigap ditangkapnya kedua pergelangan tangan Jesslyn lalu mencondongkan tubuhnya ke depan sampai hampir menindihnya. Jesslyn menggelengkan kepalanya kekiri dan kanan menghindari Imron yang makin mendekatkan wajahnya untuk menciuminya.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Nggak mau Pak, jangan…minggir…mmmhh !” kata-katanya terhenti saat bibir Imron akhirnya melumat bibir mungilnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin: 0px; padding: 0px;"> Jesslyn merapatkan bibirnya kuat-kuat sebagai tanda penolakan, namun lama-lama pertahanannya bobol juga karena Imron terus merangsangnya dengan menjilati bibirnya dan mendesak-desakkan lidahnya. Mulut Jesslyn mulai membuka dan secara refleks menyambut lidah Imron dan beradu dengan panasnya. Merasa korbannya sudah berhasil dijinakkan, Imron melepas pegangannya pada tangannya dan beralih mengelusi payudaranya. Nafas Jesslyn sudah putus-putus ketika Imron melepas ciumannya, dia memalingkan wajahnya ke samping, tapi Imron menatap wajah cantiknya dan mengelus wajahnya.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Non ini cantik sekali, Bapak emang beruntung hari ini Non mau ngentot sama Bapak !” pujinya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Siapa yang mau main sama lu kalo ga dijebak gini, dasar bajingan licik !” umpat Jesslyn dalam hati dengan tatapan penuh kebencian.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Sekarang sasarannya adalah kedua payudara montok Jesslyn, Imron dengan rakus melumat daging kenyal itu dengan mulutnya, dikenyot dan dijilati, sementara tangannya meremasi yang sebelahnya. Jesslyn meringis di tengah desahannya karena payudaranya terasa sakit oleh remasan Imron yang kasar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Ooohh…!” desahnya ketika Imron menyentil-nyentilkan lidahnya pada putingnya yang sensitif, kadang disertai gigitan kecil yang membuatnya makin menggelinjang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Setelah puas menyusu, Imron melepaskan sepatu bertumit tinggi yang dipakai Jesslyn agar bisa meloloskan celananya. Kembali Jesslyn hanya bisa pasrah saja ketika celana berikut celana dalamnya ditarik lepas sehingga kedua paha mulus dan kemaluannya yang berbulu lebat pun terlihat. Hawa dingin dari AC menerpa tubuhnya yang sudah telanjang bulat. Segera setelah menelanjanginya, Imron pun membuka seluruh pakaiannya hingga sama-sama bugil.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Jesslyn terhenyak dengan menyilangkan kedua tangan menutupi dada dan mengatupkan kedua belah pahanya melihat penis Imron yang hitam besar itu sudah mengacung dengan gagahnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Tenang aja Non, sekarang Bapak mau ngelicinin memek Non dulu biar Non ga kesakitan nanti !” katanya seraya mendorong tubuh Jesslyn kembali rebah di meja.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Diambilnya sebuah kursi dan dia duduk tepat di depan kemaluan Jesslyn seperti dokter kandungan sedang memeriksa pasiennya saja. Kedua tungkai Jesslyn yang menjuntai diangkatnya dan diletakkan di bahunya. Matanya menatap tajam kearah kemaluan yang sudah basah itu, hembusan nafasnya makin terasa bersamaan dengan wajahnya yang makin mendekat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Aahhh…Pak !” desahan halus keluar dari mulutnya saat Imron menyapukan lidahnya pada bibir kemaluannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Lidah Imron semakin liar saja, kini lidah itu memasuki liang vaginanya dan bertemu dengan klitorisnya. Badan Jesslyn bergetar seperti tersengat listrik dengan mata merem-melek Bukan saja menjilati, Imron juga memutar-mutarkan telunjuknya di liang itu, sementara tangan lainnya mengelusi paha dan pantatnya yang mulus.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Permainan mulut Imron pada daerah yang paling pribadinya itu mau tidak mau membawa perubahan pada dirinya. Geliat tubuhnya sekarang tidak lagi menunjukkan perlawanan, dia nampak hanyut menikmati perlakuan Imron, hati kecilnya menginginkan Imron meneruskan aksinya hingga tuntas. Dibawah sana Imron makin meningkatkan serangannya menjilat dan mengisap vaginanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Mmmhh…memeknya asoy banget Non, rajin dirawat yah ?” gumam Imron ditengah aktivitasnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Sepuluh menit kemudian, tanpa dapat ditahan lagi cairan pelumas membanjir keluar dari vaginanya diiringi erangan panjang,tubuhnya menggelinjang tak terkendali, ya…dia telah orgasme, orgasme dari orang yang menjebak dan memperkosanya. Imron dengan rakusnya menyeruput cairan yang keluar seperti orang kelaparan, terdengar bunyi sslluurpp….sssrrppp…! dari hisapannya.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Tubuh Jesslyn pun melemas setelah menegang sesaat, matanya terpejam dengan nafas terengah-engah. Tiba-tiba dia membelakakan matanya karena merasakan suatu benda tumpul menyentuh bibir vaginanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Jangan…jangan masukin !” katanya dengan suara lemas</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Dia terlalu lemas untuk meronta setelah orgasmenya barusan. Kini Imron telah berdiri diantara kedua pahanya dengan kepala penis sudah menempel di vaginanya, kedua betis Jesslyn dia sangkutkan di bahunya yang lebar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Nah, sekarang udah licin Non, ga bakal sakit, tahan yah, uuhh…!!” begitu menyelesaikan kata-katanya ditekannya penis itu masuk.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Jesslyn merintih menahan nyeri saat penis besar itu menyeruak ke dalam kemaluannya yang sempit, demikian juga Imron meringis menahan sakit merasakan penisnya tergesek dinding vaginanya. Dengan beberapa kali gerakan tarik dorong yang keras maupun lembut, penis itu akhirnya terbenam seluruhnya. Mata Jesslyn sudah basah oleh air mata ketika itu, tangisan yang disebabkan rasa frustasi, nyeri, dan ketidakberdayaan.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Penis itu terasa sangat sesak di liang vaginanya, ini memang bukan pertama kalinya bagi Jesslyn, namun penis mantan pacarnya, Ricky tidaklah sebesar milik Imron.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Oohh…enak banget Non, sempit, legit, padahal udah gak perawan, hehehe…!” katanya sambil menggenjot.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Imron meningkatkan tempo goyangannya, penis yang besar dan berurat itu menggesek dan menekan klitorisnya ke dalam setiap kali menghujam. Kedua payudaranya yang membusung tegak itu ikut berguncang hebat seirama guncangan badannya. Imron meraih yang sebelah kanan dan meremasnya dengan gemas. Gairah Jesslyn mulai bangkit lagi, dia merasakan kenikmatan yang berbeda dari biasanya, yang tidak didapatnya saat bercinta dengan mantan pacarnya itu, ditambah lagi sudah sejak putus dua bulan yang lalu tubuhnya merindukan belaian pria. Tanpa disadari dia juga ikut menggoyangkan pinggulnya seolah merespon gerakan Imron.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Turun Non, kita ganti gaya !” perintahnya</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Mungkin karena saking terangsangnya, Jesslyn menurut saja apa yang dimintanya, Imron mengatur posisinya berdiri dengan pantat agak ditunggingkan, tangannya bertumpu pada meja di depannya. Dan, penis Imron kembali memasuki vaginanya dari belakang. Dalam posisi demikian, Imron memaju-mundurkan pinggulnya sambil berpegangan pada kedua payudara Jesslyn. Mulutnya sibuk menciumi pundak dan lehernya membuat Jesslyn serasa melayang, sekonyong-konyong dia tidak merasa diperkosa karena turut menikmatinya. Ditariknya wajah Jesslyn hingga menengok ke belakang dan begitu wajahnya menoleh bibir tebalnya langsung memagut bibirnya. Karena sudah pasrah, Jesslyn pun ikut membalas ciumannya, lidah mereka saling membelit dan beradu, air liur mereka menetes-netes di pinggir bibir.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Setelah sepuluh menit dalam posisi berdiri itu, Jesslyn merasa genjotanya makin kencang dan disusul cairan hangat memenuhi rahimnya. Imron melenguh panjang, penisnya masih menghujam-hujam namun frekuensi goyangannya menurun, sperma yang ditumpahkannya sebagian meleleh membasahi selangkangan Jesslyn. Untuk yang satu ini Jesslyn merasa agak lega karena saat itu bukan masa suburnya, tapi juga merasa kesal Imron menumpahkan spermanya sembarangan tanpa bertanya terlebih dulu, bagaimana seandainya kalau saat itu sedang subur, tapi…kalaupun ya, apakah Imron mau tahu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Ohh…apa yang terjadi padaku, ini pemerkosaan, tapi kenapa…kenapa aku malah menikmati, dengan orang macam ini pula !” Jesslyn mengalami konflik batin sedemikian rupa, tak habis pikir dia bagaimana mungkin dirinya begitu bergairah menikmati persetubuhan barusan, “bagaimana mungkin seorang penjaga kampus rendahan seperti ini bisa berbuat seperti itu terhadapku, seorang mahasiswi terpelajar, anak dari keluarga terhormat, ini gila…gila!” seribu satu konflik berkecamuk dalam pikirannya.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Jesslyn masih terbengong-bengong dengan tatapan mata kosong ketika gairah Imron mulai bangkit lagi. Dia menarik tubuhnya dari meja dan berpindah ke lantai tanpa melepas penisnya yang masih menancap, lalu diaturnya posisi Jesslyn seperti merangkak. Rasa dingin dari lantai marmer putih menjalari tubuh Jesslyn begitu lutut dan tangannya menempel di sana. Kembali Imron menghujam-hujamkan penisnya dengan berbagai variasi, Jesslyn pun mengiringinya dengan desahan. Sensasi nikmat mengaliri tubuh gadis itu, sampai suatu saat dia merasa dinding-dinding kemaluannya makin berdenyut-denyut serta makin menjepit kuat penis yang sedang menghajarnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Aahh…Pak…Pak…!” desisnya saat diambang klimaks</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Desahan Jesslyn semakin seru sampai dia merasa ada sesuatu yang meledak-ledak dalam dirinya, tubuhnya mengejang hebat, dan cairan kewanitaannya bercampur dengan sperma yang tadi ditumpahkan Imron meleleh keluar membasahi paha dalamnya.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Ketika gelombang klimaks mulai surut, Imron melepas penisnya dan pindah ke depan, rambut kemerahannya dia jenggut sehingga tubuhnya terangkat ke posisi berlutut.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Isap Non, cepet !” perintahnya setengah memaksa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Karena ingin secepatnya menuntaskan penderitaan ini, Jesslyn pun meraih penis yang sudah penuh lendir itu, sambil memejamkan mata dimasukkannya benda itu kemulutnya. Walaupun merasa jijik dengan baunya dan bulu-bulu kasarnya yang sudah basah, dia mau tidak mau mengulumnya, menghisap dan memainkan lidahnya dengan harapan bajingan ini keluar secepatnya dan membebaskannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">“Mmmm…gitu Non, gitu, ternyata Non nyepongnya jago yah !” komentar Imron sambil merem-melek menikmati emutan Jesslyn.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin: 0px; padding: 0px;">Lima menitan kemudian, Imron mengerang panjang bersamaan dengan menyemprotnya spermanya di dalam mulut Jesslyn. Jesslyn gelagapan karena keluarnya cukup banyak, sebagian cairan kental itu meluap membasahi bibirnya. Sebelum semprotannya berhenti, Imron sudah menarik penisnya dari mulut Jesslyn sehingga sisanya yang tinggal sedikit mendarat di pipi dan hidung mancungnya.</span></span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; padding: 0px;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small; margin: 0px; padding: 0px;">Tubuh Jesslyn ambruk di lantai yang dingin, nafasnya naik turun mengambil udara segar setelah beberapa saat disumpal penis besar. Badannya terasa pegal-pegal, keringat membasahi sekujur tubuhnya walaupun ruangan itu ber-AC. Imron menyuruhnya tutup mulut tentang kejadian ini, juga tentang ponsel yang ternyata milik mantan pacarnya itu kalau mau rahasianya aman. Begitu sampai di rumahnya, Jesslyn langsung menyiram dirinya di bawah shower, membersihkan tubuhnya dari kenajisan yang baru dialaminya. Tubuhnya terduduk di box shower itu dan mulai menangis menumpahkan segala perasaannya yang campur aduk itu. Di saat yang sama Imron pun sedang mandi, cuma bedanya Imron sambil senyum-senyum, sebuah senyum kepuasan karena telah berhasil menambah satu nama lagi dalam daftar korbannya yang akan terus bertambah.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
###########################</div>
HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-6048453158189886682015-07-30T00:38:00.000-07:002015-07-30T00:38:34.233-07:00Nightmare Campus 1: Rise of The Pervert <span style="background-color: white; color: #999999; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 10.9440002441406px; line-height: 17.5104007720947px;">2 Juli 2007 oleh </span><a href="https://kisabb2.wordpress.com/author/shusaku/" style="background-color: white; color: #265e15; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 10.9440002441406px; line-height: 17.5104007720947px; margin: 0px; padding: 0px; text-decoration: none;" title="Pos-pos oleh shusaku">shusaku</a><br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3AaWlrOyEKo2IQ-4gzXOt9vuUx9hwhdstqO4NodtykE1idV47ilpWre3j2S6dwyJ6TiU7nb5lM6YSmBBHybhxNIr2pHq3U0Onyk1uU2BYg5zxnTRKJKuVn0F1_hMFgccL_Xf4HWlzGxM/s1600/3.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3AaWlrOyEKo2IQ-4gzXOt9vuUx9hwhdstqO4NodtykE1idV47ilpWre3j2S6dwyJ6TiU7nb5lM6YSmBBHybhxNIr2pHq3U0Onyk1uU2BYg5zxnTRKJKuVn0F1_hMFgccL_Xf4HWlzGxM/s320/3.jpg" width="240" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3TYfsWoqpE-gaWASVL59soQ7WVQ_kcx8VQXDVdQltI2HxB31xRYg707GgLYT0VAeBQxEKaTCn49hZ9j8q5dSW6YEGdQFxZzQxnATlOBDOmLrB_vEa1vZ4MT3_24t5R9hGCRsZX6Apzzo/s1600/2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3TYfsWoqpE-gaWASVL59soQ7WVQ_kcx8VQXDVdQltI2HxB31xRYg707GgLYT0VAeBQxEKaTCn49hZ9j8q5dSW6YEGdQFxZzQxnATlOBDOmLrB_vEa1vZ4MT3_24t5R9hGCRsZX6Apzzo/s320/2.jpg" width="216" /></a></div>
<br />
(Gambar hanya ilustrasi jika mengenalnya, mohon jangan pahlawan kesiangan. . .it just fun)<br />
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Imron adalah karyawan penjaga kampus sebuah perguruan tinggi swasta berusia pertengahan limapuluh. Sosoknya sedang dengan body lumayan berisi, wajahnya jauh dari tampan, hitam dan agak bopengan, matanya pun cekung ke dalam berkesan ngantuk. <span id="more-2478" style="margin: 0px; padding: 0px;"></span>Masa lalunya bisa dibilang kelam, dulunya dia adalah seorang penjahat yang ditakuti dan beberapa kali keluar masuk penjara, bekas luka sepanjang sejengkal di dadanya adalah hasil pertarungan antar geng dulu. Tampangnya yang seram dan tidak bersahabat itu, ditambah masa lalunya yang seram plus sifat penyendirinya membuatnya seringkali dipandang rendah oleh mahasiswa, dosen, maupun sesama rekan karyawan di kampus itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Dia tetap menjalankan tugasnya dengan rapi tanpa mempedulikan omongan orang-orang di sekitarnya. Bekerja di lingkungan itu membuatnya sering menelan ludah melihat tingkah polah para mahasiswi cantik dan dosen-dosen muda yang berpakaian seksi memperlihatkan paha mulus, pusar, maupun belahan dada mereka dengan pakaian berleher rendah, juga sesekali dia memergoki beberapa diantaranya berhubungan badan di areal kampus seperti mobil, toilet, ruang kuliah, dan lain-lain. Semua itu dia anggap sebagai hiburan semata sampai suatu ketika naluri jahat dalam dirinya kembali muncul ketika dia menemukan sebuah cameraphone yang yang tertinggal di kelas. Benda itu diambil dan dipelajarinya, sebentar saja dia sudah paham penggunaannya terutama cara pengambilan gambar dan merekam video klip. Dari sinilah terbesit niat jahat untuk membalas segala perlakuan yang selama ini dia terima dan mewujudkan angan-angannya menikmati tubuh para wanita cantik di kampus dengan cara memeras mereka dengan foto-foto memalukan yang bisa dia ambil dengan alat itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Chapter I : Ellen’s Tragedy<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Hari itu, Imron mulai menyeleksi siapa yang akan dijadikan mangsa pertamanya. Dia bingung menentukan pilihan karena begitu banyak gadis-gadis cantik disana baik dari kalangan mahasiswi maupun dosen, dan kesempatan untuk mengambil gambar pun perlu momen yang tepat. Keberuntungan berpihak padanya ketika sore jam limaan dimana kampus mulai sepi, dia menemukan sepasang muda-mudi yang sedang berasyik-masyuk di ruang senat. Jendela ruangan itu dicat sebagian, tapi jika berjinjit sedikit maka kita akan bisa mengintip ke dalam melalui bagian yang tidak bercat. Di atas sofa nampak Ellen dan Leo (keduanya mahasiswa fakultas ekonomi) sedang beradegan panas saling melepas hasrat birahinya. Pakaian keduanya sudah tersingkap sana-sini, Leo sudah melepaskan celana panjangnya dan menindih tubuh Ellen yang sudah setengah bugil dengan kaos dan bra tersingkap dan tinggal memakai celana dalam saja, celana panjang Ellen sudah tergeletak di lantai.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Mmhhh…eenngghhh !” desah Ellen sambil meremasi rambut Leo ketika pemuda itu mengisapi payudaranya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Tangan Leo merayap ke bawah dan menyusup ke balik celana dalamnya sehingga pada celana dalam itu nampak gumpalan yang bergerak-gerak. Dengan gemetaran, Imron mengeluarkan cameraphone itu dari saku celananya dan mulai mengarahkan lensanya ke arah pasangan yang sedang bermesraan itu. Dengan sabar dan hati-hati, direkamnya adegan demi adegan dalam bentuk foto maupun video klip. Sambil mengambil gambar, tangan satunya tidak bisa menahan diri mengocok penisnya yang sudah mengeras dari luar celana. Ketika mereka sudah mau selesai dan hendak keluar dari ruang itu, Imron pun segera pergi dari situ, rencananya dia akan segera menjalankan aksinya setelah itu, tapi sayangnya kedua muda-mudi itu pulang bersama, lagi pula lebih baik sabar menunggu besok agar gadis itu sudah bersih dan segar kembali dari sisa-sisa persetubuhannya, demikian pikirnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Malamnya, Imron menikmati gambar-gambar dan video klip yang diambilnya barusan sambil mengocok penisnya, selain itu dia juga memikirkan saat yang tepat untuk mengerjai Ellen besoknya. Keesokan harinya, setelah beberapa saat mencari orang yang ditunggu, Imron akhirnya menemukan gadis itu sedang mengikuti kuliah di sebuah kelas. Tidak mau kehilangan buruannya, dia terus membuntuti diam-diam dan menunggu waktu untuk berbicara dengannya. Ellen nampak begitu cantik hari itu, dia memakai kaos ketat warna merah yang mencetak bentuk tubuhnya dipadu dengan rok jeans selutut, rambutnya yang hitam sedada itu diikat ke belakang memperlihatkan lehernya yang jenjang dan putih mulus. Tahun ini dia memasuki usianya yang ke-21, anak seorang pemilik toko emas ini selalu berdandan modis tapi tidak norak, sehingga termasuk salah satu bunga di kampus ini. Leo, pemuda yang kemarin bercinta dengannya adalah senior satu angkatan diatasnya, belum sampai sebulan Leo menyatakan cintanya dan diterima dengan mulus.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Saat itu adalah jam satu siang di basement parkir, Ellen baru saja melemparkan tas dan diktat kuliahnya ke dalam mobil dan hendak masuk ke kemudi ketika terdengar Imron, si penjaga kampus itu muncul dan menyapanya dari belakang.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Siang Non !! Sudah mau pulang ya !” sapanya dengan suara pelan<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Haduh…ngagetin aja bapak ini, ada apa sih Pak !” jawabnya agak ketus sambil mengelus dada.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Hehe…anu non, bapak cuma mau ngasih liat sesuatu buat non yang sepertinya penting” jawabnya dengan terkekeh.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Apan sih Pak, cepetan deh saya mau pulang nih !”<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Imron pun mengeluarkan HP-nya dan memperlihatkan file-file gambar itu kepada Ellen. Betapa kagetnya gadis itu, ekspresi wajahnya seperti melihat setan, pucat dengan mulut ternganga begitu melihat gambar pertama yang ditunjukkan yaitu dirinya sedang mengulum penis Leo kemarin sore, disusul gambar-gambar berikutnya yang semua berisi adegan syur dirinya bersama kekasihnya itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“A-a-apa-apaan ini Pak, apa…apa maksudnya semua ini !?” tanyanya terbata-bata dengan ekspresi kebingungan bercampur kaget.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Hehehe…bagus yah non ? kalo saya cetak fotonya gimana non ?” wajah Imron menyeringai mesum<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Kurang ajar, apa sebenernya mau Bapak ?” Ellen menjadi geram sehingga hampir berteriak, keringat mulai menetes di dahinya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ssttt…ssssttt…jangan keras-keras dong non, nanti yang lain denger gimana” Imron mengacungkan telunjuk di depan hidungnya dengan tetap cengengesan, “nah, gimana kalau kita bicarakan di gudang sana aja deh, biar lebih enak !” katanya lagi dengan pandangan ke arah sebuah pintu di salah satu pojok basement itu. Ellen tidak bisa berkata-kata lagi, jantungnya berdebar kencang dan tubuhnya panas dingin, namun karena tidak ada jalan lain dia terpaksa mengikuti saja Imron yang terlebih dahulu berjalan ke ruang itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Ruang itu tidak begitu besar, diterangi lampu neon 10 watt, sebuah tangga lipat tersandar di dinding diantara setumpuk barang bekas, juga terdapat sebuah rak yang berisi kaleng-kaleng cat, tiner, dan macam-macam peralatan. Setelah keduanya masuk, Imron menyalakan lampu dan menggeser slot pintu membuatnya terkunci dari dalam. Ellen begitu terkejut dan tersentak kaget begitu merasakan pantatnya diraba dari belakang, dia langsung berbalik dan menepis tangan Imron.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ahhh…kurang ajar, jangan keterlaluan ya Pak !!” bentaknya marah<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ahahaha…ayolah Non, kemarin juga Non nafsu banget kan ?” seringainya “lagian apa Non punya pilihan lain buat ngejaga rahasia ini” mimiknya mulai serius.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ok…ok Pak, gimana kalau Bapak bilang aja mau berapa, pasti saya kasih” Ellen sudah demikian panik sampai-sampai suaranya gemetaran.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ooohh…uang, dasar orang kaya, saya selama kerja disini ngerasa cukup-cukup aja kok Non, tanpa anak istri yang perlu dibiayai, yang susah didapat itu ya kesempatan untuk mencicipi cewek seperti Non ini” sambil menatapnya dalam.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Ellen benar-benar kehabisan akal, dia tidak tahu harus bagaimana lagi. Dia merasa jijik untuk melayani lelaki yang seumuran ayahnya ini yang juga dari status dan ras yang berbeda, tapi nampaknya tidak ada pilihan lain untuk menutupi skandalnya ini, jangankan foto, beritanya yang tersebar saja sudah cukup membuatnya jadi bahan gunjingan sekampus, kedua tangannya terkepal keras menahan emosi.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Sekarang ya terserah Non aja, bapak ga mau maksa kok, kalo non ga mau silakan pergi, kalau setuju silakan non duduk disini biar kita bisa berunding lagi”kata Imron sambil mengambil kursi lipat yang lapisan kulitnya telah sobek, dibentangkannya kursi itu di dekat Ellen yang masih tertegun.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Akhirnya dengan berat hati, Ellen pun menghempaskan pantatnya ke kursi itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Nah gitu dong baru anak manis, pokoknya asal Non nurut, saya jamin rahasia ini aman”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Kemudian Imron membuka resulting celananya dan menyembullah penis yang sudah mengeras itu di depan wajah Ellen. Matanya melotot melihat penisnya yang hitam berurat dengan ujungnya disunat menyerupai jamur serta jauh lebih besar daripada milik kekasihnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Gede kan Non, pasti punya pacar Non ga segede gini kan !” katanya dengan bangga memamerkan senjatanya itu. “Nah, ayo Non sekarang servisnya mana !”<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Dengan tangan gemetar, dia mulai meraih penis itu dan mengocoknya pelan.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Servis mulutnya mana Non, masa cuma tangan doang sih !” suruhnya tak sabar<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Pelan-pelan, Ellen memajukan wajahnya sambil memandangnya jijik, dia melanjutkan kocokannya sambil menyapukan lidahnya pada kepala penis itu dengan ragu-ragu, sehingga Imron jadi gusar.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Heh, apa-apaan sih, disuruh pake mulut malah cuma pake lidah disentil-sentil gitu !” bentaknya “gini nih yang namanya pake mulut !” seraya menjambak kuncir rambut Ellen dan menjejalkan penisnya ke dalam mulutnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Mmmhhppphh…!!” hanya itu yang keluar dari mulut Ellen yang telah dijejali penis, air mata menetes dari sudut matanya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Mulut Ellen yang mungil itu membuatnya tidak bisa menampung seluruh batang itu, ditambah lagi bau yang keluar dari benda itu menambah siksaannya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ayo, yang bener nyepongnya, kemaren kan hebat ke pacarnya, kalau gak muasin rahasianya ga Bapak jamin loh !”<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Imron mendesah merasakan belaian lidah Ellen pada penisnya serta kehangatan yang diberikan oleh ludah dan mulutnya. Pertama kalinya sejak dipenjara belasan tahun yang lalu dia kembali menikmati kehangatan tubuh wanita. Ellen sendiri walaupun merasa jijik dan kotor, tanpa disadari mulai terangsang dan mulai mengulum benda itu dalam mulutnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Uuhhh…gitu Non, enak…mmmm !” gumamnya sambil memegangi kepala Ellen dan memaju-mundurkan pinggulnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Ellen merasakan wajahnya makin tertekan ke selangkangan dan buah pelir Imron yang berbulu lebat itu, penis di dalam mulutnya semakin berdenyut-denyut dan sesekali menyentuh kerongkongannya. Sekitar sepuluh menit lamanya dia harus melakukan hal itu, sampai Imron menekan kepalanya sambil melenguh panjang.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Ooohh…keluar nih Non, isep…awas kalo dimuntahin, sekalian bersihin kontolnya !” perintahnya dengan nafas memburu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Cairan putih kental itu menyembur deras di dalam mulutnya dan mau tidak mau, Ellen harus menelannya, rasanya yang asin dan kental itu membuatnya hampir muntah sehingga tersedak. Beberapa saat kemudian barulah semprotannya melemah dan berhenti. Ellen langsung terbatuk-batuk begitu Imron mencabut penis itu dari mulutnya. Nafasnya terengah-engah mencari udara segar, air mata telah mengalir membasahi wajah cantiknya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Sudah…cukup ya Pak, saya mohon lepaskan saya !” Ellen memohon.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Cukup apanya Non, baru juga pemanasannya, pokoknya dijamin puas deh Non !” ujar Imron sambil berjongkok di depannya, tangannya meraih ujung baju Ellen hendak menyingkapnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Jangan…jangan Pak, saya mohon !” ucapnya mengiba sambil menahan tangan Imron yang akan menaikkan bajunya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Namun tenaganya tentu saja kalah dari pria setengah baya itu yang menepis tangannya dan langung menyingkap kaos sekaligus bra hitam di baliknya. Kini mulut Imron dengan rakus menjilat dan menyedot puting Ellen yang merah dadu itu, setelah beberapa saat tangannya yang menggerayangi payudara yang lain mulai turun ke bawah mengelus paha mulusnya lalu menyusup masuk ke roknya. Di dalam rok, tangan kasar itu menjejahi kemulusan paha dalam Ellen sebelum akhirnya menjamah selangkangannya yang masih tertutup celana dalam.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Ellen hanya bisa pasrah menerima perlakuan itu, dia mendesah dan sesekali terisak saat tangan itu mulai meraba-raba kemaluannya dari luar. Rasa geli membuatnya mengatupkan kedua belah pahanya sehingga tangan Imron terjepit diantara kemulusan kulitnya. Hal ini membuatnya semakin bernafsu, dia mulai menyusupkan jari-jarinya melalui pinggiran celana dalam itu dan menyentuh bibir vaginanya yang telah becek.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Hehehe…nangis-nangis tapi ikut konak juga !” ejeknya sambil nyengir lebar ketika merasakan daerah kewanitaan Ellen yang basah itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Kemudian dengan mengaitkan dua jari, ditariknya lepas celana dalamnya yang juga warna hitam itu, lalu diangkatnya juga roknya sehingga kini angin menerpa tubuh bagian bawah yang telah terbuka itu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Buka kakinya Non !” perintahnya pada Ellen yang merapatkan pahanya dengan rasa malu yang mendalam.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Buka ga…atau fotonya saya sebarin !” katanya lagi dengan lebih keras.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Dengan amat terpaksa, Ellen mulai membuka pahanya perlahan-lahan memperlihatkan kemaluannya yang berbulu cukup lebat kepada Imron yang berjongkok di depannya. Dia menggigit bibir dan memejamkan mata, tak pernah terbayang olehnya akan melakukan hal ini di depan lelaki seperti itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Wah…udah lama sekali Bapak gak ngerasain yang satu ini !” katanya sambil menatapi daerah pribadi itu dan mengelusnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Tak lama kemudian Imron pun melumat vaginanya dengan ganas, diserangnya setiap sudut vagina itu mulai dari bibir hingga klitorisnya disertai gigitan-gigitan kecil, tangan kanannya meraih payudaranya dan meremasinya, sedangkan yang kiri menelusuri kemulusan pahanya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Uh…uhh…jangan…sudah, ahhh… !” desah Ellen dengan tubuh menggeliat-geliat menahan rasa geli yang bercampur nikmat luar biasa itu, suatu perasaan yang tidak bisa ditahannya lagi.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Tubuh Ellen telah basah oleh keringat, wajahnya memerah dan nafasnya makin memburu. Mendadak dia merasakan bulu kuduknya merinding semua, secara reflek dia merapatkan kedua pahanya mengapit kepala Imron karena sebuah sensasi dahsyat, ternyata Imron membenamkan lidahnya pada bagian yang lebih dalam dari vaginanya, dia merasakan dinding vaginanya menjepit lidah Imron. Selain itu dia juga merasakan putingnya makin mengeras karena terus dipilin dan dipencet-pencet oleh Imron. Puas bermain-main dengan vagina itu, Imron mengangkat tubuh Ellen bangkit berdiri, kini posisi mereka berhadap-hadapan. Tanpa perlawanan berarti Imron melucuti kaos dan bra-nya. Yang tersisa di tubuhnya tinggal rok yang telah tersingkap ke atas dan sepatu haknya, sementara Imron masih memakai kaos dan seragam karyawannya yang kancingnya terbuka sebagian tetapi tanpa celana. Diangkatnya wajah Ellen yang tertunduk, ditatapnya sejenak dan disekanya air mata yang mengalir sebelum dengan tiba-tiba melumat bibir mungil itu dengan ganas.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Mata gadis itu membelakak menerima serangan kilat itu, dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mendorong dada Imron, namun sia-sia karena Imron memeluknya begitu kuat dengan tangan satunya memegangi kepalanya. Lidahnya mendorong-dorong dan menjilati bibirnya, ditambah lagi tangannya merabai kulit punggung dan pantatnya menyebabkan Ellen makin terangsang sehingga bibirnya mulai membuka membiarkan lidah Imron masuk menyerbu rongga mulutnya. Beberapa saat kemudian Imron merasakan badan Ellen sudah lebih rileks dan tidak meronta lagi, maka diapun melepaskan pegangannya pada kepala Ellen agar bisa menjamah daerah lainnya. Tanpa sadar. Ellen pun merespon permainan lidah Imron walaupun awalnya bau mulut Imron terasa tak nyaman baginya, sekalipun nuraninya mengatakan tidak, dia tidak bisa menahan gelombang birahi yang menerpanya, terlebih saat itu tangan Imron sedang menggerayangi segenap penjuru tubuhnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Kedua telapak tangan kasar itu berhenti di pantatnya dan masing-masing mencaplok satu sisi. Dirasakannya kedua bongkahan daging itu, bentuknya padat berisi dan bulat indah karena memang sebagai anak dari kalangan berada, Ellen merawat benar tubuhnya dengan fitness dan diet. Ciuman Imron makin merambat turun ke leher jenjangnya lalu dia membungkukkan badan agar bisa menciumi payudaranya. Ellen sudah tidak bisa menahan diri lagi, birahi telah membuyarkan akal sehatnya. Lagipula yang pernah menikmati tubuhnya bukan cuma bajingan tua ini dan Leo, kekasihnya, sebelumnya dirinya pernah terlibat one night stand dengan beberapa pria dan juga mantan pacarnya semasa SMA, yang membedakannya dengan pria-pria lain cuma status sosial, ras, dan perbedaan usia yang mencolok. Jadi untuk apa lagi menahan diri dan jaga image, toh sudah telanjur basah, jadi sebaiknya tuntaskan saja agar masalah selesai, demikian yang terlintas di benaknya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Dari leher mulut Imron turun lagi ke dadanya, dia membungkuk agar bisa menyusu dari payudara berukuran 32B yang montok itu. Dijilatinya dengan liar hingga permukaan payudara itu basah oleh ludahnya, terkadang dia juga menggigiti putingnya memberikan sensasi tersendiri bagi Ellen. Tangan satunya turun meraba-raba kemaluannya dan memainkan jarinya disitu menyebabkan daerah itu makin berlendir.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Pak…Pak…ga mau…ahh-ah !” desahnya antara menolak dan menerima.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Sambil terus memainkan jarinya Imron mendorong tubuh Ellen hingga punggungnya bersandar di tembok. Sekali lagi dia menyergap bibir Ellen, sambil berciuman tangannya menempelkan kepala penisnya ke bibir vagina Ellen. Gesekan kepala penis dengan bibir vagina itu membuat Ellen merasa geli sehingga tubuhnya menggelinjang. Lalu pelan-pelan Imron menekan penisnya ke liang senggama Ellen.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
“Sshhh…sakit, aawhhh…!!” rintih Ellen ketika penis Imron yang besar itu menerobos vaginanya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Ellen meringis dan merintih menahan rasa sakit pada vaginanya, meskipun sudah tidak perawan tapi kemaluannya masih sempit, lagipula penis para pria yang pernah kencan dengannya tidak ada yang sebesar ini. Sementara Imron terus berusaha memasukkan senjatanya sambil melenguh-lenguh. Setelah beberapa saat menarik dan mendorong akhirnya masuklah seluruh penis itu ke vaginanya, walaupun nafsu sudah di ubun-ubun, Imron masih berhati-hati agar korbannya tidak menjerit dan suaranya terdengar keluar, maka itu dia lebih memilih pelan-pelan daripada memakai sodokan mautnya untuk melakukan penetrasi. Saat itu airmata Ellen meleleh lagi merasakan sakit pada vaginanya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Huhh…masuk juga akhirnya, memeknya seret banget Non, Bapak suka yang kaya gini” katanya dekat telinga Ellen.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Sesaat kemudian, Imron sudah menggoyangkan pinggulnya, mula-mula gerakannya perlahan, tapi makin lama kecepatannya makin meningkat. Ellen benar-benar tidak kuasa menahan erangan setiap kali Imron penis Imron menghujam sambil berharap tidak ada orang lewat yang mendengar suara persenggamaan mereka. Saat itu adalah hari Sabtu, jam-jam seperti ini memang kegiatan kuliah sedikit sehingga yang parkir di basement itu pun tak banyak, tapi tidak menutup kemungkinan kalau seseorang lewat situ dan mengetahui yang terjadi di ruang ini. Gesekan demi gesekan yang timbul dari gesekan alat kelamin mereka menimbulkan rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuh Ellen sehingga matanya membeliak-beliak dan mulutnya mengap-mengap mengeluarkan rintihan. Imron lalu mengangkat paha kirinya sepinggang agar bisa mengelusi paha dan pantat Ellen sambil terus menggenjot.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Menit demi menit berlalu, Imron masih bersemangat menggenjot Ellen. Sementara Ellen sendiri sudah mulai kehilangan kendali diri, dia kini sudah tidak terlihat sebagai seseorang yang sedang diperkosa lagi, melainkan nampak hanyut menikmati ulah bajingan tua itu. Kemudian tanpa melepas penisnya, dia mengangkat paha Ellen yang satunya dan digendongnya menuju kursi dimana dia mendaratkan pantatnya. Anehnya, tanpa disuruh, Ellen memacu dan menggoyangkan pinggulnya pada pangkuan Imron karena kini bukan lagi pikiran dan perasaannya yang bekerja melainkan naluri seksnya. Ketika memandang ke depan, dilihatnya wajah tua gelap pria itu sedang menatapnya dengan takjub, segaris senyum terlihat pada bibirnya, senyum kemenangan karena telah berhasil menaklukkan korbannya. Dengan posisi demikian, Imron dapat mengenyot payudara Ellen sambil menikmati goyangan pinggulnya. Kedua tangannya meraih sepasang gunung kembar itu, mulutnya lalu mencium dan mengisap putingnya secara bergantian.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Remasan dan gigitannya yang terkadang kasar menyebabkan Ellen merintih kesakitan. Namun dia merasakan sesuatu yang lain dari persenggamaan ini, lain dari yang dia dapat dengan pria lain yang pernah bercinta dengannya yang umumnya bersikap gentle, gaya bercinta Imron yang barbar justru menciptakan sensasi yang khas baginya yang belum pernah dia dapatkan sebelumnya. Di ambang klimaks, tanpa sadar Ellen memeluki Imron dan dibalas dengan pagutan di mulutnya. Mereka berpagutan sampai Ellen mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya mencengkram erat-erat lengan kokoh Imron. Sungguh dahsyat orgasme pertama yang didapatnya, namun ironisnya hal itu bukan dia dapat dari kekasihnya melainkan dari seorang pria mesum yang memanfaatkan situasi tidak menguntungkan ini. Setelah dua menitan tubuhnya kembali melemas dan bersandar dalam pelukan Imron.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Penis Imron yang masih menancap di vaginanya belumlah terpuaskan, maka setelah jeda beberapa menit dia bangkit sehingga penis itu terlepas dari tempatnya menancap. Ellen yang belum pulih sepenuhnya disuruhnya menungging dengan tangan bertumpu pada kepala kursi.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Oohh…udah dong Pak, saya sudah gak kuat, tolong !” Ellen memelas dengan lirih<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Mendengar itu, Imron cuma nyengir saja, dia merenggangkan kedua paha Ellen dan menempelkan penisnya pada bibir kemaluannya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Uugghh…oohh !” desah Ellen dengan mencengkram sandaran kursi dengan kuat saat penis itu kembali melesak ke dalam vaginanya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Tangannya memegang dan meremas pantatnya sambil menyodok-nyodokkan penisnya, cairan yang sudah membanjir dari vagina Ellen menimbulkan bunyi berdecak setiap kali penis itu menghujam. Suara desahan Ellen membuatnya semakin bernafsu sehingga dia meraih payudara Ellen dan meremasnya dengan gemas seolah ingin melumatkan tubuh sintal itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Limabelas menit lamanya Imron menyetubuhinya dalam posisi demikian, seluruh bagian tubuh Ellen tidak ada yang lepas dari jamahannya. Sekalipun merasa pedih dan ngilu oleh cara Imron yang barbar, namun Ellen tak bisa menyangkal dia juga merasakan nikmat yang sulit dilukiskan yang tidak dia dapatkan dari pacarnya. Akhirnya, Imron menggeram dan merasakan sesuatu akan meledak dalam dirinya, penisnya dia tekan lebih dalam ke dalam vagina Ellen, serangannya juga makin gencar sehingga Ellen dibuatnya berkelejotan dan merintih. Kemudian dia melepaskan penisnya dan cret…cret…cret, spermanya muncrat membasahi pantat Ellen. Belum cukup sampai situ, disuruhnya Ellen menjilati penisnya hingga bersih, setelahnya barulah dia merasa puas dan memakai kembali celananya. Ellen bersimpuh di lantai dengan menyandarkan kepala dan lengannya pada kursi itu, wajahnya tampak lesu berkeringat dan bekas air mata, dalam hatinya berkecamuk antara kepuasan yang sensasional ini dan rasa benci pada pria yang baru saja memperkosanya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
Imron mendekatinya dan berjongkok, lalu berkata<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />“Nah sekarang rahasia Non aman, tapi Non juga harus pastikan cuma kita berdua yang tau yang terjadi barusan kalau tidak, foto-foto Non ini akan saya kirim ke sembarang orang atau mungkin akan terpajang di papan penguman, ngerti !”<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Setelah Ellen berpakaian kembali, dia menyuruhnya pergi setelah memastikan keadaan sekitar situ aman. Dalam perjalanan pulangnya, Ellen hampir saja menabrak mobil lain karena melamun memikirkan kejadian barusan yang membuat dirinya serasa hina, namun juga merasakan kepuasan yang lain dari biasanya. Sementara itu Imron menanti kesempatan untuk memangsa korban berikutnya. Ikuti terus petualangan Imron, the pervert janitor.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 19.4559993743897px; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
###########################</div>
HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-82072321184422905862015-07-28T11:50:00.000-07:002015-07-28T11:50:12.340-07:00Putriku Terima kasih, kalian nikmat sekali part 2<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYFgTGfqRu23t78-fiD0QWhEm5mUBPjOcVQ98HRykvTogDV1Swval2qd3RiXja5Isdxxi1E4cq1_LDBhKLfyS0CiUxwJYp38N58D16B3NSLb20NG-kvQu6p0ad2HriHn8XCkDmtzKsZg8/s1600/8.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYFgTGfqRu23t78-fiD0QWhEm5mUBPjOcVQ98HRykvTogDV1Swval2qd3RiXja5Isdxxi1E4cq1_LDBhKLfyS0CiUxwJYp38N58D16B3NSLb20NG-kvQu6p0ad2HriHn8XCkDmtzKsZg8/s320/8.jpg" width="240" /></a></div>
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">" Oh Tuhanku! Sandie, bagaimana bisa kamu melakukannya dengan ayah!"</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku menoleh kearah datangnya suara. Di depan pintu kamar aku melihat putri sulungku Melanie, berumur 17 tahun , dia memakai salah satu T-shirt lamaku, sedang menyilangkan kedua tangan di dadanya. Wajahnya menampakkan keterkejutan amat sangat!</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku sedang duduk dengan punggungku bersandar di bantal, kaki-kakiku terpentang lebar, dan putriku berada di antara kaki-kakiku, telanjang dan hanya memakai celana dalam mini, tangan kanannya bahkan masih menggenggam penisku Aku tertangkap basah!. Apa yang aku lakukan sekarang?</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku berbicara kepada Mel dengan tergagap "Ini tidak seperti yang kausangka sayang, aku mengira Sandie adalah ibumu"</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Jangan kuatir tentang dia yah, dia hanya cemburu, dia belum mempunyai seorang pacar di dalam hidupnya dan dia hanya cemburu karena aku memiliki penismu yang perkasa ini.”</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Mel telah memasuki ruangan, dia sedang menatap pada penisku, yang sudah mulai melemas sekarang, tetapi masih dengan ukuran yang menakjubkan. Sandie memegang penisku di genggaman tangan kanannya seolah-olah segan untuk melepaskannya.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Bolehkah aku menyentuhnya ayah?" Mel berkata </span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Itu adalah kata-kata yang pertama keluar dari mulutnya.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Ya sayang, silahkan"</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Perasaanku sudah campur aduk. Sekarang aku diantara kedua putriku yang berumur 16 tahun dan 17 tahun, di tempat tidurku memperhatikan penisku. Aku tidak mengetahui bagaimana caranya lari dari hal ini, otakku terasa kosong. Apakah Mel benar-benar masih perawan? Apakah dia belum pernah menyentuh penis sebelumnya?</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Dia seorang anak gadis yang rajin belajar. Sama seperti ibunya, dengan kepalanya selalu di buku dan terlalu serius untuk menerima semua yang akan terjadi atau hal-hal yang menyenangkannya. Dia jangkung seperti aku, tubuhnya ramping, seperti semua anak-anak perempuanku lainnya, dia juga mempunyai buah dada, kira-kira berukuran 32C aku pikir. Rambut pirangnya tumbuh sebahu, dan bagian yang terbaik di dirinya adalah kedua matanya, besar dan bercahaya. Inikah putriku sekarang? Dan kedua mata itu sekarang sedang mengamati langsung penisku, dan dia sedang mengagguminya, kepala penisku berwarna kemerahan dan setelah ejakulasi hingga dua kali, sekarang aku sedang berusaha keras untuk membuatnya tegak kembali, tetapi akan memerlukan lebih banyak waktu.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Ayah, apakah memang selalu besar seperti ini?"</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Sebelum aku bisa menjawab Sandie berkata</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Mel, saat ini penisnya masih dalam keadaan lemas, kamu perlu melihat ketika ia ereksi, benar-benar luar biasa!"</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Ada rasa bangga ketika mendengar kata-kata tersebut, dan melihat kesungguhan di mukanya.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku bertemu dengan istriku untuk pertama kalinya di kampus pelatihan kepolisian, Jatuh cinta pada pandangan pertama. Menikah dan belum pernah berpaling dengan yang lain. Pada waktu itu kita sama-sama masih perawan dan aku masih perjaka, dan sejak itu kita saling mempercayai satu dengan yang lainnya.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Sekarang, disini, aku sedang berusaha untuk menyetubuhi putri sulung dan putri bungsuku sendiri, dan mereka sekarang mencoba membuat penisku kembali berereksi. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku hanya memikirkan nafsuku sendiri, mengikuti arus kesenangan ini.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Ayah, dapatkah kutunjukkan kepada Mel betapa nikmatnya menaruh penismu yang gemuk di dalam mulut ini" Sandie berkata.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Aku pikir bahwa Mel dapat memutuskan apa yang dia inginkan untuk dilakukannya ketika dia merasa siap"</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Lalu Mel maju ke depan dan mencoba untuk menjejalkan penisku ke dalam mulutnya sekaligus, dia langsung tersedak dan terbatuk dalam hitungan detik. </span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Jangan seperti itu Mel!" Sandie berkata, "Seperti ini seharusnya" Dia kembali berlutut, meraih penisku dari mulut kakaknya dan dengan lemah-lembut mulai menghisap helmku. Dia memandang dengan senyum manisnya kepadaku dan Mel bergantian "Begitulah caranya"</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Mel berusaha dan beberapa menit kemudian, dia sudah bisa menelan sekitar 5 inci penisku ke dalam mulutnya, air liurnya mengalir jatuh di batang penisku, tangannya sedang menggenggam dengan erat dan aku mengira aku akan ereksi lagi. Pada usiaku, aku sedang berpikir. Sulit sekali untuk kembali berereksi segera, tetapi keadaan ini telah menimbulkan sensasi yang tinggi.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Sandie telah melepas celana dalam mininya dan sedang menggosokkan tangan di celah vaginanya dan setiap dua atau tiga kali gosokan, dia memasukkan jari di dalam liang vaginanya, aku bisa melihat kombinasi antara maniku tadi dan cairan vaginanya, menetes diatas tempat tidur, lubrikasi membuatnya mudah untuk mengocok liang vaginanya sendiri.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Mel juga meremasi buah dadanya sendiri yang masih terbungkus T-shirt, dia menaik-turunkan kepalanya di penisku dan bermain di buah dadanya sendiri di waktu yang sama. </span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Mel, apakah lebih nyaman kalau kau melepaskan kausmu itu" Aku berkata</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Ya Ayah, aku juga berpikir demikian" Dia berhenti untuk sebentar dan melepas kaus melewati kepalanya.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku sedang memperhatikan kedua putri ku sekarang, kedua-duanya menjamahi tubuhnya sendiri dan bermain di titik-titik sensitif mereka. Aku merasa disurga.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Mel berhentilah sebentar, berbaringlah dan akan kutunjukkan padamu sesuatu yang aku tahu pasti kamu akan suka." Aku berpindah ke bawah tubuhnya dan menjalankan lidahku perlahan di atas celah vaginanya yang lembut, tetapi kemudian aku meningkatkan intensitasnya, sehingga lidahku mengenai klitorisnya. Tidak memerlukan waktu yang lama ketika dia mencapai orgasme pertamanya, dia menjerit dalam kenikmatan, dan menyemprot mukaku dengan cairan orgasmenya.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Oh Ayah, rasanya sungguh nikmat, jangan berhenti" dia berkata</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku berereksi penuh kembali. Sandie yang melihat penisku sudah siap kembali sedang berusaha untuk mengambil posisi, ketika dia berusaha keras memasukkan penisku di vaginanya, pemandangan itu sungguh lucu.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Sandie, apakah kamu bisa berbagi dengan saudarimu dan memperbolehkan penisku memasukinya?</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Mel menyadari bahwa dia bisa kehilangan keperawanannya dan aku melihat dia sejenak berpikir keras, tetapi dia telah memutuskan. Secepat kilat tangannya merebut penisku dari adiknya</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Ayah, apakah ayah akan menyetubuhiku dalam posisi misionaris?"</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Tidak sayang, aku berbaring dan kamu dapat berada diatas ayah, dengan cara itu kamu dapat lebih nyaman, akan sedikit sakit, maka pelan-pelan saja dan rilekskan dirimu."</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku membaringkan tubuhku. Mel segera pindah berada di atas tubuhku, dengan vaginanya yang perawan hanya beberapa senti saja jauhnya dari batang penisku yang tegak mengacung. Sandie yang memegang penisku menyiapkannya untuk menembus selaput dara kakaknya. Aku merasa inilah keluarga, saling bekerja sama. Mel menurunkan dirinya pelan-pelan, dan aku sedang menyaksikan semakin banyak dari batang penisku menghilang di dalam vaginanya, sangat sempit, basah dan hangat. Aku mengharapkan Mel untuk berhenti, tetapi ketika sampai di daerah selaput daranya, dia hanya menurunkan pinggulnya hingga, batang penisku tenggelam hingga ke pangkalnya.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Jangan kuatir Ayah" dia berkata "Aku kehilangan keperawananku sudah lama. Dengan tangkai sikat rambut kesenanganku "</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku adalah mampu berbaring dan benar-benar memperhatikan kedua anak perempuanku, kedua vaginanya mulus tak berambut, seperti halnya ibu mereka, aku berpikir mungkin ibunyalah yang mengajari anak-anak perempuan kami menjaga kebersihan diri dengan mencukur rambut pubicnya setiap 2 minggu sekali.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Mel sedang menaik-turunkan pinggulnya diatas penisku, terkadang sengaja mengangkat pinggulnya agak tinggi lalu kembali membenamkan seluruh batang penisku di liang vaginanya yang hangat. Aku merasakan kalau dia sudah orgasme paling sedikit 3 kali. Cairan vaginanya membanjir di selakanganku. Sandie tidak mau ketinggalan, dia sedang menurunkan pinggulnya di mukaku. Saat ini benar-benar saat yang paling menakjubkan dalam kehidupanku. Kujilati celah vaginanya, dapat kurasakan kombinasi rasa antara sisa maniku dan cairan vaginanya sendiri.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Dia sedang menggeliat, mengejang menahan kenikmatan yang datang dari lidah ayahnya sendiri. Seperti mengendarai tongkat Pogo. Aku teringat, ketika pada suatu Natal, mereka keduanya mendapatkan tongkat Pogo, dan ketika mereka bermain aku berlarian untuk menjaga mereka agar jangan sampai terjatuh. Dan sekarang ini mereka sedang menaik-turunkan tubuhnya diatas tubuh ayahnya seperti mengendarai tongkat Pogo. Sungguh fantastis!</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Ayah" Sandie berkata "Dapatkah ayah bermain di lubang duburku, aku menyukainya ketika ayah melakukannya tadi pagi"</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Lidahku berpindah diatas lubang duburnya, membuatnya semakin basah. Aku menggunakan kedua tanganku,kulebarkan pantatnya dan jariku mulai bermain di vaginanya. Sementara kuselipan satu jari ke dalam lubang duburnya. Tanpa menunggu lama, Sandie mengalami orgasme hebat, cairannya menetesi mukaku.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Tak lama kemudia penisku sendiri tidak mampu menahan desakn gelombang orgasme dari dalam. Menyemprotkan maniku dengan kuat di rahim putriku, berkedut-kedut, memerasnya hingga tetes terakhir. Mel ambruk diantara tubuhku dan adiknya. Nafas kami bertiga seperti habis berlari marathon.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Perasaanku bercampur baur jadi satu, tetapi ada rasa kepuasan yang menguasai emosiku.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Anak-anak, kita tidak bisa diam seperti ini, aku ingin kalian berdua segera bangun dan mandi. Setelahnya segera kembali lagi kemari" </span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Satu jam kemudian kita bertiga berbaring di tempat tidurku, dengan sprei yang sudah diganti. Banyak sekali yang akan didiskusikan, tetapi sekarang aku benar-benar memerlukan waktu untuk tidur.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Namun aku tahu, setelah semuanya yang telah terjadi, aku tidak mungkin bisa membiarkan diriku tertidur.</span><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" /><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Sekian dan terima kasih@ nantikan kisah yang lainnya</span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-16594425273901115672015-07-28T11:46:00.000-07:002015-07-28T11:46:11.297-07:00Putriku Terima Kasih, Kalian Nikmat Sekali Part 1<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEicDMf07vyc1m0iLdf39Ycx16YyEAtJdvWp4sIGT4CmW3LZ1JmFwKEyiZNvapa2W5RJvgh8MOLQen4MEIOc6_hyphenhyphenYoh0wwyvEUFmpPDywaEqRC89Xad1k4wocqsqVjz-m0wfXyKHb30eRFo/s1600/3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEicDMf07vyc1m0iLdf39Ycx16YyEAtJdvWp4sIGT4CmW3LZ1JmFwKEyiZNvapa2W5RJvgh8MOLQen4MEIOc6_hyphenhyphenYoh0wwyvEUFmpPDywaEqRC89Xad1k4wocqsqVjz-m0wfXyKHb30eRFo/s320/3.jpg" width="240" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2nyXBAUYvK0lVzrBc2YJUS1Tb3My_2Ic_IvAGtqBZdCkl069xR4mMrkLbJZW-6diF1DEF47kH5GNJnNbIrBft9bqo6muYx5lARol0z7iWEunqCbkNZiZUxBWfYqbmbZFNo9ZGtN0BrD0/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2nyXBAUYvK0lVzrBc2YJUS1Tb3My_2Ic_IvAGtqBZdCkl069xR4mMrkLbJZW-6diF1DEF47kH5GNJnNbIrBft9bqo6muYx5lARol0z7iWEunqCbkNZiZUxBWfYqbmbZFNo9ZGtN0BrD0/s1600/images.jpg" /></a></div>
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku sudah menjadi polisi hampir 20 tahun. Di pagi ini aku telah menyelesaikan shift malamku dan pulang ke rumah.</span><span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;"> </span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Sesampainya di rumah aku melakukan hal yang rutin, sarapan satu mangkuk sereal dari gandum, pergi mandi, lalu tidur. Kamar tidur kami mempunyai tirai gelap untuk menahan sinar matahari, sehingga aku dapat tidur dengan mudah sepanjang hari, karena aku juga kebagian shift malam, maka tidur 8 jam yang baik sangatlah penting buatku. Setelah mandi, aku menggantungkan seragam, dan mengenakan jubah mandiku. Aku menuju ke sisi lain dari tempat tidur, tempatku sendiri. Dalam keadaan gelap, aku hanya bisa memandangi sebentar siluet tubuh dari istriku, lalu kuhempaskan diriku perlahan ke ranjang.</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku melepaskan jubah mandiku dan merayap ke dalam tempat tidur, sudah dari tahun ke tahun kita menyepakati sebuah kode. Shift malam yang panjang dapat membuat anda benar-benar horny, dan aku juga menemukan bahwa berhubungan intim yang baik dapat membuat anda tertidur dengan perasaan bahagia. Jika aku membangunkan istriku dengan kasar maka dia akan menolak berhubungan intim dan memohon kepadaku untuk membiarkannya tidur. Sehingga rencanaku adalah bermain-main dengannya, membuatnya siap, tetapi juga dengan cara yang pelan dan halus.</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku memulai dengan mengelus-elus lembut pahanya, sekedar gelitik kecil, hanya agar membuat dia merasa seperti dipijat secara pelan, aku tahu kalau dia juga suka disentuh, dan itu membuatnya terangsang. aku menghabiskan sekitar 10 menit untuk menjamah dan mengelusnya, lalu berhenti di belahan vaginanya. Aku tidak tergesa-gesa. Aku tahu, jika kaki-kakinya menegang dan agak membuka, maka dia pasti menginginkan lebih dari itu.</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Hari ini terasa berbeda, dia mungkin benar-benar tertidur nyenyak atau, sengaja mempermainkanku, agar aku berbuat lebih dari itu, aku juga menyukainya seperti yang dia inginkan. Seperti yang aku katakan, aku tidak terburu-buru. Kadang-kadang kita bisa menghabiskan waktu dengan hanya saling belai. Setelah suatu 20 menit, aku mendapati sinyal darinya, suatu bisikan kecil, seperti seekor kucing mendengkur dari bibirnya, yang diikuti oleh suatu gerakan kecil, dan kaki-kakinya mulai melebar.</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Sekarang pertama-tama kusentuh vaginanya dengan lembut, aku merasakan dia sengaja memakai celana dalam mininya. Sedikit nakal. Setelah 17 tahun pernikahan, dia masih sering memberiku kejutan, seperti kali ini.</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku dengan lemah-lembut menggosok vaginanya, di klitorisnya dengan jari, perlahan-lahan. Kain nya seperti sutera dan halus ditanganku. Kucari labianya, lalu kuselipkan tanganku dibalik celana dalamnya. Ya tuhan dia sudah basah. Aku masih tidak tahu apakah dia sudah sepenuhnya terjaga. tetapi tidak masalah, kita sering bermain-main seperti ini, tanpa satupun dari kita yang mengeluarkan sebuah kata-kata. Itu menambahkan sensasi. Biarlah imajinasi kita bermain.</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Erangan kecil keluar dari bibirnya. Kini waktunya untuk ke tingkatan yang berikutnya. Tubuhku termasuk berotot, Aku bisa berlatih di dalam gimnasium berjam-jam pada waktu yang sama, otot-ototku sungguh ditempa, terutama tangan-tangan dan kakiku, besar sekali. Jari-jariku seperti sosis-sosis yang gemuk. Aku menyisipkannya, melebarkan bibir vaginanya dan mulai menyisipkannya pelan-pelan di liang vaginanya. Kudorong masuk dan kutarik secara perlahan-lahan, berkali-kali, liang vaginanya yang basah membantu jariku meluncur dengan mudah ke dalam.</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Kadang-kadang dalam posisi ini dia sudah tidak tahan lagi, dan mengatakan: "Steve, segera setubuhi aku, masukkan penismu ke dalam sayang, aku sudah tidak tahan lagi!". Tetapi tidak ada apa pun hari ini, dia sudah memulai untuk mendorong dirinya sendiri ke jari-jariku, menginginkan lebih. Aku memasukkan 2 jariki di dalam liang vaginanya, dan dia mengerang lagi.</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Dia bergerak sedikit punggungnya dihadapanku, Kaki kanannya sudah diangkat memberi aku akses lebih besar kepada vaginanya. Sekarang aku dapat benar-benar bermain. Dengan 2 jari di dalam nya, aku dapat mulai untuk mempermainkan ibu jariku di lubang duburnya bergantian dengan bibir vaginanya. Cairan vaginanya mulai membanjir, dan ibu jariku terus menggosok lembut lubang duburnya. Dia mulai menggerakkan tubuhnya maju mundur. Ibu jariku menggosok-gosok di lubang duburnya, sedangkan kedua jariku bermain di titik G-Spotnya. Aku melanjutkan gerakan ini sampai aku merasakan orgasmenya, tubuhnya gemetar, dan cairan vaginanya membanjir, tumpah ketanganku.</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Hal ini harus kuperbuat, dan pengalaman sudah membuktikan bahwa memasukkan penisku yang berukuran 9 inci ke dalam vaginanya tanpa membuat dia orgasme dulu, dapat menyakitinya. Aku mencabut jari-jariku. Aku memposisikan diri dan perlahan lahan memasukkan penisku membelah liang vaginanya. Sangat tidak dipercaya vaginanya masih sesempit ini, tetapi karena sudah basah, maka pelan-pelan penisku mulai memenuhi liang vaginanya. Ada perasaan sedikit aneh ketika penisku masuk di liang vaginanya. </span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku mulai melambatkan gerakanku. Dia suka sekali ketika vaginanya terasa penuh. Dia suka sekali ketika ujung penisku menyodok hingga mentok ke mulut rahimnya, dan liang vaginanya merengang lebar mengikuti bentuk otot-otot di batang penisku. Hanya beberapa sodokan, dia sudah menggeram, dan mengerang tanda orgasme kedua telah dicapainya. Aku tidak menyangka dia bisa orgasme lagi secepat ini, bahkan hanya dengan beberapa sodokan. Dia pasti sedang bermimpi erotis sebelumnya, sehingga dia bisa orgasme dengan cepat.</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Salah satu bagian yang sensitif adalah puting susunya. Aku selalu menyentuh keduanya di saat terakhir, keduanya sangat sensitif. Aku memeluknya erat, tanganku menjamah kedua buah dadanya, jariku bersiap di puting-puting susunya. Kurasakan buah dadanya sangat membulat penuh. Buah dadanya hanya berukuran 34C, tetapi hari ini aku rasakan, buah dadanya sangat kenyal dan besar. Pikiranku mulai melayang, memikirkan perbedaan ini.</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Dia mengerang dan mengejang di pelukanku, dengan berirama aku mengayunkan pinggulku, menyodok-nyodok liang vaginanya, tanpa kesulitan tak berapa lama kemudian dia telah mencapai orgasmenya lagi. Dia menjerit dan mengerang histeris dalam orgasmenya. Aku belum pernah mendengar dia seperti ini sebelumnya. Gerakanku terhenti sejenak.</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Pada detik berikutnya dia mengatakan sesuatu yang membuat jantungku hampir copot!</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Jangan berhenti ayah, ini sangat menakjubkan!" </span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku tercengang! Aku tahu bahwa tanpa suatu keraguan apapun, pada saat ini aku sedang memuntahkan benih di dalam kandungan salah satu putriku. Aku sangat shock, tetapi ini shock yang menyenangkan. Sudah ada keanehan sebelumnya, celana dalam mungil, buah dada yang besar dari biasanya, suara erangan dan jeritan yang belum pernah aku rasakan. Aku sekarang sadar kalau ini adalah Sandra, atau Sandie panggilannya, dia memang mempunyai buah dada yang paling besar di dalam keluarga ini. Aku pernah mendengar dari istriku kalau ukurannya mencapai 32E.</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku tahu ini salah, tetapi pada saat ini, penisku menjadi semakin keras, dan aku merasakan sensasi yang lain. Penisku menginginkan gesekan dan denyutan dinding-dinding vagina putriku, dan menyemburkan spermanya ke dalam liang yang menyenangkan ini! Sesaat aku bimbang. Di salah satu sisi aku ingin berhenti, tetapi keinginan yang lebih besar menyelimutiku, denyutan di penisku membuatku ingin berejakulasi! aku bergerak tanpa dapat terkontrol lagi, dan memang akhirnya penisku tidak dapat menahan lebih lama lagi, menyemburkan cairan putih kental, menyemprot dengan deras di liang vagina putriku, lagi dan lagi...aku mengerang, mengejang hebat!</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Sandie sedang meraung dan menjerit pada waktu yang sama, Ya Tuhan, jeritannya bisa membangunkan seisi rumah! Dia sedang orgasme hebat, tubuhnya seperti meleleh, menyatu dengan diriku sendiri, menyatu dengan ayahnya sendiri!</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Tubuhku terasa lemas, tidak mampu digerakkan, tetapi aku tahu aku harus bangkit. Tanganku hampir menjangkau sakelar lampu disisi tempat tidur. Tetapi Sandie berkata:</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Jangan nyalakan ayah, berbaringlah denganku di dalam kegelapan" </span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku mulai panik, Hukum kita menilai ini hal yang sangat serius. Dan ketika salah satu dari penegak hukum tertangkap menyetubuhi putrinya sendiri, maka dapat dipastikan aku tidak mungkin bisa lari dari jeruji penjara. Mereka akan mengurungku selama-lamanya!</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku berkata "Sayang ayah sangat menyesal, aku mengira kalau kamu adalah ibumu, aku masih belum tahu apa yang sedang terjadi ini!"</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Ya ayah, ibu mendapat panggilan darurat subuh tadi, ada kasus yang perlu dirinya dan dia harus berangkat karena tidak ada yang dapat menggantikannya"</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Itu tidak menjelaskan kenapa kamu ada di tempat tidur ayah ibumu?"</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Maafkan aku ayah, kemarin malam aku bersenang-senang dengan beberapa teman sekelasku, dan minum terlalu banyak, sehingga ibu menyarankan untuk tidur dengannya untuk meredakan sakit akibat mabuk semalam"</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Ayah sangat menyesal, sayang, Aku tidak tahu apa yang ada dipikiranku. Aku tidak pernah berniat membuatmu merasakan hal ini untuk pertama kalinya" </span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Jangan kuatir ayah, aku sudah beraktivitas seksual selama setahun terakhir ini, dan ini bukan yang pertama kalinya bagiku."</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku masih shock, aku tidak tahu harus berbuat apa ataupun berpikir, aku hanya tahu kalau penisku masih keras, ereksi, dan dan masih berada di liang hangat vagina putriku yang masih berusia 16 tahun. Tanganku masih sedang memegang dadanya, dan ya Tuhan, puting-puting susu mungilnya masih tegak menyembul. Aku menyadari kalau jari-jariku masih bermain di puting-putingnya. Apa yang harus kulakukan sekarang?</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Ayah, aku tahu kalau penis ayah masih ereksi, kumohon dapatkah kita melakukannya lagi? tetapi kali ini, aku ingin menghisap penismu, aku merasa penis ayah sangat besar. Aku hanya ingin menyentuhnya, melihatnya, dan menghisapnya barang sebentar".</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Hari ini sangat penuh dengan kejutan-kejutan. Aku mendapatkan anak perempuan kecilku itu sudah beraktivitas seksual; dia sangat ahli dibandingkan dengan ibunya, secara bersamaan aku juga malu apa yang telah aku lakukan. Aku merasa ini akan menjadi sesuatu yang menakjubkan, selama tidak ada seorangpun yang mengetahuinya.</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Sayang apa yang kita lakukan ini salah, tetapi sepanjang ini menyenangkanmu dan membuatmu nyaman, Ayah tidak mempunyai alasan untuk dapat menolaknya". </span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">" Oh Ayah, apakah ayah tahu bahwa aku selalu berfantasi, membayangkan penis ayah memenuhi liang vagina putrimu ini. Kadang aku terbangun dan mendengarkan ayah dan ibu, ayah sangat ahli dalam bercinta. Itu membuatku terangsang. Walaupun ayah telah berumur dan tidak remaja lagi, tetapi ayah tidak kalah dengan mereka semuanya. Sebaliknya, ayah sangat hebat dan perkasa, membuat putrimu ini menginginkan dan merasakan lagi, setubuhi putrimu ini ayah, aku ingin merasakan multi orgasme seperti yang aku rasakan tadi secepatnya!"</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku perlahan-lahan mulai menggerakkan pinggulku lagi. Kurasakan penisku semakin keras, sekeras batang baja, aku jadi merasakan diriku kembali muda lagi. Sandie juga mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya, merespon dan menyambut sodokan-sodokan ayahnya sendiri, tak diragukan bahwa dia akan orgasme lagi. Sekarang dia benar-benar menjerit, mengerang dan terengah-engah hebat, tubuhnya mengejang tak terkendali, rintihannya terdengar indah di telinga ayahnya. Memberikan kenikmatan yang luar biasa baginya. Dia menggulingkan tubuhnya, penisku terlepas sejenak dari liang surganya.</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Ayah, jangan dulu klimaks, aku ingin merasakannya, muntahkan semuanya di wajahku"</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Dia mengangkat tubuhnya, dan sensasi berikutnya sungguh luar biasa, aku merasakan penisku mulai memasuki mulutnya, kurasakan bibir mungilnya menelusuri seluruh dinding penisku. Aku merasa di surga!</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">"Ayah, bisakah ayah menyalakan lampu? Bisakah ayah menjangkaunya?".</span><br />
<br style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;" />
<span style="background-color: #fafafa; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px;">Aku menyalakan lampu, dan disambut dengan pemandangan dari putriku yang berumur 16 tahun sedang berlutut, menghisap kepala penisku ke dalam mulutnya dia hanya bisa memasukkan penisku sekitar 3 inci ke dalam mulutnya, penisku sudah memenuhi seluruh mulutnya. Dengan sedkit latihan mungkin dia bisa seahli ibunya, dan bisa menelan penisku secara utuh di kerongkongannya. Aku memandangnya dan berpikir, dia terlihat sangat cantik sekali. Aku merasakan desakan-desakan di dalam kantung bolaku, merayap di saluran menuju ke batang penisku. Dia sedang menghisap dan menjilati kantung bolaku ketika penisku berkedut-kedut memuntahkan seluruh sperma yang tertahan dari tadi. Dia terpekik kecil, tidak menelan, dalam posisi ini dia memukul-mukulkan penisku di mukanya. Aku benar-benar menyemburkan cairan maniku di seluruh mukanya. Putriku berusaha menjilati dan menampung semua cairan maniku. Akhirnya dia telah mengumpulkan dan menghisap setiap tetesan yang terakhir, dia membuka mulut nya untuk menunjukkannya kepadaku dan lalu menelan nya, dengan satu tegukan.</span><br />
<br />
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8960970701888352847#editor/target=post;postID=1659442527390111567" target="_blank">https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8960970701888352847#editor/target=post;postID=1659442527390111567</a>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-25788091127879308652013-05-24T16:53:00.000-07:002013-05-24T16:53:43.915-07:00Budak Nafsu<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8A4EzeQ_R1TLKb4dCrrLCsselvd8gl4qSnvQjcg6ASJfUwnOReVTLInK8gly7psA84a3gc42OUVejQX0mUGR8XbR8PARPtut4WrlzOhHYmEY_Pepqi1KKgaucD6iQyY2z-BmH31i1PwU/s1600/33.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8A4EzeQ_R1TLKb4dCrrLCsselvd8gl4qSnvQjcg6ASJfUwnOReVTLInK8gly7psA84a3gc42OUVejQX0mUGR8XbR8PARPtut4WrlzOhHYmEY_Pepqi1KKgaucD6iQyY2z-BmH31i1PwU/s320/33.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">seorang gadis Nama lengkapnya adalah VitaAnggraeni. Umurnya 24 tahun, dan<br /> sebagian besar mahasiswa mengatakan Vita adalah gadis yang<br /> cantik, pintar sekaligus berani. Rambutnya hitam legam terurai<br /> hingga bahu. Buah dadanya berukuran sedang dan kenyal hingga<br /> mampu mengacung tegak walaup<span class="text_exposed_show">un ia tidak mengenakan BH.<br /> Perut Vita rata, pinggulnya bulat, pinggangnya ramping. Dan<br /> sepasang kaki yang ramping hasil fitness dan olah raga tampak<br /> mempercantik tubuhnya. Selama perjalanan dari kantor polisi di<br /> kotanya hingga penjara ini Vita masihdapat melihat jalan-jalan<br /> yang dilaluinya. Penjara ini benar-benar terpencil, ia sendiri tidak<br /> mengetahui ada penjara di tempat seperti ini. Dan ketika ia melihat<br /> jarak yang ditempuh ternyata jarak penjara itu dengan batas<br /> kotanya saja sudah lima puluh kilometer lebih danpenjara itu<br /> terletak di tengahhutan.<br /> Lamunan Vita terputus ketikasebuah piring seng berisi makanan<br /> didorong masuk ke dalam selnya lewat jeruji. Ia tiba-tiba tersadar<br /> bahwa dirinya belum makan dalam waktu 24 jam ini, sejak ia<br /> dipindahkan dari kantor polisi ke penjara ini. Ketika mengambil<br /> piring itu, Vita melihat makanannya hanya nasi kering dan sebuah<br /> tempe goreng. Tapi karena perutnya yang tiba-tiba terasa begitu<br /> lapar, Vita langsung menghabiskan makanan itu dan kemudian ia<br /> dengan terpaksa meminum air di ember tadi untuk<br /> menghilangkan rasa hausnya.<br /> Tengah malam ketika Vita tertidur ditutupi oleh selembar selimut,<br /> seorang penjaga masuk ke dalam selnya. Sambil menarik selimut<br /> yang menutupi tubuh Vita, penjaga itu lalu menarikdan menyeret<br /> Vita keluar dari selnya. Vita berjalan sambil sesekali didorong-<br /> dorong oleh penjaga itu menyusuri gang demi gang sampai<br /> akhirnya ia sampai di sebuah tanah lapang yang dikelilingi tembok<br /> tinggi.<br /> Di tengah lapangan itu sudahberdiri lima orang pejaga laindan<br /> seorang tahanan wanita.Gadis itu tampak cantik sekaliwalaupun di<br /> sekelilingnya nyaris gelap, hanya ada beberapa api unggun yang<br /> menerangi tempat itu. Vita dengan tangan dilipat ke<br /> belakang oleh penjaga yang pertama tadi didorong terus hingga ia<br /> berdiri dengan jarak hanya beberapa meter dari gadis tadi.<br /> "Buka baju!" Perintah itu bagaikan tamparan keras di wajah Vita.<br /> Vita ragu-ragu dan kaget setengah mati mendengar perintah tadi.<br /> Vitamelihat gadis di depannya sudah membuka kancing bajunya.<br /> Sebuah pukulan mendarat di pundak Vita membuatnya terdorong<br /> maju.<br /> "Gue bilang buka baju!" Masih termangu tak percaya Vita<br /> melepaskan satu-satunya kancing yang ada di bajunya dan<br /> melepaskan baju itu hingga dengan sendirinya terjatuh di kedua<br /> kaki Vita. Vita sudah menyadari apa yang akan terjadi pada<br /> dirinya. Ia akan diperkosa oleh keenam penjaga itu. Ia pernah<br /> membaca berita tentang tindakan aparat keamanan yang tidak<br /> senonoh kepada tahanan wanita, tapi waktu itu ia tidak percaya.<br /> Tapi sekarang Vita sudah berdiri telanjang ditatap dengan penuh<br /> nafsu oleh para penjaga itu. Vita sendirimasih perawan, ia dan<br /> pacarnya belum pernah berhubungan lebih jauh dari sekedar<br /> petting, dan sekarang Vita berdiri gemetar berusaha menutupi<br /> tubuhnya yang telanjang bulat dengan tangannya. Gadis di depan<br /> Vita juga sudah telanjang bulat, dan Vita melihat tubuhnya yang<br /> sempurna, jauh lebih terawatdari pada dirinya. Gadis itu terlihat<br /> lebih tegar dan kuat daripada Vita, ia berdiri tak bergerak di tengah<br /> para penjaga dan matanya tidak menyiratkan rasa takut.<br /> Penjaga yang membawa Vita berdiri di tengah mereka.<br /> "Malam ini kita punya program latihan buat kamu semua. Kamu<br /> berdua harus melawan satu sama lain sampai salah satu dari<br /> kaliantidak bisa bangun lagi. Yang menang boleh balik ke selnya.<br /> Yang kalah musti menghibur kita di sini. Kalau kalian tidak serius,<br /> kalian berdua akan kena hukuman masing-masing tiga puluh<br /> kalipecutan. Jelas!"<br /> Vita shock sekali mendengar perkataan itu sambil melihat gadis di<br /> depannya menganggukkan kepala. Sementara Vita masih berdiri<br /> karena terkejut, gadis di depannya sudah mendekat dan<br /> melayangkan pukulan keperut Vita sekuat tenaga. Nafas Vita<br /> terhentak keluar<br /> ketika ia tersungkur jatuh berlutut sambil memegangi perutnya.<br /> Kemudian Vita melihat kaki gadis itu terangkat dan mengayun<br /> kemudian menghantam dagunya, membuat kepala Vita tersentak<br /> ke belakang dan tubuh Vita terjengkang ke belakang, tergeletak di<br /> atas tanah setengah sadar. Vita mendengar para penjaga<br /> bersorak-sorak ketika ia berguling ke atas perutnya dan berusaha<br /> bangun dengan susah payah.Vita kemudian merasakan tubuh<br /> gadis itu menyergapnya dari belakangdan melingkarkan<br /> tangannya ke leher Vita membuatnya susah bernafas. Dengan<br /> satuusahanya yang terakhir Vita mendorong tubuh gadis itu agar<br /> ia lepas dari tubuhnya.<br /> Sekarang mereka berdua berdiri berhadapan satu sama lain. Gadis<br /> itu lalu langsung mendekat lagi sambil mengayunkan tinjunya,<br /> dan kembali menghajar Vita tepat di dagunya. Pandangan Vita<br /> berkunang-kunang berusahakeras menjaga keseimbangannya.<br /> Sebuah pukulan kembali mendarat di perut Vita membuat ia jatuh<br /> terjengkang lagi. Gadis itu langsung menindihnya dan terus<br /> mengayunkan pukulan ke wajah Vita sampai Vita hampir tak<br /> sadarkan diri. Vita masih bisa merasakan penjaga menarik gadis<br /> itu dari atas tubuhnya sementara ia sendiri terbaring tak berdaya.<br /> Setelah itu gelap.<br /> Vita tidak mengetahui berapalama ia tak sadarkan diri. Ia tersadar<br /> lagi setelah penjaga menyiramkan seember air ke wajahnya<br /> membuat Vita bangun terduduk dan tersedak. Keenam penjaga itu<br /> berdiri mengelilingi Vita. Gadis tadi sudah tidak kelihatan. Ketika<br /> Vita melihat wajah penjaga-penjaga itu, ia melihat wajah yang<br /> penuh nafsu dengan lidah yang menjilati bibir mereka. Vita<br /> tersadar bahwakekalahannya tadi hanya merupakan awal dari<br /> mimpi buruknya malam ini.<br /> Dua orang penjaga memegangi tangan Vita dan menyeretnya<br /> kembali ke bangunan utama. Setengah dipapah setengah diseret,<br /> Vita dibawa masuk ke kamar mandi pria. Dengan tubuh penuh<br /> keringat dan lumpur Vita didorong di bawah shower dan air<br /> sedingin es langsung menyembur membuat Vita berjongkok<br /> sambil menggigil di depan penjaga tadi. Seorang<br /> penjaga memasang sebuah borgol di tangan Vita dan<br /> mengaitkannya ke sebuah pipa di tembok. Vita menatap dengan<br /> panik ketika keenam laki-laki itu mulai melepaskanpakaian mereka.<br /> Ketika mereka telah telanjang bulat,dua orang penjaga memegangi<br /> kaki Vita dan membuka lebar-lebar. Vita meronta-ronta tapi tak<br /> berdaya. Penjaga yang lain mulai meremas dan menarik buah<br /> dada Vita sementara yang satu lagi meraba paha Vita setelah itu<br /> memasukkan jarinya ke lubang kemaluan Vita. Vita mengerang<br /> dan menangis ketika tangan-tangan mereka terus<br /> merabatubuhnya tanpa henti.<br /> Kemudian seorang penjaga berdiri di hadapan Vita, batang<br /> kemaluannya sudah tegang dan keras ketika ia tersenyum<br /> menyeringai pada Vita. Sambil meraih pinggul Vita dengan kedua<br /> tangannya, ia mengangkat tubuh Vita sedikit dari atas lantai<br /> sementara ia sendiri menekuk kakinya mengarahkan batang<br /> kemaluannya ke belahan kemaluan Vita. Dengan satu dorongan<br /> keras batang kemaluan itu merobek masuk ke lubang kemaluan<br /> Vita. Tubuh Vita terasa tersobek-sobek terutama lubang<br /> kemaluannya ketika batang kejantanan itu masuk ke dalam lubang<br /> senggamanya yang kering dan sempit. Vita menjerit-jerit keras<br /> hanya untuk menerima satu tamparan di wajahnya yang<br /> membuat Vita hampir tak sadarkan diri. Batang kemaluan yang<br /> bergerak keluar masuk liang senggamaVita, terasa seperti besi<br /> panas yang membuat nafas Vita terputus-putus.<br /> Untuk meredam teriakan Vita seorang penjaga memasukkan<br /> segumpal kain ke dalam mulut Vita. Sekarang yang keluar dari<br /> mulut Vita hanya erangan takjelas setiap kali penjaga yang sedang<br /> memperkosanya bergerak masuk. Setelah beberapa lama, Vita<br /> merasakan tubuh penjaga itu mengejang dan erangan nikmat<br /> keluar dari mulutnya. Sperma laki-laki itumenyembur masuk<br /> sebanyak-banyaknya ke dalam lubang kemaluan Vita. Sambil<br /> terengah-engah ia menarik batang kemaluannyayang berlumur<br /> sperma dan darah perawan Vita keluar dari tubuh Vita.<br /> Sebelum sempat menarik nafas lagi, penjaga yang lainyang<br /> mengambil giliran selanjutnya dan dengan<br /> kasar ia juga mendorong batang kemaluannya masuk ke liang<br /> sorga Vita yang meneteskan darah bercampur sperma. Rasa sakit<br /> itu sekarang sudah berkurang tapi tetap menyakitkan sementara<br /> penjaga tadi tanpa peduli terus mendorong dan menarik batang<br /> kemaluannya.Vita memejamkan matanya berharap ia dapat<br /> mengurangi rasa sakit dan ngilu yang menyerang seluruh<br /> tubuhnya. Penjaga yang lain mendekat dan kembali meremas dan<br /> menarik buah dada serta puting susu Vita hingga nyeri. Suara<br /> yang dapat didengar Vita selain erangannya sendiri hanya suara<br /> pinggul penjaga itu yang menumbuk pantatnya ketika ia<br /> mendorong batang kemaluannya keluar masuk kemaluan Vita.<br /> Ketika penjaga kedua selesai, Vita sudah bersiap untuk penjaga<br /> yang ketiga. Tapi dengan mata terbelalak kaget dan ngeri, Vita<br /> merasakan sepasang tanganmembalikkan tubuhnya kemudian<br /> membuka belahan lubang kemaluannya. Vita menjerit tapi tak ada<br /> suara yang keluar selain erangan. Vita sempat merasakan kepala<br /> batang kemaluan penjaga itu menempel di lianganusnya sebelum<br /> seluruh rasa sakit kembali menyerang sekujur tubuh Vita. Vita<br /> tidak pernah merasakan rasa nyeri yang tak tertahankan seperti ini<br /> sebelumnya. Penjaga itu bergerak dengan brutal merobek-robek<br /> liang anus Vita, hingga ia pingsan kesakitan.<br /> Sesaat kemudian Vita kembalitersadar dan ia merasa gumpalan<br /> kain yang ada di mulutnya ditarik keluar. Tetapi setelah itu seorang<br /> penjaga langsung memasukkan batang kemaluannya ke dalam<br /> mulut Vita sambil menarik kepala Vita kebelakang. Vita tersedak<br /> dan terbatuk ketikabatang kemaluan yang kerasitu memotong<br /> aliran udaranyamembuat ia tidak bisa bernafas. Batang kemaluan<br /> dianus Vita masih terus bergerak keluar masuk dengan keras<br /> sementara mulut Vita juga dimasukan oleh batang kemaluan yang<br /> lain. Buah dada Vita terus disakiti oleh tangan keempat penjaga<br /> yang lain. Tubuh Vita bergerak maju mundur seirama dengan<br /> gerakan batang kemaluan yang keluarmasuk di anus dan<br /> mulutnya.<br /> Perkosaan itu berlanjut terus, hingga keenam<br /> penjaga itu mendapat giliran sedikitnya dua kali memperkosa Vita.<br /> Vita sekarang tergeletak tak bergerak di lantai kamar mandi,<br /> dengan sperma mengalir keluar dari lubang kemaluan dan<br /> mulutnya. Tubuh Vita kesakitan sepertibaru saja dipukuli selama<br /> berhari-hari. Ia mengerang lirih ketika dua orang menarik<br /> tangannya berdiri dan melemparkan baju penjaranya.<br /> Tak berdaya berjalan sendiri, mereka menyeret tubuh Vita ke<br /> selnya dan melemparkannya masuk ke dalam. Dari celah kecil di<br /> atasnya Vita dapat melihat sinar matahari pagi mulai memancar. Ia<br /> merangkak menuju ember berisi air dan dengan sekuat tenaga<br /> berusaha membersihkan dirinya. Kemudian ia kembali merangkak<br /> menuju matrasnya dan tersungkur tidur<br /> Hari-hari selanjutnya merupakan neraka bagi Vita dan itu terus<br /> berulang. Setiap pagi ia ditarik keluar dari sel jam lima pagi<br /> kemudian bersama tahanan yang lain mereka naik ke sebuah truk<br /> yang membawa mereka ke sebuah tanah lapang yang tandus. Di<br /> situ mereka harus mencangkul tanah lapang itu untuk<br /> diolahmenjadi lahan perkebunan. Ditengah hari mereka diijinkan<br /> beristirahat selama setengah jam. Dan ketika matahari mulai<br /> tenggelam mereka baru kembali ke penjara.<br /> Dan pada malam hari, di hari-hari tertentu sekelompok penjaga<br /> akan menyeretnya keluar dan memperkosanya bergantian hingga<br /> hari menjelang pagi. Dan jika Vita terlihat kelelahan pada siang<br /> harinyamaka komandan penjara akan mengikat Vita di<br /> tengahlapangan dan memecuti tubuhnya disaksikan oleh para<br /> tahanan yang lain.<br /> Setelah sebulan berlalu, dan ketika Vita sedang bekerja dengan giat<br /> demi menghindarkan dirinya dari hukuman komandan,<br /> sekelompok tahanan wanita yang berkuasa di situ menyeret<br /> tubuhnya ke dalam kamar mandi. Di situ mereka memukuli Vita<br /> karena dianggap mencari muka dengan bekerja sangat<br /> rajin.Mereka juga menyiksa Vita dengan memasukkan batang besi<br /> dan sebuah tongkat ke dalam anus dan lubang kemaluan Vita.<br /> Satu bulan kemudian Vita kembali diseret keluar dari selnya dan<br /> dibawa mendekatisel tahanan pria. Dua orang penjaga<br /> memegangi tangannya dan menyeretnya agar masuk ke dalam<br /> sel tahanan yang penuh dengan tahanan pria.<br /> "Malam ini kamu musti menghibur mereka!"<br /> "Jangan! Jangaann! Jangan masukkan saya ke sana!" Vita<br /> memohon dan menjerit minta tolong.<br /> Tahanan pria sudah mulai berkerumun sambil meraba bagian<br /> bawah tubuhnya. Jeritan Vita tak didengar sama sekali oleh<br /> penjaga itu yang terus membuka kunci pintu sel itu dan<br /> mendorong tubuh Vita masuk ke dalam sel yang lebih luas. Vita<br /> berusaha menjauh dari tahanan pria itu sambil akhirnya terdesak<br /> hingga jeruji sel itu. Sebuah tangan meraih bahu Vita dan<br /> menariknya hingga terjatuh ke lantai. Tangan-tangan lainmeraih<br /> kaki Vita dan membukanya. Dan ketika Vita<br /> membuka mulutnya untuk menjerit sebuah batang kemaluan<br /> langsung masuk kedalam mulutnya sementara sebuah batang<br /> kemaluan lainmasuk ke dalam lubang kemaluannya.<br /> Vita harus dirawat selama tiga hari di rumah sakit penjara setelah<br /> semalam bersama tahanan pria itu. Tubuh Vita harus diseret<br /> keluar dari sel di pagi harinya dan Vita hanya merintih,<br /> "Lagi.. lagi.. lagi.. lagi.. lagi.."<br /> Sebelum Vita pingsan malam harinya, Vita masih bisa mengingat<br /> tiga orang laki-laki yang sekaligus menikmati tubuhnya dan ia<br /> menjerit dengan sisa-sisa tenaganya dengan batang kemaluan<br /> masuk di dalam mulutnya. Dan ketika ia sedang terbaring di<br /> rumah sakit, Vita mengingat kembalipengalamannya di dalam sel<br /> pria itu. Dan ia ingat betapa ia sendiri mencapai orgasme setelah<br /> beberapa orang memperkosanya. Setelah beberapa orang lagi ia<br /> kembali mengalami orgasme berkali-kali hingga ia pingsan<br /> kelelahan. Dan ia sendiri tidak mengerti mengapa itu semua terjadi<br /> pada dirinya.<br /> Suatu hari Vita dan seorang tahanan lainnya Lia. Lia juga<br /> mahasiswi yang diciduk dari Bandung karena demonstrasi. Lia<br /> baru masuk sekitar satu bulan yang lalu, dan juga sudah habis-<br /> habisan dikerjai oleh para penjaga penjara. Vita dan Liabekerja di<br /> bidang tanah yanglain. Hari itu amat sangat panas. Vita dengan<br /> segera telah terengah-engah kehausan. Menjelang tengah hari Vita<br /> mendengar Lia berbisik kepadanya.<br /> "Vita, Vita.." ia memanggil dengan suara lirih. Vita mengangkat<br /> kepalanya dan melihat mata Lia membesar.<br /> "Apa?" tanya Vita.<br /> "Lihat! Para penjaganya nggak ada!"<br /> Vita memperhatikan sekelilingnya dan ia terkejut ternyata Lia<br /> benar. Tidak ada seorang pun penjaga yang terlihat. Ia<br /> memandang kembali pada Lia dan langsung dapat menebak<br /> pikirannya. Mereka akan berusaha melarikan diri.<br /> Lia langsung melemparkan cangkulnya dan berlari masuk ke<br /> dalam hutan. Vita juga langsung menyusul di belakangnya. Akar-<br /> akar yang bergantungan menghalangi pandangan Vita,tapi ia<br /> masih bisa melihat Lia yang berlari di depannya, entah menuju ke<br /> mana yang<br /> penting menjauhi neraka di belakang mereka.<br /> Setelah beberapa saat nafasVita makin berat dan terputus-putus.<br /> Semakin masuk ke dalam hutan, semakin sulit berlari dengan<br /> cepat. Sebuah dahan mengayun dan memukul pipi Vita hingga<br /> berdarah. Makin lama, pakaian yang dikenakan mereka berdua<br /> semakin terkoyak-koyak karena tersangkut dahan dan akar.<br /> Sekarang mereka hanya mengenakan serpihan kain yang sama<br /> sekali tidak menutupi tubuh mereka, Vita dapat melihat bahu Lia<br /> yang tersayat dahan dan memerahsementara ia terus berlari.<br /> Akhirnya, karena letih dan kehabisan nafas mereka berdua jatuh<br /> tersungkur di bawah pohon yang besar. Selama beberapa menit<br /> mereka hanya bisa terengah-engah menarik nafas sementara<br /> keringat membanjir keluar dari sekujur tubuh mereka.<br /> Lia berbaring telentang, dan buah dadanya yang mengacung<br /> bergerak naik turun seirama dengan nafasnya yang tersengal-<br /> sengal.<br /> "Kita berhasil!" kata Lia dengan senyum penuh kemenangan.<br /> Wajahnya lebih berseri, walaupun ada darah yang menetes dari<br /> dahi dan pipinya.<br /> "Semoga kamu benar", kata Vita tenang.<br /> "Kita masih harus keluar darihutan ini dan mencari jalan kembali ke<br /> kota. Aku sendiri nggak tau kita ada di mana. Kamu tau?"<br /> Saat itulah terdengar gonggongan anjing. Mereka langsung berdiri<br /> dan berlari lagi, mereka berlari tanpa mengetahui arah mereka.<br /> Anjing-anjing itu terdengar semakin dekat dan gonggongan<br /> mereka terdengar makin keras. Vita dapat mendengar suara<br /> teriakan penjaga-penjaga di sela gonggongan ajing itu, dan itu<br /> membuat ia makin ketakutan dan berlari makin cepat. Hutan itu<br /> makin gelap dan mereka sekarang sama sekali tidak tahu sedang<br /> menuju ke arah mana. Yang mereka inginkan hanya melepaskan<br /> diri dari regu pencari di belakang mereka.<br /> Ketika mereka sampai di sebuah daerah kecil yang terbuka tiba-tiba<br /> saja mereka sudah dihadang oleh sekelompok penjaga, dan setiap<br /> kelompok memegang rantai yang mengikat seekor anjing<br /> doberman yang besar dan hitam. Doberman itu menggonggong<br /> dan melonjak-lonjak berusaha<br /> mendekati Vita dan Lia tak terkendali. Salah seorang dari penjaga<br /> berteriak dan doberman tadi langsung diamdan duduk di depan<br /> masing-masing kelompok. Lia dan Vita langsung jatuh berlutut<br /> ketakutan. Usaha mereka untuk melarikan diri gagal total.<br /> "Betul juga kata komandan!" kata salah seorang penjaga.<br /> "Yang dua ini pasti berusahalari!"<br /> "Ya benar, kita semua pasti dapet hadiah malem nanti!" kata yang<br /> lain.<br /> "Iket mereka lalu seret balik ke penjara."<br /> "Tunggu!" kata penjaga yangtadi menenangkan doberman.<br /> "Masa anjing-anjing ini nggak dapet bagian. Mustinya mereka<br /> dapet hadiah, kan mereka yang nemuin cewek-cewek ini!"<br /> Rasa mual langsung menyerang perut Vita, karena ia bisa<br /> menebak maksud penjaga itu. Sambil ditertawai oleh penjaga-<br /> penjaga itu, Vita dan Lia didorong hingga jatuh tersungkur di atas<br /> siku dan lutut, dan kaki-kaki mereka ditarik membuka lebar-lebar.<br /> Sementara dua penjaga memegangi tubuh Vita, penjaga yang<br /> ketiga menggiring seekor dobermanmendekati tubuh Vita dari<br /> belakang. Vita dapat merasakan hembusan nafas ajing itu di<br /> pantatnya dan ia mendengar anjing itu mendengus-dengus.<br /> Tubuh Vita mengejang ketika lidah anjing itu menjilati lubang<br /> kemaluannya yang mengirimkan sensasi ke seluruh tubuhnya.<br /> Dan tiba-tiba kaki depan doberman itu menghujam ke pinggulnya<br /> dan batang kemaluan binatang itu masuk ke dalam lubang<br /> kemaluan Vita. Dengan perut mual Vita hanya bisa diam tak<br /> bergerak ketika doberman itu mulai bergerak memperkosanya<br /> dari belakang. Sementara penjaga-penjaga itu mulai tertawa lagi<br /> melihat adegan di depan mereka.<br /> Perlahan tubuh Vita mulai bereaksi atas gerakan doberman itu dan<br /> tubuhnya mulai bergerak seirama dengan gerakan doberman.<br /> Lubang kemaluan Vita perlahan mulai terangsang ketika gerakan<br /> Vita makin seirama dengan gerakan doberman di belakangnya.<br /> Tubuh Vita mulai berkeringatlagi dan nafasnya makin tersengal-<br /> sengal. Vita mulai mengerang sembari menelan ludah dan<br /> pandangannya mulai kabur. Tubuh Vita mulaimenuju orgasme<br /> yang makin lama makin memuncak di<br /> sekujur tubuhnya. Dan ketikadoberman itu melolong, Vita<br /> merasakan sperma anjing memenuhi lubang kemaluannya dan ia<br /> menjerit dan mengerang nikmat. Doberman itu lalu mundur<br /> danseekor anjing lain menggantikan posisinya. Kembali Vita<br /> merasakan sebuah daging panas masuk ke dalam lubang<br /> kemaluannya dan doberman itu mulai menyetubuhinya. Dengan<br /> tubuh makin bergejolak mendekati orgasme Vita masih sempat<br /> melihat Lia yang ada di seberangnya, ia melihat Lia yang meronta-<br /> ronta karena seekor doberman lain sedang menyetubuhinya juga.<br /> Vita seperti sedang bermimpimelihat itu semua, yang nyata<br /> baginya hanyalah orgasme dalam tubuhnya yang makin<br /> mendekati puncak. Dan ketika dobermankedua menyemburkan<br /> spermanya, Vita menjerit dihantam gelombang orgasmeyang<br /> kedua. Vita tidak tahu lagi berapa doberman lagi yang<br /> menyetubuhinya, tapi ketika anjing terakhir selesai, tubuh Vita<br /> langsung tersungkur kelelahan. Dari lubang kemaluan Vita<br /> mengalir sperma anjing dan di pinggulnya juga dilumuri oleh<br /> sperma mereka. Vita terus berbaring tak bergerak selama<br /> beberapa menit, terengah-engah dan gemetar ketika gelombang<br /> orgasme yang tersisa masih mengalir ke seluruh tubuhnya.<br /> Dengan mata terkejap-kejap ia melihat ke arah Lia, dengan seekor<br /> doberman di depannya dan batang kemaluan anjing itu<br /> dimulutnya, berusaha mengulum dan menjilati hingga akhirnya<br /> anjing itu menggeram dan sperma menyembur ke wajah Lia.<br /> Setelah itu seorang penjaga mendekat dan menarik kepala Vita<br /> sambil mendekatkan batang kemaluannya ke mulut Vita. Tanpa<br /> bisa berpikir jernih lagi Vita membuka mulutnya dan mulai<br /> mengulum dan menjilat batang kemaluan laki-laki itu. Vita terus<br /> mengulum sementara batang kemaluan lain juga masuk ke<br /> lubang kemaluannya dan mulai bergerak. Vita sudah tidak<br /> menyadari keadaan sekelilingnya lagi. Semuanya tampak kabur<br /> sampai akhirnya gelap gulita. Vita mengulum batang kemaluan<br /> yang besar itu dengan penuhnafsu, lidahnya menjilati batang<br /> kemaluan hingga pangkalnya. Nafas Vita tersentak ketika sebuah<br /> batang kejantanan lain menghunjam ke anusnya. Vita sedang<br /> dalam posisi merangkak. Buah dada Vita mengayun-ayun ketika<br /> tubuhnya mulai bergerak didorong oleh gerakan batang kemaluan<br /> di anusnya.Tubuh Vita segera berkeringat ketika Vita dengan<br /> sekuat tenaga membuat dua orang itu mencapai klimaks. Vita<br /> sendiri telah mengalami dua kali orgasme sepanjang hari itu, dan<br /> ia sadar dirinya masih akan mengalami orgasme demi orgasme<br /> sebelum akhirnya ia kembali ke penjara lagi.<br /> Sekarang Vita sudah menjadipelacur bagi penjara itu. Ia harus<br /> melayani setiap orang yang sanggup dan mau membayar<br /> tubuhnya. Penjaraitu ternyata memiliki kegiatanpelacuran kelas<br /> tinggi. Bisnisman dari manca negarayang pernah mendengar<br /> tentang penjara itu kebanyakan mengetahui tentang kegiatan<br /> terselubungitu, tak terkecuali juga pejabat-pejabat negara kelas<br /> tinggi yang kadang juga menggunakan tubuh Vita dan tubuh<br /> gadis lainnya yang sudah dipilih sendiri oleh komandan penjara.<br /> Malam itu Vita harus melayanidua orang dari Inggris yang sudah<br /> membayar US$ 1.000 kepada komandan untuk dapat<br /> menggunakan tubuhnya selama delapan jam. Tiga minggu yang<br /> lalu Vita melayani seorang pejabat dari Brunei. Ia membayar US$<br /> 2.000 agar ia dapat memecuti tubuh Vita yang menjerit dan<br /> mohon ampun, selama enam jam berturut-turut. Vita tidak dapat<br /> bergerak selama enamhari setelah peristiwa itu.<br /> TAMAT</span></span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-22501099665762828302013-05-24T16:50:00.003-07:002013-05-24T16:50:48.533-07:00Penyesalan Yang terlambat<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWHaX8zbX8qzeUbtAPgbnfESjhoByftnd7S_pZeFayaqA2axWrE0xnySJqOg9obEY-d06st3SOjqix2KzjMUvuLS3VMYFRGCICVNVXNL6NfG0ZJOaxEEn7ol7__b4hDH-9qM7aWaHLIGI/s1600/31.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWHaX8zbX8qzeUbtAPgbnfESjhoByftnd7S_pZeFayaqA2axWrE0xnySJqOg9obEY-d06st3SOjqix2KzjMUvuLS3VMYFRGCICVNVXNL6NfG0ZJOaxEEn7ol7__b4hDH-9qM7aWaHLIGI/s1600/31.jpg" /></a></div>
<br />
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">"Dadanya
montok, sayang kakinya bisulan. Yang satu itu boleh juga, wah, celana
dalamnya berwarna hitam" Andy sedang duduk di kantin kampusnya bersama
teman-temannya.Biasanya Andy suka bercanda dan tertawa keras-keras
bersama teman-temannya. Tapi beberapa hari ini dia kelihatan agak lain
dari biasanya. Bila sedang beradadi kantin sekolah, dia kelihatan asyik
memandangi or<span class="text_exposed_show">ang-orang yang lewat, atau lebih tepatnya cewek-cewek cantik dan seksi yang sedang lewat.<br />
Tiba-tiba Tono yang sedang duduk di samping Andy menepuk bahunya
sambilberkata. "Hei, ada apa denganmu? Kamu liat apa sih? Kok diam aja
dari tadi."<br /> "Ah.. tidak.." Jawab Andy, pandangannya tetap terarah
pada cewek cakep yang sedang duduk di seberang meja. Andy sedang mencoba
untuk melihat celana dalam cewek tersebut.<br /> Tono mencoba mengikuti pandangan Andy, lalu dia tertawa keras-keras sambil menepuk-nepuk bahu Andy lebihkeras dari sebelumnya.<br /> "Ada apa sih, sakit tau." KataAndy dengan kesal.<br /> "Jangan-jangan.. kamu tertarik ama si Susi yah." Kata Tono.<br /> "Apa.. maksudmu." Wajah Andy sedikit memerah, karena ketahuan sedang memandangi Susi.<br />
"Andy tertarik ama Susi? Wah ini berita besar nih. Ntarkita sebarkan
pada teman-teman sekelas." Kata Iwan yangduduk berhadapan dengan Tono.<br /> "Hei, jangan macam-macam ya kalian. Awas kalo kalian berani bilang." Ancam Andy.<br /> "Wah, mengancam nih. Ini berarti.. dia memang ada maksud sama si Susi." Tawa Iwan.<br /> "Ah sudahlah, bosan aku bicara sama kalian." Kata Andy sambil bangkit berdiri dari kursinya dan kembali ke kelasnya.<br /> "Udah bosan sama kita katanya." LedekTono."Sekarang dia udah mau sama si Susi."<br /> Teman-teman lain yang juga duduk satu meja dengan Andy tertawa terbahak-bahak.<br />
Saat ini Andy sedang memasuki tahun kedua pada kuliahnya. Entah kenapa,
akhir-akhir ini, gairah sex Andy menjadi lebih tinggi daribiasanya.
Setiap kali melihat cewek seksi yang pakai rok mini lewat, dia suka
berangan-angan sedang bercumbu dengan cewek<br /> tersebut, melepaskan BH
dancelana dalamnya perlahan-lahan, kemudian meremas-remas kedua dadanya,
lalu mengelu-elus vagina-nya yang lembut..<br /> *****<br /> "Aku pulang." Kata Andi.<br />
Seperti biasanya, setelah melemparkantasnya ke dalam kamarnya, dia
langsung menuju dapur untukmencari sesuatu untuk dimakan. Akan tetapi,
alangkah terkejutnya dia, saat dia sampai di dapur, dia melihat seorang
cewek berambut panjang yang tidakdikenalnya sedang memasak indomie.<br /> Andy spontan berkata dengan agak kasar. "Siapa kamu!"<br />
Cewek itu membalikkan tubuhnya, dan terlihatlah duabuah dada yang besar
dan montok, pinggul yang rampingsertasepasang kaki yang halus.<br /> Andy
terkesima sejenak, apalagi cewek itu sedang mengenakan celana pendek
serta T-shirt berwarna putihyang tidak menutupi bagian pusarnya.<br />
"Er.. saya.. saya mahasiswa baru yang akan menginap disini." Jawab cewek
itu, wajahnya yang cantik dan polos kelihatan cemas dan khawatir,
karena dia takut dia akan disangka maling.<br /> "Oh iya." Kata Andy. Dia
baru teringat akan perkataan orang tuanya, bahwa ruang kosong yang ada
di lantai satu akan disewakan kepadadua orang mahasiswa tahun pertama.<br /> "Tapi.. bukankah ada dua orang? Yang satu lagi ada dimana?" Tanya Andy.<br /> "Er.. teman saya besok baru bisa datang." Jawab gadis itu.<br />
"Oh, begitu ya, em.. nama saya Andy. Barusan.. sori yah, soalnya saya
lupa." Kata Andy dengan wajah yang agak memerah, soalnyabarusan dia
telah membentaknya dengan keras.<br /> "Oh, tidak apa-apa. Nama saya Elisa." Kata gadis itu.<br /> *****<br />
Jam di dinding menunjukkan pukul 5 sore. Andy sedang duduk di lantai
kamarnya, nafasnya terengah-engah, tangan kirinya sedang membalik-balik
halaman majalah Playboy yang dia pinjam dari temannya, sementara tangan
kanannya sedang mengocok-mengocok penisnya dengan cepat.<br /> Tidak lama
kemudian, saat dia merasa akan orgasme, dia cepat-cepat mengambil
kantong plastik yang sudah disediakan disampingnya, laludisemprotkan
spermanya ke dalam kantong plastik tersebut.<br /> Untuk beberapa saat, Andy<br /> duduk termenung di lantai kamarnya, sambil membayangkan tubuh Elisa yangseksi.<br /> *****<br />
Malam itu, Andy tidak bisa tidur. Setelahberguling-guling di tempat
tidurnya selama setengah jam, akhirnya dia memutuskan untuk turun ke
dapur untuk mencari makanan. Orang tua Andy sedang bepergian keluar kota
bersama kedua adiknya yang kebetulansedang liburan. Mereka baru pulang
pada keesokan harinya, jadi rumah Andy menjadi lebih sepi dari biasanya.<br />
Malam itu rumah Andy hanya dihuni oleh 4 orang, yaitu: Andy, tantenya,
seorang pembantu rumah tangga, dan mahasiswi yang baru masuk itu.<br /> Kamar Andy terletak di lantai dua, sementara kamar tantenya, dan kamar si pembantu rumah tangga terletak di lantai tiga.<br />
Saat Andy tiba di lantai satu dan hendakmenuju ke dapur, dia melihat
Elisa baru saja keluar dari toilet sambil mengenakan piyama yang sedikit
tembus pandang. Elisamelihat ke arah Andy dan tersenyum, kemudian dia
langsung menuju ke kamarnya yang terletak di lantai satu.<br /> *****<br />
Jam dinding yang tergantung di dapur menunjukkan pukul 12.30 malam. Andy
sudah menghabiskan semangkuk indomie, dan sekarang sedang duduk melamun
di dapur. Dia tidak bisa melupakan lekuk tubuh Elisa yang seksi itu.
Semakin dipikir, Andy semakin bernafsu, dan akhirnya, setelah duduk
melamun di dapur selama sepuluh menit, Andy memutuskan untuk memasuki
kamar Elisa dan melihat tubuhnya secara langsung.<br /> Mula-mula Andy
kembali ke kamarnya untuk mengambil kunci kamar Elisa yang dititipkan
ibunya kepadanya. Ibu Andy takut kalau-kalau mahasiswi yangbaru masuk
itu akan melakukan perbuatan terlarang di kamartersebut, sehingga dia
menitipkan kunci cadangan kepada Andy.<br /> Andy lalu turun lagi ke dapur
dan mematikan lampu dapur, sehingga sekarang suasananya menjadi gelap
gulita. Setelah itu Andy langsung menuju ke kamar Elisa. Saat Andy
memasukkankunci tersebut dan memutarnya, terdengar bunyi"Klik!" yang
lumayan keras, karena waktu itu sudah larut malam, sehingga bunyi yang
kecil pun terdengar cukup jelas<br /> Andy menunggu sejenak karena takut
kalau-kalau Elisa terbangun. Setelah memastikan bahwa Elisa masih
tertidurlelap, dia lalu memasuki kamar Elisa, menutup pintu tersebut
dengan perlahan-lahan, dan mengunci pintu tersebut, untuk berjaga-jaga.<br />
Andy lalu bergerak ke tempattidur Elisa.Elisa tidak menutup tirai
jendela kamarnya, sehingga cahaya bulan yang berasal dari luar adalah
satu-satunya penerangan di kamar itu, tapicukup bagi Andy untuk melihat
sekeliling ruangan.<br /> Saat itu Elisa sedang tidur menghadap ke samping
sambil memeluk gulingnya. Andy lalu berdiri di samping tempat tidur
Elisa sambil menatap posisi tidurnya. SaatAndy melihat wajah Elisa yang
polos dan lembut, untuksesaat gairah sexnya hilang,digantikan oleh suatu
perasaan aneh yang bergejolak dihatinya.<br /> Namun saat Andy melihat
punggung Elisa, terlihat baju piyamanya agak tersingkap ke atas, dan
celana dalamnyayang berwarna cerah menyembul keluar dari
celanapanjangnya. Tiba-tiba saja, gairah sex Andy muncul kembali.<br />
Andy lalu dengan tangan yang gemetaran mencoba memegang pantat Elisa,
dan pada saat tangannya bersentuhan dengan pantat Elisa, kontan batang
penis Andy menegang.<br /> Andy biasanya hanya melihat cewek bugil melalui
majalah atau VCD porno saja, jadi diatidak pernah melihatnya secara
langsung. Pada saat ini, seorangcewek seksi sedang terbaring di depan
matanya, tentu saja gairah sex-nya langsung mencapai batas maksimal.<br />
Akhirnya Andy tidak tahan lagi. Dia lalu memutarkan tubuh Elisa ke
arahnya, melepaskan tangan Elisa darigulingnya, lalu mengambil guling
tersebut dan meletakkannya di atas lantai.<br /> Kemudian Andy melepaskan
kancing baju Elisa satu persatu. Saat Andy selesai membuka baju tidur
Elisa, terlihatlah, BH yang berwarnaputih danbercorak bunga-bunga
menutupi buah dada Elisa yang besar, pada saat ini, batang penis Andy
kontanmenegang hingga batas maksimal. Saat-saat ini hampir sama seperti
saat Andy melihat gambar porno untuk pertama kalinya.<br /> Dengan tangan yang semakingemetaran, Andy lalu<br />
mengelus-elus dada Elisa yang masih terbungkus BH itudengan
perlahan-lahan. Saking bergairahnya, Andy bahkan merasakan bahwa batang
penisnya ikut bergetar.<br /> Andy lalu menurunkan celana panjang Elisa
perlahan-lahansampai pada lututnya, dan terlihatlah celana dalam Elisa
beserta pahanya yang mulus.<br /> Tangan kanan Andy lalu mengelus-elus
paha Elisa yang lembut itu, sementara tangan kirinya meremas-remas
bagian atas dada Elisayang tidak tertutup oleh BH dengan perlahan-lahan.
Setelah mengelus-elus paha dan dada Elisa selama beberapa saat, Andy
merasa bahwa dia sudah tidak tahan lagi. Ingin rasanya dia melepaskan
celana dalam Elisa, dan menusukkan batang penisnyakuat-kuat ke dalamnya.<br />
Akan tetapi, pada saat inilah Elisa terbangun dari tidurnya.Saat Elisa
membuka matanya,dia sangat terkejut karena seseorang sedang berdiri di
samping tempat tidurnya sambil memegangi paha dan dadanya. Kontan dia
menjerit"Tolong..!"<br /> Melihat hal ini, secara refleksAndy langsung
menutup mulutElisa dengan tangan kanannya, dan dia juga segera tidur
tertelungkup di atas tubuh Elisa supaya Elisatidak melarikan diri.
NamunElisa juga tidak menyerah begitu saja, dia terus berusaha untuk
melepaskan diri dari cengkraman Andy, kedua tangannya terus sembarangan
pukul, dan kedua kakinya juga terus-menerus menendang.<br /> Selama
kira-kira lima menit, Elisa terus meronta dan meronta, namun biar sekuat
apapun dia memukul dan menendang, dia tetap tidak dapat menyingkirkan
tubuh Andy yang sedangmenekannya dengan keras. Namun pada saat sinar
bulanyang melalui jendela mengenai wajah Andy, wajah Elisa
memperlihatkan ekspresi terkejut yang teramat sangat. Air mata tiba-tiba
mengalir turun membasahi pipinya, dan entah kenapa, perlawanan Elisa
berangsur-angsur melemah, dan pada akhirnya dia malah tidak memberikan
perlawanan sama sekali, entah karena tenaganya telah terkuras habis,
atau karena dia sudah pasrah akan nasibnya, atau mungkinjuga karena
alasan lain.<br /> Rintihan dan rontaan Elisa tadi malah membuat nafsu<br />
sex Andy semakin meningkat,dan pada saat ini nafsu sex-nya sudah
mencapai tahap klimaks. Melihat Elisa yang sudah tidak
memberikanperlawanan lagi, Andy langsung meremas-remas tubuh Elisa
dengan kasar.<br /> Mula-mula Andy melepaskan tangan kanannya dari mulut
Elisa dengan perlahan-lahan.Setelah melihat bahwa Elisa tidak berteriak
lagi, dia langsung meremas-remas kedua dada Elisa yang masih terbalut BH
berwarna putih itu dengan bernafsu.<br /> Tidak lama kemudian, dia
punmerobek baju piyama Elisa, dan membuangnya ke lantai. Rintihan
kesakitan Elisa membuat Andy semakin bergairah. Andy lalu melepaskan
celana panjang Elisa dan sementara kedua tangannya tetap meremas-remas
dada Elisa, lidahnya menjilat-jilat vagina Elisa yang masih terbungkus
oleh celana dalam itu.<br /> Setelah selang beberapa waktu, Andy lalu
menciumi bagian dada Elisa yang tidak tertutup oleh BH, sekaligus
menjilatinya. Andy juga menciumi bagian leher dan bibir Elisa dengan
paksa.<br /> Setelah puas menciumi Elisa, Andy lalu melepaskan BH dan
celana dalam Elisa, sehingga sekarang Elisa sedang dalamkeadaan
telanjang bulat dan dalam posisi tidur terlentang di atas tempat
tidurnya.<br /> Melihat kedua dada Elisa yang besar dan berisi, serta
vaginanya yang dipenuhi oleh bulu-bulu halus, Andy tidak dapat menahan
dirinya lebih lamalagi. Dia langsung melepaskan baju, celana, dancelana
dalamnya, sehingga mereka berdua sekarang dalam keadaan telanjang bulat.<br />
Tangan kiri Andy lalu meraba-raba vagina Elisa, sementara tangan
kanannya memutar-mutar puting susu Elisa. Perbuatan Andy membuat tubuh
Elisa sedikit bergetar karena saking gelinya. Tidak lama kemudian,Andy
merasakan vagina Elisamulai basah danmengeluarkan cairan.<br /> Andy lalu
menusukkan batangpenisnya ke dalam vagina Elisa. Tindakan ini, membuat
Elisa menjerit kesakitan, namun Andy sudah tidak peduli lagi. Walaupun
Elisa menangis terisak-isak, Andy tetap saja mencengkram kedua dada
Elisa sambil memompa vaginanya dengan keras. Andy yang sekarang sudah
kehilangan akal<br /> sehatnya dan sudah dikuasaioleh hawa nafsu. Sekarang
tujuannya hanya satu, yaitu menyetubuhi gadis yang sekarangsedang tidur
terlentang di hadapannya.<br /> Namun entah karena rasa takut atau malu, Elisa berusaha untuk menahan danmemperkecil suara teriakannya.<br />
Sementara itu, Andy terus menggerakkan pantatnya naik turun sesuai
irama. Rintihan kesakitan Elisa hanya membuatnya semakin bersemangat.<br />
Walaupun penis Andy sedangmelakukantugasnya keluar masuk vagina Elisa,
tangannya juga tidak tinggal diam. Kedua tangannya terus meremas-remas
kedua dada Elisa dengan keras, sehinggakadang-kadang Elisa
merintih."Ahh.. sakit bang.. AHH.. jangan bang.."<br /> Setelah memompa
vagina Elisa selama kira-kira 15 menit, Andy akhirnya menyemburkan
spermanya kedalam vagina Elisa, membuat Elisa menjerit tertahan.<br />
Biasanya setelah ejakulasi penis Andy akan menjadi lemas dan mengecil,
dan dia juga akan terduduk lemas, akan tetapi karena ini adalahpertama
kalinyaAndy melakukan sex nyata denganseorang wanita, sehingga penisnya
tetap saja menegang, dan rasanya dia masih punya kekuatan untuk
melakukannya sekali lagi, atau bahkan mungkin dua kalilagi.<br /> Namun
Andy tidak ingin terburu-buru, dia ingin menikmati malam ini hingga
sepuas-puasnya. Andy lalu memain-mainkan kedua dada dan puting susu
Elisa. Mula-mula dia meremas-remas dada Elisa, seperti tukang susu yang
sedang memerah susu sapi. Lalu dia memutar-mutar puting susu Elisa, dan
menjilatinya serta menghisapnya.<br /> Mulut Andy menghisap-hisap dada
sebelah kiri Elisa, sedangkan tangan kanannya meremas-remas dada Elisa
yang satu lagi. Lalu tangan kirinya digunakan untuk meraba-raba paha dan
vagina Elisa.<br /> Gerakan Andy yang makin lama makin mengganas itu
membuat Elisa merintih dan meronta. "Jangan bang.. cukup bang.. ahh..
Akhh.. sakit bang.." Namun Andy tidak peduli. Andy dengan tubuhnya yang
lumayan kekar itu tetap menekan tubuh Elisa, sehingga dia tidakbisa
banyak bergerak.<br /> Setelah menghisap puting susu Elisa selama beberapa saat, Andy lalu menurunkan<br />
kepalanya sampai sejajar dengan vagina Elisa, dan diapun mulai
menjilat-jilati vagina Elisa. Mula-mula Andy menjilati bagian luar
vagina Elisa. Kemudian secara perlahan-lahan dia pun mulai menjilati
bagian dalam vaginaElisa, sambil sesekali menusuk-nusukkan lidahnya
kedalam vagina tersebut.<br /> Gerakan lidah Andy yang semakin mengganas
itu membuat Elisa merintih dan mengerang. "Ah.. geli bang.. Ahh.. Ahh..
AHH.. jangan.. bang.."<br /> Setelah puas menjilati vaginaElisa, Andylalu
mengangkat kedua kaki Elisa dan meletakannya di atas kedua pundaknya.
Andy lalu kembalimenusukkan penisnya ke dalamvagina Elisa dan menekan
kedua paha Elisa hingga menyentuh kedua dadanya sendiri, lalu Andypun
mulai memompa vagina Elisa lagi.<br /> Melihat hal ini, Elisa
berusahauntuk menolak tubuh Andy. Namun tenaganyasaat ini sudah terkuras
habis, sehingga dia hanya pasrah saja, sambil sesekali merintihdan
mengerang.<br /> Mula-mula pantat Andy bergerak maju mundur dengan
perlahan, dan gerakannya sedikit demi sedikit dipercepat. Namun sesudah
lebih dari 10 menit, pantatnya digerak-gerakkan dengan cepat dan kasar,
sehingga suara rintihan Elisaterdengar semakin keras danterputus-putus.<br /> Tidak lama kemudian, Andy pun menembakkan spermanya ke dalam vagina Elisa untuk yang kedua kalinya.<br />
Walaupun sudah berejakulasiuntuk yang kedua kalinya, namun nafsu sex
Andy tetap saja tinggi. Dia lalu menggantiposisi Elisa dan mulai memompa
vaginanya lagi, sambil meremas-remas keduadadanya.<br /> Kali ini Elisa
tidak merintih dan merontalagi, badannya tergeletak lemas di atas
ranjang. Dia merasakan dadadan vaginanya sudah mati rasa. Matanya
menatap ke atas rembulan yang sedang menggantung di langit malam.
Pandangannya menerawang jauh..<br /> *****<br /> Keesokan harinya, kedua
orang tua Andy beserta adik-adiknya akhirnya pulang dari rekreasi. Teman
Elisa yang satu lagi juga telah tiba di rumah Andy.<br /> Namun Elisa sepertinya tidak mengatakan hal tersebut kepada siapa-siapa, termasuk teman sekamarnya,soalnya semua orang<br />
melakukan kegiatan sehari-harinya seperti biasanya, dan setiap kali
Andy berpapasan dengan Lidya, teman sekamar Elisa, Lidya selalu
tersenyum kepadanya,seakan-akan antara Andy dan Elisa tidak pernah
terjadiapa-apa.<br /> Satu hal yang berubah adalah, Elisa selalu
berusahauntuk menghindari Andy, sama halnya dengan Andy, setiap kali
melihat Elisa, dia juga selalu berusaha untuk menghindar.<br /> Lima hari
kemudian, Elisa tiba-tiba mengatakan bahwa dia hendak pindah ke tempat
lain. Hal ini tentu saja mengejutkan semua orang. Sewaktu ditanya
alasannya, dia hanya berkata bahwa tempat kosnya yang baru lebih dekat
dengan kampusnya, dan Lidya juga ikut pindah bersamanya.<br /> Setelah
Elisa pindah keluar, Andy masukke kamar itu lagi.Dia melihat-melihat
ruangan itu sejenak, kemudian saat dia hendak melangkah keluar, dia
melihat keranjangsampah kecil yang terletak disudut ruangan hanya
terdapat tiga gumpalan kertas. Karena penasaran, Andy lalu mengambil
tiga kertas tersebut, dan diluruskannya kertas-kertasitu.<br /> Kertas
yang pertama hanya berisi coret-coretan yang tidak penting. Sedangkan
kertas yang kedua dan ketiga merupakan sobekan dari sebuah diari. Kertas
yang kedua hanya berisi tentang perjalanan Elisa dari rumahnya sampai
ke rumah Andy. Sedangkan saatAndy selesai membaca kertas yangterakhir,
tanpa disadarinya, air matanya mengalir turun membasahi pipinya. Hatinya
serasa bagaikan disayat sembilu.<br /> Isi kertas yang terakhir adalah
sebagai berikut: "lalu saat saya sedang memasak indomie di dapur,
tiba-tiba seorang cowok membentakku.Saya sangat terkejut. Tapi setelah
kami berbincang-bincang, rupanya dia adalah anak pemilik rumah ini,
namanya Andy. Menurutku orangnya lumayan cakep, dan entah kenapa,
sewaktu saya berbincang-bincang dengannya, rasanya ada sebuah perasaan
aneh muncul di hatiku.<br /> Siang itu tidak ada hal yang istimewa, dan malamnya sayamakan malam bersama Andy dan tantenya.<br /> Setelah makan malam saya langsung kembali ke kamar dan membaca buku sampai lupa waktu. Malam ini haid<br />
saya datang lagi, sungguh membuatku kesal. Akan tetapi, mungkin saya
juga harus berterima kasih kepadanya, karena saat saya keluar dari
toilet, sayaberpapasan dengan Andy. Saya hanya tersenyum kepadanya
karena badan saya sudah lemas gara-garahaid, padahal sebenarnya saya
ingin berbincang-bincang banyak dengannya.<br /> Kenapa ya setiap kali
bertemu dengan Andy, jantungku selalu berdebar keras? Apakah mungkin,
saya jatuh cinta kepadanya? Wah, jadi malu nih.<br /> Baiklah, besok saya pasti akan mengajaknya ngobrol. Semoga besok cepat datang."</span></span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-26558630259045374402013-05-24T16:49:00.000-07:002013-05-24T16:49:11.160-07:00Perkosaan : Dian Sarjana Cantik Mulus<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg16bHq7jtJ5RIDzl_z5vHQgfKj-9KqYqi-wvhtg_bSGrtw96a3LOj-5mH0yMqfOlKpJTrBc3VM2JGxr6RqxvfZAkMEp4gDhge63OsMjdFUfpI69Yhv1ttu-7rae5knHMoZhU5NopXn198/s1600/32.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg16bHq7jtJ5RIDzl_z5vHQgfKj-9KqYqi-wvhtg_bSGrtw96a3LOj-5mH0yMqfOlKpJTrBc3VM2JGxr6RqxvfZAkMEp4gDhge63OsMjdFUfpI69Yhv1ttu-7rae5knHMoZhU5NopXn198/s1600/32.jpg" /></a></div>
<br />
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">lulusan
ESP sebuah universitas negeri terkemukadi Palembang. Tubuhnya langsing
dan padat. Rambutnya pendek ala Demi Moore. Ia sangat gemar memakai
pakaian ketat dan jins ketat. Banyak teman laki-lakinya yang berhasrat
menggagahinya. Salah satunya adalah Romi. Dian memang cukup supel dalam
bergaul dan sedikit genit. Suatu malam Dian minta Romi mengantarnya ke
suatu acara.<span class="text_exposed_show"> Dan Romi tahu inilah
kesempatan terbaiknya. Ia telah mempersiapkan segalanya, termasuk obat
perangsang yang sangat kuat, dan sebuah tustel. Maka malam itu sepulang
dariacara sekitar jam 9 malam, Romi sengaja mengambil jalanmemutar lewat
pinggiran kotayang sepi. Dian terkejut merasakan sesuatu terjadi dalam
tubuhnya. Ia merasa terangsang, sangat terangsang. Dian tak tahu Romi
sudah mencampur minumannya dengan obat perangsang dosis tinggi. Lelaki
itu tersenyum melihat Dian gelisah. Tiba-tiba Romi menghentikan mobilnya
ditepi jalan yang sepi. "Dian, kau mau ini??" Romi tiba-tiba menurunkan
retsletingnya, mengeluarkan penisnya yang talah mengeras dan membesar.
Dian menatapnya terkejut, tubuhnya lemas tak berdaya,<br /> "J.. Jaangan.
Romi. Aku.. Harus balik." Romi menarik kepala Dian, menundukkan gadis
itu, menghadapkannya pada penisnya. Diantak bisa menguasai dirinya,
langsung membuka mulutnya dan segera saja Romi mendorong masuk penisnya
ke dalam mulut Dian. "Akhh.." Romi mengerang nikmat. Dian menangis tak
berdaya menahan gejolak nafsunya. Romi mulai menggerakkan kepala Dian
naik turun, mengocok penisnya dengan mulutnya. Suara berdecak-decak liur
Dian terdengar jelas. Tiba-tiba Romi menjambak rambut Dian hingga Dian
tersandar kembali ke jok. "Sudah..! Romi!! Sudah..!" Dian menangis
sesenggukan, terengah-engah. Tubuhnya lemas. Romi dengan cepat menarik
kaos ketat Dian hingga lepas. DadaDian yang kencang menculat keluar.
Kemudian ia menurunkan retsleting jins Dian dengan tak sabar,
memelorotkannya hingga lepas. Tubuh Dian yang langsing dan sintal itu
kini hanya dibalut bra dan celana dalam katun hitamnya.<br /> Membuat Romi
semakin bernafsu. "Oii Dian, kau ni seksi nian. Aku ingin nelanjangi
kau.." Romi menarik Dian dan melentangkannya di jok belakang kijang itu.
Dian hanya mampu manangissambil terengah engah. Romi menarik celana
dalam Dian dengan cepat, kemudian menarik putus branya. Dian telanjang
bulat. Kemudian Romi mengambil sebuah tusteldan memfoto Dian beberapa
kali. Romi membukai pakaiannya sendiri dengan bernafsu. Dian terus
menangis tak berdaya melihat kemaluan Romi yang besar dan panjang. Romi
mulai mengangkangkan kaki gadis itu kemudian menindihi Dian dengan
bernafsu. Payudara Dian yang kejal dan kencang disedot sedotnya hingga
tubuh Dian menggeliat geliat tak menentu. "Ahh.. R.. Romi.. S.. Sudahh..
Jangan.." Melihat Dian menggeliat-geliat, menangis tak berdaya antara
menikmati dan ingin berontak membuat Romi semakin bernafsu.
Sementaramulutnya sibuk mengulum mulut Dian, Romi mengarahkan batang
penisnya ke bibir vagina Dian. Dian hampir menjerit ketika tiba-tiba
Romi menekan pinggulnya keras, batang penisnya yangpanjang dan besar
masuk dengan paksa ke dalam tubuh Dian. Romi mulai menggenjot gadis itu.
Kedua tangan Dian ditekannya di atas kepala Dian di atas jok, sementara
ia mengayun, menyetubuhi Dian dengan kasar dan bersemangat. "Ohhs..
Shh. Oh. Dian. Luar biasa.. Ssh.." Romi mendesis desis nikmat. Dian
hanya bisa menangis takberdaya, tubuhnya terguncang-guncang kasar,
kijang itu terasa ikut berderit-derit bergerak mengikuti gerakan mereka
berdua. Tiba-tiba Dian merasakan seluruh tubuhnyamengejang dalam
kenikmatan.Dian mengerang dan menjerit keras, kemudian lemas. Ia
orgasme. Sementara Romi tidak peduli terus menggenjotDian dengan
bernafsu. Batang penisnya basah kuyupoleh cairan vagina Dian yang
mengalir deras. Romi berhenti bergerak kemudian membalik Dian,
menengkurapkankannya. "Sss.. Sudah Romi. Sss sudah.. Jangan." Dian hanya
bisa memohon dan menangis pasrah. Romi tidak peduli, ia mulai membukai
lubang anus Dian dengan jari-j arinya.<br /> "Aku ingin nyodomi kau Dian..
Tahan." Romi terengah-engah bernafsu. Dian menahan nafas ketika
dirasakannya kepala penis Romi yang besar mulai memaksa membuka lubang
duburnya yang sempit. "AAKKHH!! Ampunn. R.. Romi.. AkhhH!! SAKIT!!" Dian
meronta hingga Romi terjatuh dari jok.<br /> Secara reflek Dian membuka
pintu mobil dan berlari keluar, namun perih diselangkangannya membuatnya
limbung dan tersungkur di semak belukar.Mereka berada dipinggiran
kotaPalembang yang gelap dan penuh belukar. Romi segera menyergap dari
belakang, memiting tangan Dian kemudian mengikatnya. Kemudian menyusul
kedua kakinya. Dian tertelungkup tak berdaya, menangis memohon, "Ampun
Romi.. Jangan.." Tanpa menunggu lagi Romi kembali menindih punggung
Dian, kemudian memaksakan penisnya masuk ke lubang dubur Dian. "AKHH!!"
Dian menjerit kesakitan ketika Romi mendesak masuk, senti demi
senti."Nikmati bae Diann.. H!" Tiba-tiba Romi menekan dengan keras,
membuat seluruh batang penisnya masuk ke dubur gadis itu. Tubuh Dian
mengejang kesakitan. Pandangannya berkunang-kunang menahan sakit.
Walaupun penisRomi sudah dibasahi cairan vaginanya, masih tetap terasa
seret dan kesat. Kini Romi mulai mengeluarmasukkannya, dan setiap ia
bergerak tubuh Dianmengejang kesakitan. Dian menangis dan mengerang
kesakitan, namun hal itu malah membuat Romi semakin bernafsu
menyodominya dengan kasar. Akhirnya Dian lemas dan hanya bisa merintih
kesakitan. Dian di sodomi ditepi jalan, diatas semak belukar. Tiba-tiba
sekelebat cahaya senter membuat Romi yang tengah bernafsunya berhenti.<br />
"Hei! Lagi ngapain itu!!" Tiga orang bertubuh tegap muncul. Romi segera
mencabut penisnya kemudian berdiri. Dian ambruk kesakitan. Dian hanya
dapat melihat keempat lelaki itu berbicara tak jauh darinya,
menunjuk-nunjuk dirinya sambil tersenyum-senyum. Tiba-tiba Romi menarik
tubuh Dian, mendudukannya, sementara ketiga orang tadi tiba-tiba membuka
celana masing-masing. "Tolong Pak. Aku diperkosa lanang inii!!"Dian
memohon mohon.<br /> Tapi salah seorang dari orang itu tiba-tiba menjambak
rambutnya kemudian mengarahkan penisnya kemulut Dian. "Aku dak peduli!
Sekarang kulum punyo aku ini! kalau tidak kutembak disinila!!" Dian
menangis ketakutan, ketiga orang itu malah minta jatah. Dengan terpaksa
Dian mulai mengulum dan mengemut batang penis milik orang itu,
sementaradua rekannya dan Romi mendekatinya. Orang itu menarik kepala
Dian lepas dari penisnya. Penisnya sudah menegang penuh, besar dan
panjang. Mereka membentang terpal ditepi jalan, kemidian orang itu
melentangkantubuhnya. Temannya mengangkat tubuhDian dan
mengangkangkannya diatas rekannya tadi. Ketika penisnya tepat berada di
vagina Dian, mereka menarik tubuh Dian hingga penis orang itu masuk
dengan lancar ke selangkangan Dian.<br /> Dian menangis ngilu dan perih.
Dian ditengkurapkan. Sementara vaginanya terus dipompa dari bawah,
seseorang dari mereka memaksa Dian membuka mulutnya dan mengulum
penisnya. Kepalanya dipegang erat-erat kemudiandigerakkan maju mundur
dengan kasar. Sementara yang satu lagi meremas remas kedua payudara
Dian, memilin-milin putingnya yang coklat dan runcing. Romi tiba-tiba
berlutut di belakangDian, kemudian kembali memaksa masuk ke dubur Dian.
Tubuh Dian menegang dan mengejang kesakitan. Jeritannya tertahan karena
mulutnya tersumbat penis. Dian hanya bisa menangis dan mengerang
merintih tertahan. Romi mulai memompadubur Dian dengan bernafsu.
Bergiliran dengan orang yangmemompa vaginanya dari bawah. Tiba-tiba Romi
mengerang dan menekankan penisnya sedalam-dalamnya ke dalam anus Dian,
bersamaan dengan itu Dian dapat merasakan semburan spermanya mengisi
duburnya.Belum sempat Dian bernafas normal, seorang yang tadi sibuk
dengan payudaranya menggantikan posisi Romi, menduburinya dengan
kasar,dengan bantuan sisa sperma Romi di anusnya. Peluh sebesar jagung
mengalir disekujur tubuh Dian, bercampur dengan peluh pemerkosanya. Romi
mengambil tustel di mobilnya kemudianmemfoto adegan Dian yang diperkosa
tiga lelaki bersamaan,<br /> disemua lubang ditubuhnya, vagina, anus dan
mulutnya. Dian yang telanjangbulat tengkurap diatas pemerkosanya yang
memeluknya erat, sementara seorang lagi yang tengah mengerjai duburnya
dengan semangat mencengkeram pinggulnya, dan seorang lagi menjambak
rambutnya memaju mundurkan kepalanya, memaksa Dian mengulum penisnya.
Hingga tiba-tiba kepala Dian dipegang erat, penis dimulutnya dimasukkan
hingga ke tenggorokannya, kemudian cairan sperma mengalir deras mengisi
rongga mulutnya. "Telenn!! Semua! Cepat! Aakhh!" Dian gelagapan tak bisa
bernafas terpaksa menelan semua cairan kental itu. Kemudian lagi-lagi
cairan sperma memuncrat mengisi dubur dan vaginanya. Dian pingsan.
Ketika sadar ia sudah didalam mobil, berpakaian lengkap, Romi
menyeringai disebelahnya. Seminggu setelah kejadian di tepi sungai Musi
itu, Dian tengah menunggu rumahnya di daerah pasar 27 Palembang itu
sendirian. Seluruh isi rumah pergi menginap di Kertapati karenaada acara
keluarga, kecuali 2keponakannya yang masih berumur 5 tahun. Jam 9 malam
ketika Romi tiba-tiba muncul. "Pergi dari sini!"Dian berusaha mengusir
Romi. Namun dengan santai romi mengeluarkan beberap lembar foto dan
diletakkannya di atas meja. Gadis ini miliknya, dan entah mengapa ia
sangat terangsang jika melihat Dian tersiksa. Dian terpucatmelihat
foto-foto yang diletakkan Romi diatas meja. Itu foto telanjangnya dan
foto-foto adegan ketika ia digagahi beramai-ramai oleh orang malam
itu."Nah, Dian sekarang nurut bae.. Tenangbae, aku janji tidak maen
kasar." Romi menyeringai sambil mengelus paha Dian. Dian memang disuruh
menjaga rumah itu sendirian bersama kedua ponakannya yang masih kecil
yang sudah tidur. Hujan turun deras membuat udara malam itu dingin
menggigit. Dian diam pasrah ketika Romi menariknya ke belakang. "Tenang
be Dian, kalau tidak nurut foto kau, kusebarkan di kampung kau. Biar
tahu kalau kau biso dipakek." Romi menarik Dian kedapur, pintu depan
belum ditutup. Dian mendesis tak berdaya."Tenang bae, Dian. Aku cuma<br />
sebentar.." Romi mulai meraba-raba payudara Dian yang kencang,Dian
memang sudah bersiap tidur hanya mengenakan t shirt dan celana pendek
saja.Puting susu Dian yang runcing tampak menonjol keluar ketika Romi
terus menggerayangi dada Dian. Dian me ng gigil ketika baju kaosnya
ditarik ke atas lepas oleh Romi. Dengan tangannya Romi menarik tangan
Dian yang berusaha menutupi dadanya yang telanjang kemudian mulai
menggerayangi payudara gadis itu dengan mulut dan lidahnya. Dian hanya
dapat tersandar ketembok yang dingin sambil meringis-ringis ngilu ketika
Romimenggigiti putingnya sementara tangannya denganleluasa memelorotkan
celana pendek Dian hingga jatuh ke lantai. Romi terbelalak
melihatcelana dalam sutra Dian yangberwarna putih dengan motif bunga itu
begitu mini dan seksi. Tanpa menunggu lagi jilatan Romi turun ke perut
Dian yang rata, pusarnya, kemudian lambat laun celana dalam Dian
menyusul jatuh kelantai. Romi melempar semua busana Dian jauh ke sudut.
Dengan sedikit paksaan Romi membentang paha Dian kemudian menjilati
vagina Dian "Ohkk.." Dian terdongak merintih ngilu,antara rasa nikmat,
marah dan malu menguasai dirinya ketika kedua tangan Romi mencengkeram
pantatnya, membuka lebar vaginanya kemudian menjilatinya denganbernafsu.
Nafas Dian terengah-engah tak terkendali mencoba menahan dirinya agar
tidak terangsang. Romi berdiri kemudian membuka baju dan celananya,
hingga pakaian dalamnya, kemudian memegang penisnya yang panjang dan
besar. "Isep Dian, ayo. Kalau tidak ingin dikasari." Dian terpaksa
berlutut dihadapan Romi, kemudian mulai menjilati batang penis Romi.
Dian memejamkan matanya kemudian mulaimengocok Romi dengan mulut dan
lidahnya. Romi menjambak Dian kemudian menggerakan kepala Dian maju
mundur, menyetubuhi mulutnya. Suara berdecak-decak terdengar jelas
disela deras air hujan. Dian berusaha semampunya agar Romi puas dan
berhenti, ia menjilat, mengulum, mengocoksebisanya, mengingat film-film
BF yang pernah dilihatnya. Romi mengerang-<br /> erang nikmat, tubuhnya
sampai tersandar ke meja dapur, "Ahh. Ohh. Diann. Kau memangseksi dan
pintar.. Ohh.." Tiba-tiba Romi menarik tubuhDian kemudian mendudukkannya
di atas meja pantry. Dian hanya diamsambil terengah-engah ketika Romi
mengangkangkankedua pahanya kemudian mulai menekan pinggulnya. Dian
meringis ngilu ketika penis Romi yang keras dan besar itu menerobos
vaginanya. Romi mulai menyetubuhi Dian, memperkosanya dengan
bertubi-tubi. Dian hanya mendengus-dengus menahandiri. Kedua tangannya
mencengkeram pinggiran meja dengan kencang. Peluh membasahi tubuh mereka
berdua. Dian memejamkan matanya berharap Romi selesai, sementara lelaki
itu terus menyentak-nyentak, mengeluar masukkan rudalnyake dalam tubuh
Dianyang padat dan langsing. Dian terperanjat ketika membuka matanya,
Ada lima lelaki bertubuh besar telanjang bulat di dapuritu! Ternyata
Romi membawa teman-temannya dan mereka menunggu di mobil. " Apa-apaan
ini, Romi!!" Dian berontak melepaskan diri<br /> Tapi ia tersudut disudut
ruangan. Keenam lelaki itu mengepungnya."Sudahlah Dian. Kalau kau njerit
tidak ada yang denger jugo. Paling ponakan kau tula. Pintu depan la
kami kunci, lampu la kami matike. Kau pasti dikiro sudah tidur.. He..
He. Nurut bela.., aku janjitidak kasar, entah kawan-kawan akuni..!" Romi
dan kelima temannya menyeringai bernafsu. TubuhDian lemas, ia tak dapat
melakukan apa-apa lagi selain pasrah. Tangannya ditarik ketengah
ruangan, kemudian disuruh berjongkok. "Ayo! Sedot punyo kami
sikok-sikok!" Enam batang penis disodorkan diwajah Dian. Dansambil
menangis Dian terpaksa mulai meng'karaoke'nya bergantian. "Ohh.. Hebat
nian Romi, betinokauni!!" "Akhh. Aku.. Nak. Keluarr.." Srett.. Srrtt..
KepalaDian dipegangi beramai-ramai sehingga ia terpaksa menelan sperma
mereka satu demi satu. "Kato kau segalo lubang Dianni biso
dipakek?""Iyo! Ayo kito juburi rame-rame..!!" Dian menangis
mendengarnya,"Jangann.. Ampun.. Sakit.." Dengan cepat mereka menarik
tubuh Dian dan menengkurapkannya di lantai.Kelima lelaki itu
mengeroyoknya, ada yang memegangi tangannya, menahan kakinya dan
menunggingkan pantatnya,ada yang menahan kepalanyahingga Dian
benar-benar tak dapat bergerak. Salah seorang dari mereka mengambil
botol minyak goreng di dekat kompor."Kami baik kok, Dian, biar tidak
sakit, kami minyaki dulu." Yang lain tertawa tawa, Dian dapat merasakan
minyak goreng itu dituangkan dibelahan pantatnya, kemudian terasa jari
jemari mereka mengusap-ngusap pantatnya, membukai lubang anusnya
kemudian menusuk-nusuknya beramai-ramai. Dian menangis dan merintih
nyeri ketika lubang anusnya dibuka paksa oleh jari-jari itu. Setelah
dirasa cukup salah seorang dari mereka mulai berlutut dibelakang
Diantepat dibelahan pantatnya. Dian hanya dapat melolong dan menangis
tak berdaya ketika dirasakannya batang kemaluan itu melesak masuk ke
duburnya. Dian mulai disodomi dilantai dapur itu. Sebuah penis
disodorkan diwajahnya."Isep dulu Dian, kalau tidak kami sodomi serempak
tigo!!"<br /> Dian terpaksa mulai megulum-ngulum penis lelaki yang
berlutut dihadapannya. Sementara lelaki yang dengan kasar menyodominya
terus menyentak-nyentak. Dian melihat sekilas salah seorang dari mereka
mengambil sebuah terong panjang besar berwarna ungu dari kulkas.
Tiba-tiba dirasakannya sesuatu yang dingin dan keras menerobos
vaginanya."Nghh..!!" Dian hanya mampu melenguh perih karena mulutnya
terbungkam. Seorang lelaki mengeluar masukkan terong itu ke vaginanya
sementara duburnya disodomi. "Biar tepakek galo lubangnyo!!" Mereka
tertawa-tawa puas. Tiba-tiba lelaki yang sedang menyodominya mengerang
dan menyodok dengan keras.Dian dapat merasakan cairan sperma yang hangat
tumpah di anusnya. Kemudian rekannya segera mengambil alih posisinya
menyodomi Dian. Tiba tiba lelaki yang dari tadi di'karaoke' oleh
Dianberbaring terlentang, denganisyarat ia me mi nta teman-temannya
menarik Dian ke atas tubuhnya. Kemudian menarik tubuh Dian hingga
penisnya masuk ke vagina gadis itu. Bless. "Aarhh..!!" Dian mengerang
kesakitan, sebelum sebuah penis lagi maenyumbat mulutnya. Dian kembali
diperkosa tiga orang sekaligus. Payudaranya diremas-remas dengan kasar
hingga Dian merasakan sakit bukan hanya dari dubur dan vaginanya yang
dikocok paksa tapi juga dari buah-dadanya yang dipilin dan diremas
dengan kasar. Tiba-tiba kedua tangannya ditarik kemudian dilumuri minyak
sayur. Kemudian dipegangkan pada penis dua lelaki lain. Dian
tertelungkup, dipeluk erat dari bawah, sementara vaginanya dipompa
dengan kasar, seorang lagi menyodominya seperti binatang, seorang lagi
memaksanya menghisap penisnya, menyetubuhi mulut Dian dengan menjambak
rambutnya, sedangkan dualagi minta dikocok dengan kedua tangan Dian. Dan
setiap salah seorang mencapai kepuasan, yang lain segera menggantikan
posisinya, hingga pagi menjelang. Matahari mulai muncul ketika Romi
menyentak-nyentak dubur Dian dengan keras dan "Oohh.." Ia menyemburkan
spermanya dipantat Dian. Dian pingsan. Iatertelungkup telanjang bulat<br />
diatas lantai. Sperma berlepotan di perut, punggung dan wajahnya.
Merekatidak sadar jendela terbuka dengan lampu menyala. Beberapa pemuda
dirumah sebelah menyaksikan semuanya. Bahkan mereka memfoto dan
memfilmkan kejadian itu. Bahkan dengan aneh, Romi membiarkan pintu dapur
terbuka ketika pulang. Keenam pemuda berandal itu segera bergegas ke
rumah Dian. Dian baru saja sadar. Dubur dan vaginanya perih. Ia
tertelungkup di lantai dapurnya, telanjang. Sperma kering berceceran di
sekujurtubuhnya. Ia tersentak ketikalampu blits menyala. Betapa terkejut
Dian melihat enam pemuda tetangganya berdiri mengelilinginya, sibuk
memfoto tubuh telanjangnya sambil menyeringai. "Kami liat galo Dian."
Mereka tersenyum mesum sambil menatap tubuh Dian. "Ternyata kau biso
dipeke jugo.." Dian menangis tak berdaya ketika mereka membopongtubuhnya
ke kamar tidurnya. Tubuhnya masih lemas. Dengan mudah tubuhnya
ditelungkupkan diatas ranjangnya."Jangann. Gek ponakan aku bangun..
Jangan.." Dian menangis tak berdaya. Iatahu mereka tak segan-segan
menyebarkan fotonya. Jika itu terjadi entah bagaimana nasibnya di
kampung itu. "Diem Dian, gek kami jago supayo mereka dak masuk. Sekarang
nurut bae.." Seseorang dari keenam pemuda itu membuka ccelananya.
Mengangkat pantat Dian. Kemudian mulai menyodomi anus Dian. "Uhh uhh!
Uhh!" seperti binatang ia mulai menyentak-nyentak dubur gadis itu. Wajah
Dian terbenam diatas kasur, meringis dan menangis tak berdaya,
sementara kelima pemuda laintelah membuka celana masing-masing sambil
mengocok kemaluannya memperhatikan Dian yang terengah engah tak
berdaya.Anusnya perih dan kesat. Hingga tiba-tiba pemuda itu menekan
keras. Dian menggigit seprei menahan sakit. Sperma pemuda itu muncrat
mengisi anus Dian, bertubi tubi. "Aaahh.. Alangkah enaknyoo."<br /> Ia
terkulai lemas. Menarik penisnya darianus Dian. Begitu pemuda pertama
selesai, yang kedua segera mengganti posisinya. Menyodomi Dian dengan
brutal. Dian hanya bisa melolong tertahan. Tertelungkup sambil<br />
menggigit sepreinya kencang.Keenam pemuda itu menggilir Dian di
pantatnya. Cairan sperma kental mengalir keluar dari duburnya, bahkan
ketika pemuda terakhir mencabut penisnya, Dian tak sadar
mengeluarkankotorannya. Muncrat bersamaan dengan sperma pemerkosanya.
Mereka berenam tertawa. Dian lemas ketika dilentangkan. Kemudian lelaki
yang selesai meyodominya tiba-tiba duduk didada Dian, "Ayo suruh ngisep
taiknyo dewek!" penisnya yang berlumuran kotoran Dian yang kental kuning
dan bau itu disodokkan ke mulut Dian. Sementara rekannya yang lain
memeggangi kepalanya. Dian terbelalak dan meronta ronta. Lelaki
itumenyetubuhi mulutnya. Dan Dian dapatmerasakan cairan asam, pait dan
busukitu memenuhi mulutnya. Dian meringis menahan muntah. Tapi mereka
tak peduli. Dian tergeletak tak berdaya di atas ranjangnya. Keenam
pemuda itu segera keluar. Diluar suasana mulai ramai. "Dian, kalau tidak
galak diglirsekampung, layani kami berenam!!Setiap kami ingin!" Ancam
mereka. Dan Dian hanya sanggup menangis. Sejak kejadian malam itu
Diantak menyadari bahwa foto-fotonya sengaja disebarsemua pemuda
berandal di kampungnya. Dan Dian tak bisa berbuatapa-apa selain pasrah.
Hari menjelang malam, ketika Dian pulang terburu burumelewati gang
sempit itu. Tiba-ti ba lengannya dicekal. Tono, salah seorang yang
memegang fotonya menarik Dian ke balik pagar seng kumuh. "Jangan Kak.
Dak galak aku."Dian menangis ketika melihat Tono sudah memelorotkan
celananya. "Terserah, kalau dak galak kusebar ke foto kau, biar lanang
sekampung tahu kau biso dipake" Dian dipaksa berjongkok. "Ayo, isep."
Dian dipaksa mengoral Tono. Tempat itu adalah bekas pembuangan sampah
yang sudah dipagari seng. Diandengan jengah memasukkan penis Tono ke
mulutnya, kemudian mulai menyedot dengan cepat, berharap Tono segera
ejakulasi. Tono mencengkeram kepala Dian yang bertopi itu kemudian
menyetubuhi mulutnya. Diluar rumah Dian memang mengenakan topi. Dan hal
itu malah semakin membuatnya merangsang."Pelorotkan jins kau Dian.."<br />
Tono menarik Dian berdiri. Dian memang mengenakan kaos ketat dan jins
ketat, walaupun berkerudung. Dian menangis, tapi ia tahu percuma
membantah. Perlahan ia membuka kancingjinsnya kemudian menurunkan
retsletingnya. Tono menelan ludah ketika jins itu merosot ke mata
kaki.Dian mengenakan celana dalam mini berenda. "Ayo, nunduk! Cepat."
Dian dipaksa berpegangan pada sebuahbekas meja. Kemudian celana
dalamnnya dipelorotkan menyusul jinsnya. Tono telah ngaceng berat. Tanpa
ba bi Bu lagi ia menyodokkan penisnya ke vagina Dian dari
belakang."Ukhhnnghh. Nghh!" Dian merasa ngilu di selangkangannya. Tono
merasakan vagina Dian yang kering dan kesat menjepit penisnya,
menimbulkan kenikmatan. "Jeritlah kalau berani Dian.Uh! Uh! Uh!" Tono
mulai menyetubuhi Dian.Menyodok nyodok Dian hingga tubuhnya tersentak
sentak. Dian mencengkeram pinggiran meja itu keras, menggigit bibirnya
menahan jeritan kesakitan. Di samping seng terdengar beberapa orang
lewat. Dian mati-matianmenahan jgn sampai bersuara. Tono yang melihat
itu semakin bernafsu memperkosa Dian. Kaos Dian digulungnya hingga leher
sehingga ia bebas meremas remas payudara Dia n yang bundar menggantung.
BahkanTono mencabut penisnya danmemindahkannya ke lubang dubur Dian.
"Ngngkh!! Nghh!!" Dian menggigit bibirnya. Hampir terjerit. Dan Tono
menungganginya seperti anjing. Hingga, croott.. Crrt.. Crrt. Spermanya
memancar mengisi dubur Dian. Tono meremas buah pantatDian dengan keras.
Ia mencabutnya perlahan. "Ohh.. Nikmat Dian. Besok lagiyo he he he."
Tono membenari celananya sambil menyeringai. Meninggalkan Dian yang
terduduk lemas. Jindan celana dalamnya di mata kaki. Dian pamit menginap
dirumah temannya malam itu. Walaupun hari sudah malam ia nekad naik bis
kota. Awalnya bis itu ramai. Tapi ketika memasuki km 7 yang mulai sepi
isi bis itu hanya 6 orang pemuda ditambah kenek dan sopir. "Eh Dian!
Kebetulan." Dian terkejut. Keenam pemuda itu kebetulan yang memiliki
foto dirinya. Dian segera mengetuk kaca supaya bis berhenti.<br />
Terlambat. Sopir dan kenek bis ikut menyeringai menatapnya. Dian
menangis menyadari ia berada di kandang macan. "Ayo!" Dian ditarik ke
tengah bis. Tanpa aba-aba keenam pemuda itu telah mengerubungi gadis
itu. Menarik kerudungnya lepas, sebagian memelorotkan jinsnya dan
melepas kaosnya. Dian meronta-ronta.Lampu bis itu menyala.
Walaupunberada di pinggiran kota yang sepi orang dari luar dapat melihat
jelas ia ditelanjangi. Tapi keenam pemuda itu terus memeganginya. Ia
memakai bra dan celana dalam berenda biru yang kontras dengan kulit
putih dan tubuh langsingnya. "Jangan kak.. Dijingok uwong." Dian
menangis tak berdaya sementara tangan-tangan kasar itu menggerayangi
tubuhnya, meremas buah dadanya, pinggul dan selangkangannya. Menyelusup
di underwearnya.Tiba-tiba bis berhenti menepi. Diluar hutan. Sopir dan
kenek ikut mengerubunginya. Dian dikeroyok 8laki-laki yang haus birahi.
Sementara keduatangannya dipegangi, celana dalam dan branya dilepas.
Dian telanjang bulat ketika digotong keluar. Dian dipaksamemeluk sebuah
batang pohon kemudian tangannya diikat melingkari pohon tersebut dengan
tali branya sendiri. Dan mulailah mereka bergiliran menyetubuhi Dian.
Tubuhnya agak ditundukkan,kakinya direntangkan. Dan mereka
menungganginya bergiliran. Dian hanyadapat memeluk pohon itu erat . Ia
diperkosa sambil berdiri agaktertelungkup. Payudaranya yang menggantung
diremas-remas kasar. Bahkan setelahpuas menggagahinya, merekabergiliran
pula menyodomi gadis itu. Dian dijadikan alat pemuas nafsu oleh 8
lelaki. Ketika lelaki ke-8 selesai meyodominya, Dian pingsan. Ia
terbangun masih terikat telanjang bulat di pohon itu. Hari mulai pagi.
Mulutnya dibungkam dengan celana dalamnya sendiri. Tangannyadiikat
dengan branya. Disebelahnya ada tasnya. Dengan KTP yang diletakkan dan
dompet yang dibuka. Semua dapat melihat siapa namanya, juga alamatnya.
Dan sebuah kertas diletakkan ditanah. Tertulis besar."Namaku Dian,
juburi aku, perkosa aku, gratis!" Dian panik dan meronta. Ia<br /> berada
di tepi jalan. Seketikasebuah truk orang berhenti melihat gadis
telanjang, siap menungging. Sekompi orang turun sambil tertawa dan
menyeringai bernafsu. "Ayo kita kabulkan permintaan gadis ini!!" Dian
berusaha meronta ketika orang pertama berdiri di belakangnya, kemudian
mulai menggagahinya bertubi tubi. "Mmmffhh!! MMhh!! Nghh!". Ketika sadar
Dian mendapatkandirinya di pinggiran kota Palembang. Tergeletak di tepi
jalan dengan berpakaian lengkap. Tanpa pakaian dalamnya. Malam tahun
baru. Dian menghabiskan waktunya di keramaian bundaran air mancur di
kota Palembang bersama teman-temannya. Suasana sangat ramai. Ia tak tahu
beberapa pasang mata mengikuti gerak geriknya. "San, aku nak kencing
dulu!" Teriaknya diantara hingar bingar suara massa dan terompet,
teman-temannya mengangguk sambil terus bersenang-senang. Dian bergegas
menerobos kerumunan dan mencari WCumum yang terletak di belakang
monumen. Beberapalelaki mengikutinya. Dian barusaja menunaikan hajatnya
ketika mendadak pintu didobrak. Ia menjerit ketika beberapa laki-laki
mencengkeramnya, menarikdan membopong tubuhnya keluar. Celana dalam dan
jinsnya masih menggantung di betisnya. Mulutnya dibungkam dan ia
dibopong ke taman yang cukup gelap. Dian ditelungkupkan diatas rumput.
Sementara kedua tangannya dipegangi, sesuatu yang keras melesak di
duburnya. Dian menjerit kesakitan, namun suaranya tersamar oleh teriakan
keramaian yanghanya berjarak 5 meter dari tempatnyadiperkosa. Dian
dapat merasakan jins dan celana dalamnya dilepas. Kemudianblus ketatnya
ditarik paksa, juga kerudungnya. Dia ditelanjangi di tempatumum. Dian
merasakan lelaki yang menyodominya menyodok lebih dalam dan deras
sebelum ia bergetar dan cairan spermanya memancar mengisi anusnya yang
perih. Dian hanya mampumenangis. Kini kedua tangannya diikat ke pohon
bougenvil dengan branya sendiri, terentang lebar. Ia tertelungkup dengan
posisi menungging. "Ayo, giliran." terdengar suara laki-laki. Mata Dian
ditutup dengan kerudungnya sendiri. Ia benar-benar tak berdaya. Tak
tahu siapa saja yang akan memperkosanya. Seseorang mulai menungganginya
lagi, menyetubuhinya dari belakang. Pinggulnya dicengkeram keras.
Setelah selesai, beberapa jari te rasa membukai lubang anusnya lagi,
kemudian seseorang mengisinya dengan minyak goreng. "Biaar dak
sakitDian.. Kau jadi lonte malam ini. He he he." Dian menjerit jerit
ketika sesuatu yang keras lagi-lagi melesak di dubburnya dan
menyentak-nyentak. Para tukang becak, sopir angkot, dan kuli-kuli
berkumpul mengantre menyodomi Dian. Sementara Budi dan kawan-kawan,
pemuda yang memergoki Dian waktu pertama mengawasi dengan puas. Setiap
lelaki membayar seribu rupiah untuk membuang sperma mereka di anus
danvagina Dian malam ini. Bahkan beberapa diantara mereka memaksa
menyetubuhi mulut Dian dan menyemprotkan spermanya dimulut gadis itu.
Budi benar-benar puas mlihat Dian tak berdaya seperti itu. Bahkan ia
pergi ke bundaran yang masih ramai dan mengundangpara pemuda tanggung
untukmemakai Dian. Dian terikat diatas rumput dengan posisi yang
benar-benar siap<br /> pakai. Maka para pemuda itu mengantre pula
menyodomi Dian. Segera saja taman gelap itu menjadi ramai. Setiap
selesai memakai Dian, mereka pergi bercerita pada rekan lain.Bahkan
seorang pemuda dari Kertapati langsung menelpon rekan-rekannya dengan
HP. Tiga mobil kijang yang penuhpemuda segera tiba. Bebrapabahkan masih
SMP. Budi semakin bernafsu. Lelaki yang mengantre Dian semakinramai.
Bahkan mereka tidak sabar dan memakai Dian beramai-ramai. Teriakan dan
tangisan Dian semakin membuat mereka bernafsu. Dian dipakai ketiga
lubang tubuhnya sekaligus. Sementara tubuh telanjangnya dilentangkan
dibangku taman, kedua kakinya dikangkangkan lebar, sehingga para
pemerkosanya dengan leluasa menyetubuhi vagina dan anusnya sesuka hati.
Sementara kepalanya yang terjuntai diujung bangku sengaja dipegangi dan
mereka menytubuhi mulutnya.Sementara kedua tangannya terus dipegangi dan
kedua payudaranya disudot kanan kiri. Dian beberapa kali hampir mati
tersedak ketika mulutnya disetubuhi dengan brutal. Mereka terkadang
sengaja menutup hidung Diansambil menekankan penis mereka ke dalam
mulutnya. Dan semakin Dian panik karena tak bisa bernafas mereka semakin
bernafsu. Pemerkosaan semakin brutal ketika serombongan tukang becak
yang mabuk mengeroyok Dian. Sementara mulut, vagina dan anusnya
disodok-sodok, buah dadanya digigiti dan diremas kasar, bahkan perut
Dian yang rata dan mulus dipukulihingga Dian hampir pingsan. Akibatnya
ketika penis ditarikdari anusnya, kotoran Dian ikut muncrat tak
terkendali. Dian benar-benar dilecehkan.Ia diperkosa, disodomi, dan
dipaksa oral sex bergiliran oleh puluhanlelaki ditengah taman kota,
ditengah keramaian, dan kini ia dipaksa membuang hajat. Siksaan terakhir
adalah ketika tukang becak itu memegangi tubuh telanjang Dian diatas
rumput. Kedua tangan dan kakinya direntangkan lebar. Sementara yang lain
memegangi kepalanya dan memaksa Dian membuka mulutlebar-lebar. Saat
itulah salahseorang darri mereka menyendoki kotoran Dian dari anusnya
kemudian<br /> menjejalkan ke mulutnya. Dian dipaksa memakan taiknya
sendiri. Bahkan ketika Dian menolak mereka lagi-lagi memencet hidung
Dian hingga tak bisa bernafas, Dian menjerit histeris tak berdaya ketika
dirasakannya taiknya yang asam, pahit dan busuk itu masuk ke
tenggorokannya. Para penyiksanya tertawa puas. Seorang dari mereka
memasukkan penisnya kemulut Dian dan dengan lancar kencing dimulutnya.
Sementara yang lain memegangi Dian dengan erat. Dian benar-benar
diperkosa dan dilecehkan habis-habisanmalam itu. Ketika polisi datang
jam 4 pagi pemerkosaan itu baru berhenti. Mungkin ada sekitar100 penis
yang sudah dijejalkan pada mulut, anus dan vaginanya. Dian pingsan tak
berdaya, sekujur tubuh dan wajahnya penuh sperma kering.</span></span><br />
HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-30464288643549616382013-05-24T16:46:00.000-07:002013-05-24T16:46:50.492-07:00Perkosaan Gadis ABG Cantik<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEig-Xc6REo9A1z2jltJyceZ1QV5NPXlfKsm3jwCwMnLUy5tszak12wpqo1CR0FOe31lB4CcmofucwNAhZQ8JkmrsqJ8Y__9gqT2c1dConMm4U_fA5YdNMCJU_wcubAcSyNHkK2eg6shkTs/s1600/30.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEig-Xc6REo9A1z2jltJyceZ1QV5NPXlfKsm3jwCwMnLUy5tszak12wpqo1CR0FOe31lB4CcmofucwNAhZQ8JkmrsqJ8Y__9gqT2c1dConMm4U_fA5YdNMCJU_wcubAcSyNHkK2eg6shkTs/s320/30.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">Hai
nama saya Jeffrey. Saya tinggal di Jakarta. Tepatnya di Jakarta Selatan.
Sekarang sih saya sudah berumur 18 tahun (lagi sekolah di Yogyakarta).
Sayaakan menceritakan pengalaman sex seru saya yang tak akan saya
lupakan. Ini adalahcerita pada saat saya kelas 1 SMP. Seperti biasa saya
pergi ke sekolahdi Jakarta Selatan (lupa nama sekolahnya). Pulangnya
sayaharus les di tempa<span class="text_exposed_show">t guru les privat saya di rumah pribadinya.<br />
Saya punya teman les wanita yang kurus dan pakai kacamata yang tebal
jadi ia sering dikatai jelek. Mula-mula saya perhatikan dia, dalam hati
saya berpikir,'Jelek amat nih cewek, kok bisa lahir cewek jelek kayak
gini yach?' Selain pakai kacamata, dia juga tidak punya tata krama yang
cukupbaik. Duduknya, bicaranya, dan lain-lain. Di sekolah sayasering
mengolok-oloknya.<br /> Dan ada suatu kali di sekolahsaya dan teman-teman
saya melihat ia pentas drama di atas panggung, karena kurangtata
kramanya, CD-nya kelihatan jelas oleh para penonton termasuk kami. Kami
hanya tersenyum genit. Ketika saya ejek lagi ditempat les, ia hanya
bilang,"Biarin!!". Kebiasaannya yanglainyaitu: suka membaca komik tanpa
memperdulikan apapun.<br /> Karena tata kramanya kurang baik, waktu ia
baca komik pun ia memamerkan CDnya yang berwarna kuningdan berlogo
Winnie The Pooh. Dalam hatiku, 'Wah, seksi sekali!!' Sekaligus pahanya
yang mulus dan putih tanpa bercela.<br /> Di tempat les kami ada sebuah
ruanganperpustakaan yang penuh dengan komik, juga ada sebuah sofa putih
yang empuk dan dipenuhi pendingin ruangan.Tempat yang cocok untuk
melakukan sex. Pada waktu itu saya masih bingungtentang apa yang
dimaksud dengan sex. Tetapi saya coba-coba untukmelakukan bersama dia.<br /> Di ruangan itu pun juga ada sebuah komputer yang dilengkapi dengan internet. Saya membuka website hardcore di hadapannya.<br /> Lalu saya berkata, "Eh, lihat deh ini ada cewek bugil lagi melakukan sex! Kayaknya enak tuh ya!"<br /> "Ah, saya seumur hidup takkan melakukan sex!" jawabnya. Lalu saya pun terdiam. Beberapa hari telah<br /> lewat. Akhirnya saya coba-coba banyak cara.<br />
Suatu hari, ia sedang membaca komik dengan asyiknya tanpa
mempedulikanapapun. Lalu saya duduk di atasnya (ia duduk di atas sofa
dan saya duduk di tempat menaruh pundak tepatdi belakang kepalanya).
Lalu diam-diam saya membuka CD saya. Penis saya sudah memberontak
keluar. Lalu rambutnya pelan-pelan saya gulungkan menyelimuti penis
saya. Dan saya merasa sangat geli dan enak. Langsung saya taruh penis
saya di telinganya dengan enaknya. Penuh dengan rasageli dan seperti
biasa ia hanya terdiam saja sambil tersenyum-senyum.<br /> Beberapa hari
kemudian sayadatang kerumahnya untuk melakukan tugas kelompok. Anggota
tugas kelompok ini hanya kami berdua. Ketika itusaya sedang kebelet dan
ingin ke WC tapi ia sedang mandi di dalam. Ketika penis saya yang sudah
berdiri ingin buang air kecil ini mendengar suaranya mandi langsung
keluarlah air mani saya untuk pertama kalinya karena terlalu geli.<br />
Akhirnya ia keluar juga dari WC. Dan saya segera masuk ke WC itu karena
sudah kebelet. Lalu saya melepaskan air seni saya yang sudah
tertahan-tahan. Dan saya pun lega sekali setelah melepasnya. Saya
melihat-lihat WC itu dan mengamatinya. Dalam WC itu ada CDnya dan saya
cium-cium CD itu dan menjilatnya. Saya merasakan bau vagina segar dan
rasa manis di CD itu. Dan juga handuknya yang tertinggal disana. Saya
mencium handuk itu sampai puas karena bau badannya. Di sana saya juga
menemukan mini-set(BH) ukuran kecil karena dadanyanyaris rata. Setelah
itu pun kami melakukan tugas sampaituntas.<br /> Dan ia pun tertidur
karena lelah. Diam-diam aku memasuki kamarnya tanpa suara. Terlihat
kamar yang cukupluas. Dengan ranjang ukuran QUEEN Size(160) danpendingin
ruangan yang dingin. Dengan segera aku segera membuka lemari bajunya
dan mencari CD dan BHnya. Dengan segera aku menemukannya karena saking
nafsunya. BH dan CDnya itu cium-cium dengan mulut dan hidung. Melihatnya
yang tertidur pulas aku sampai tercengang karena pahanya yang
seksi.Karena<br /> ranjangnya luas aku segera ikut tidur bersamanya. Ia
tidur tanpa guling. Dan saat itu aku tidur di sampingnya. Aku merangsang
berkali-kali karena seolah-olah aku sudah beristri. Karena tak ada
guling ia segera memelukku tanpa sengaja. Aku dikiranya guling dan
dipeluk lalu ia menempelkan mulutnya di pipiku. Saya seperti berada di
dalam mimpi. Dan beberapa saat ia melepaskan pelukannya terhadapku.<br />
Lalu aku pun bangkit berdiri dari tempat tidurnya dan berdiri di atas
lantai. Aku melihat kakinya mengangkangdan membuka celah untuk melihat
perangkatnya. Tanpa segan-segan aku mendekatkan kepalaku ke dalam lubang
itu. Kepalaku pun semakin mendekat ke CDnya. Dan tanpa sengaja mulutku
menyentuh CDnya. Tepatnya di depan vagina. Aku merasakan CDnya yang
basah. Tanpa segan-segan aku segera menjilatnya berulang kali karena
begitu enak cairannya. Ia sama sekali tidak merasakannya karena tertidur
pulas. Saya berpikir, 'Kalau membaca komik saja ia tidak terasa,
apalagi kalau ia sedang tidur.'<br /> Kebetulan sekali pada waktu itu ia
memakai longdress yang longgar jadi aku bisa langsung melihat BHnya yang
seksi membentuk susunan dua gunung. Aku langsung merangsang kuat.
Beberapa lama kemudian ia pun bangundan aku dengan cepat keluardari
kamarnya. Karena jemputan sudah menungguku di luar.<br /> Esok harinya di
sekolah, akumelihat tatapan mukanya yang cukup gemilang.Mungkin ia
merangsang pada waktu ia tertidur dan memimpikan hal itu lagi di
sekolah. Dalam hatiku, 'Gadis yang seksidan cantik.' Beda sekali dengan
pikiranku waktu dulu. Memang semua bagian tubuh wanita dapat menggoda
lelaki.<br /> Sorenya, seperti biasa kami les bersama lagi di tempat
lesprivatku. Dansetelah les selesai kami langsung ke ruang perpustakaan
yang biasanya. Di situ ketika ia membaca komik. Aku menggeledah tasnya.
Ternyata di dalamnya terdapat buku-buku, alat tulis, minuman, dan
lain-lain. Aku dengan cepat segera mengambil minumannya dan membuka
tutupnya.<br /> Aku mencium minuman itu dan merasakan bau mulutnya<br />
yang segar. Tanpa berpikir panjang lagi,langsung kumasukkan penisku ke
dalamminuman itu dan air maniku keluar untuk kedua kalinya di dalam
minuman juice itu karena dingin sekali.Karena minumannya juice ia tak
dapat melihatnya. Tanpa disadari, akhirnya ia meminum juice itu juga.
Seolah-olah tidak ada apa-apa dalam minuman itu.<br /> Untuk kedua kalinya
ada tugas kelompok untuk ke rumahnya. Di rumahada sebuah piano besar.
Ia sangat mahir bermain piano. Aku sampai kagum melihat alunan musiknya.
Dengan cepat kami menyelesaikan tugas kami. Ia pun bermain piano lagi
dengan alunan seperti biasanya yaitu alunanyang merdu. Dalam kesempatan
itu aku duduk di belakangnya dan tanpatersadari penisku tertempel di
bokongnya. "Ahh!! Enak sekali rasanya."<br /> Esoknya adalah hari Sabtu.
Pada hari ituia bermain ke rumahku. Seperti biasanya, omongan anak kelas
1 SMP sudah terarah ke suka-menyukai. Aku bertanya, "Kamu suka siapa
sih?"<br /> "Ada deh." jawabnya.<br /> "Siapa?!?!" ujarku keras sekali.<br /> "Rahasia!"<br />
Lalu aku pun diam karena diasangat keras tidak mau memberitahukannya.
Dan karena aku merasa malu telah meneriaki wanita, aku segera menggantik
topik pembicaraan. Lalu kami sama-sama menonton acara TV. Lalu tanpa
sengaja aku memegang pundaknya sepertipacaran.<br /> Lalu ia berkata, "Ihh!!Genit kamu!"<br /> "Eh, sori! Enggak ada maksud apa-apa kok!"<br /> "Ya sudah enggak apa-apa! Tapi awas ya sekali lagi!"<br /> "Ok!"<br />
Aku segera duduk ke belakangnya dan menempelkan penisku di bokongnya
yang sangat berbentuk dan seksi. Lalu rambut kumain-mainkan dengan
mulut.Dan telinganya tak sengaja tergigit olehmulutku yang nakal.<br /> "Auw! Sakit! Kasar kamu!"<br /> "Sori sori!"<br /> "Sudah dua kali nih kamu genit!"<br /> "Enggak bakal sekali lagi deh!"<br /> "Benar ya? Awas kamu!"<br /> "Benar! Serius deh!"<br />
Sesudah itu pada waktu liburan sesudah EHB. Saya menembaknya dan ia pun
menerimanya. Kami berpacaran diam-diam di tempat les. Walaupun sudah
pacaran, kami tetap les di satu tempat. Saya selalu menggodanya dengan
cara memuji, memuji, dan memanjakannya. Tetapi tetap<br /> saja ia tidak
mau melakukan sex. Saya hanya bisa menikmati payudaranya dengan cara
memencetnya. Saya terus berpikir bagaimana caranya. Akhirnyasaya
menemukan cara (cara gelap dan curang). Yaitu dengan obat tidur!<br />
Liburan sudah berlalu. Karena ia sedangpergi ke luar kota, saya tak bisa
melakukan rencana yang telah saya pikirkan. Akhirnyatiba juga saat
belajar cawu 3.Ia pun telah pulang ke Jakarta. Saya langsung menyiapkan
obat tidur. Suatu hari saya membawa orange juicesegar ke tempat les
kami.<br /> Kebetulan pada hari itu kami ada pelajaran olahraga yang
sangat meletihkan. Lalu saya diam-diam memasukkan obat tidur bubuk ke
dalam orange juice itu. Dan saya menawarkan orange juice itu kepadanya.<br /> "Minum deh orange juice ini! Enak lho!"<br /> "Iya deh say, aku minum. Lagihaus juga nih aku!"<br />
Ia pun meminum orange juice itu dan perlahan-lahan tertidur. Tak lama
kemudian ia pun tertidur di ruangan perpustakaan yang tidak adaorang dan
juga terkunci. Lalupenisku sudah melonjak-lonjak ingin memberontak.
Lalu perlahan-lahan kubuka bajunya (longdress), dan kutelanjangi
semuanya. Lalu aku melihat tubuhnya telanjang bulat. Mataku seolah-olah
takbisa tertutup.<br /> Lalu mulai kuhisap-hisap payudaranya sampai aku
puas. Dan kujilat-jilat vaginanya yang belum berbulu. Saya pun sampai
orgasme. Dan saya mencapai acara puncak dengan memasukkan penis saya ke
dalam mulutnya. Saya sampai berteriak-teriak, "Ahh!!"<br /> Dan mulai saya masukkan penis saya kedalam vaginanya. "Uhh OHhh!!"<br />
Enak sekali rasanya. Dan saya memasukkan lidah sayake dalam vaginanya
dan terasa darah-darah kental asin. Lalu beberapa saat setelah saya
nikmati tubuhnya, ia pun terbangun seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Dan setelah hari itusaya menjadi pacarnya sampai sekarang dansering
melakukan sex secara diam-diam.<br /> Ia mau melakukan sex dengan saya
bukan secara unsur paksaan. Tetapi ia mausejak saya memerkosanya pada
waktu SMP. Lalu ia merasakan geli yangluar biasa. Dan ia langsung
ketagihan sampai sekarang.<br /> E N D</span></span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-15669201680696084372013-05-24T16:44:00.000-07:002013-05-24T16:44:38.449-07:00Perkosaan : pertualangan di balik bayangan<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEge79_42HKDLhKFBJqWvv_9OAxSYtG2F7WyIP1qSsIReio7gr89xH79hKKDPdU7EjroZWWcQ0g7MjntxsJvlcRtbZZyqVSCiFy_jIoUG3gJnl-jPrr7K9yC5D3qAT_IaNinVvp7SIb3eMg/s1600/29.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEge79_42HKDLhKFBJqWvv_9OAxSYtG2F7WyIP1qSsIReio7gr89xH79hKKDPdU7EjroZWWcQ0g7MjntxsJvlcRtbZZyqVSCiFy_jIoUG3gJnl-jPrr7K9yC5D3qAT_IaNinVvp7SIb3eMg/s320/29.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">Tidak selamanya hubungan yang indah harus terjalin dengan<br /> dimulai oleh rasa saling mengenal, saling mengerti dan saling<br /> mencintai.Ada kalanya hubungan yang hangat itu bisa kita jalin<br /> tanpa perlu mengenal lebih dulu, tanpa perlu saling pengertian,<br /> tidak perlu salingmencintai, tapi yang kita perlukan adalah moment<br /> yangtepat. Oke, kira-kira itu yangbisa sedikit menggamb<span class="text_exposed_show">arkan ke<br /> mana jalur cerita berjudul"Petualangan Di Balik Bayangan" yang<br /> segera kita nikmati.<br /> Cerita ini dimulai kira-kira tahun 2000 lalu, waktu aku masih<br /> sekolah di salah satu sekolah swasta yang lumayan terkenal di<br /> Bandung.Waktu itu sekolah kami mengadakan liburan<br /> bersamasebelum EBTA/EBTANAS. Tempat yang dituju adalah<br /> pulau Dewata, Bali. Tentu saja aku antusias sekali untuk ikut acara<br /> itu, selain aku bisa melepas lelah dan stres gara-gara pelajaran, aku<br /> juga bisa menikmati pulau Dewata yang katanya indah itu,<br /> maklum aku memang belum pernah menginjakkan kaki di sana.<br /> Jeff yang pernah berlibur dengan keluarganya ke sanatetap ikut<br /> karena menurutnyakami tidak akan pernah bosan untuk berlibur<br /> ke sana. Jeff banyak cerita tentang keindahan objek wisata di sana,<br /> termasuk banyaknya "buah-buahan" disana. Aku dan Alf bingung<br /> sendiri, memang apa anehnyabuah-buahan di Bali. Tapi<br /> mendengar pertanyaan kami, Jeff dan Lex malah ketawa-ketawa<br /> sambil meledek kalau kami berdua itu kurang imajinasi.<br /> Lex mulai bercerita kalau Baliadalah salah satu pusat"buah-buahan"<br /> terbesar di Asia. Ada banyak "buah-buahan" di sana, dari buah<br /> lokal sampai "buah" import. Jeff menambahkan kalau yang paling<br /> terkenal di sana adalah "buah-buahan" import, tapi ada juga<br /> "buah" lokal yang tidak kalah bersaing dengan "buah-buah" import<br /> yang rata-rata lebih besar ukurannya. Aku mulai mengerti,<br /> makanya aku mulai nyengir ke arah Jeff dan Lex. (Untuk pembaca<br /> yang tidak mengerti, bisa hubungi kami untuk minta penjelasan<br /> dan kami akan menjelaskan sedetail-detailnya, hehehehe). Tapi Si<br /> Alf masih tetap diam, entah tidak mengerti atau entah<br /> pura-pura tidak ngerti. Tapi begitu Lex bilang kalau di sana "buah<br /> kelapa" tersebardi mana-mana, Alf langsung ikut-ikutan tertawa<br /> sambil membayangkan "buah-buahan" itu tersebar di pantai<br /> menunggu dipetik.<br /> "Pletak.." Tiba-tiba penghapus melayang membentur meja,<br /> hampir sajakepala Lex jadi sasaran. Kami baru sadar kalau ini<br /> masih di kelas, di depan Pak Maman melotot sambil mengacung-<br /> ngacungkan penggaris ke arah kami berempat. Kami cuma<br /> nyengir sambil menunduk, kami benar-benar lupa kalau ini masih<br /> di kelas. Tapi untung saja, Pak Maman tidak terlalugalak, biasanya<br /> dia sudah lupa kejadian yang bikin dia jengkel setelah beberapa<br /> menit.<br /> Oke, singkatnya kami akhirnya pergi bareng juga ke Bali. Kami<br /> berempat memilihbus yang sama biar bisa sepuasnya ngobrol.<br /> Kebetulan pengawas di bus kami lumayan "gaul". Jadi kami bisa<br /> bebas ngobrol tentang apapun juga, tentu saja sampai hal-hal<br /> yang menjurus bahaya juga tidak masalah. Dua-duanya guru<br /> cewek yang relatif lebih cantik dibanding guru-guru kami yang<br /> lain. Ibu Nina dan Ibu Cindy. Dua-duanya masih lajang dan<br /> umurnya tidak terlalu jauh dengan kami, Ibu Nina sekitar 27 tahun<br /> sedangkan Ibu Cindy kira-kira 22 tahunan. Tentu saja mereka juga<br /> tidak lolos dari kejaran kami-kami berempat, dan tentu saja<br /> petualangan itu ada di cerita kami yang lain.<br /> Kembali ke cerita, sekitar sehari kami baru sampai ke hotel.<br /> Kebetulan kami menginap di hotel yang lumayan mewah, kalau<br /> tidak salah bintang empat atau mungkin lima. Aku tidak<br /> begitujelas, tapi yang jelas ada fasilitas kolam renang sampaimandi<br /> sauna, pokoknya semuanya lengkap. Dan tentusaja kami<br /> berempat satu kamar, kami memang bisa dibilang cukup akrab<br /> and bisa saling berbagi, baik suka atau duka. Sampai-sampai bagi-<br /> bagi pacar kami juga tidak masalah, yang penting adil.<br /> Memang sih awalnya kami cukup menikmati pemandangan indah<br /> "buah-buahan" di pantai, kebetulan hotel kami dekat dengan pantai<br /> Kuta yang memang gudangnya "buah-buahan". Tapi lama-<br /> kelamaan bosan juga cuma melihati tanpa<br /> melakukan apa-apa, makanya sehari sebelum pulang kami berniat<br /> sedikit mencicipi "buah-buahan" import tersebut. Tapi sialnya,aku<br /> dan Jeff malah terpisah dari Alf dam Lex. Padahal cuma Lex yang<br /> tahu dimana bisa dapat "buah-buahan" import itu dengan harga<br /> murah. Aku menyesal juga sih, makanya aku dan Jeff<br /> memutuskan kembali ke hotel.Kebetulan udaranya enak sekali,<br /> makanya kami jalan sambil melihati pemandangan Bali di malam<br /> hari.<br /> Ternyata keberuntungan belum pergi dari kami berdua,di tengah<br /> jalan, seorang cewek bule yang kelihatannya bingung<br /> menghampiri kami berdua.<br /> "Hai.. can you speak English?" dia menyapa kami.<br /> "A little.." aku menjawab.<br /> Terus kami mengobrol, ternyata dia terpisah dari rombongannya.<br /> Dia hendak pulang ke hotelnya, tapi malah kesasar sampai ke sini.<br /> Aku sebenarnya hendak menolongnya menunjukkan jalan pulang,<br /> tapi Jeff menyikutku, dan aku tahu maksudnya. Aku menyewa<br /> taksi dan mempersilakannya masuk, Jeff mengatakan padacewek<br /> itu kalau kami akan mengantarnya ke tujuan. Cewek itu<br /> kelihatannya senang sekali dan berterima kasih, dia tidak tahu kalau<br /> ada maksud tersembunyi di balik kebaikan kami bedua. Hehehe,<br /> kapan lagi dapet"buah-buahan" gratis.<br /> "Pak, antar kami ke tempat biasanya orang mangkal," aku<br /> berbicara pada sopirnya,tapi sepertinya sopirnya belum mengerti.<br /> "Itu Pak, ke tempat kami bisa begituan," Jeff menambahkan.<br /> Pak sopir itu sepertinya mengerti, dia tertawa kecil, lalu memacu<br /> taksinya ke salah satu tempat yang memang terkenal<br /> sebagai"tempat gelap". Sampai di sana, aku lihat kanan-kiri,<br /> ternyata sepi. Lalu aku ajak cewek bule bernama Angela itu turun.<br /> Dia sedikit bingung,karena tempat itu sedikit asing baginya. Tapi<br /> Jeff meyakinkannya kalau tempatnya tidak salah, makanya Angela<br /> setuju.<br /> Angela sebenarnya tidak terlalu montok banget, mungkin karena<br /> usianya yang masih sangat hijau. Baru 15 tahun, tapi<br /> dibandingkan produk lokal,"buahnya" memang termasuk<br /> lumayan besar, apalagi didukung tubuhnya yang<br /> tinggi langsing plus wajahnyayang lumayan cantik dengan<br /> rambut pirangnya yang oke banget. Begitu aku lihat ada<br /> kesempatan, kukeluarkan pisau lipat yang memang selalu kubawa.<br /> Memang sih cuma pajangan doang, soalnya tidak tajam. Tapi<br /> akuyakin Angela tidak tahu, soalnya dia langsung ketakutan waktu<br /> kutempelkanpisau itu ke lehernya. Jeff kemudian menyuruhnya<br /> membuka semua pakaiannya. Tentu saja Angela menolak, tapi<br /> begitu kuancam akan kubunuh kalau tidak menurut,dia akhirnya<br /> membuka pakaiannya walau sedikit ragu-ragu. Tapi keragu-<br /> raguannya itu malah bikin aku makin bernafsu, dibukanya kaos<br /> hijau di tubuhnya, dan dadanya yanglumayan oke terlihat di balik<br /> remang-remang cahaya lampu yang agak jauh dari tempat itu.<br /> Aku menitipkan pisau lipatku pada Jeff dan mulai membuka bajuku<br /> sampai tersisa celanadalamku. Kami setuju kalau aku duluan yang<br /> mencicipi Angela dengan catatan, ongkos taksi aku yang bayar.<br /> Aku sih setuju saja, makanya tidak menunggu lama lagi, langsung<br /> kusiapkan "dedekku" yang mulai melakukan pemanasan ringan.<br /> Angela menatapku, seolah mengiba, tapi aku sudah keburu nafsu,<br /> makanya kusuruh dia membuka semua pakaiannya. Dia akhirnya<br /> menurut juga, dibukanya semua pakaiannya, dan dia berjongkok<br /> ketakutan di ataspasir laut.<br /> Aku tidak nunggu lama lagi, langsung kusambar tubuhnya,<br /> kutindih tubuhnya di atas pasir, dan mulai menjilati puting<br /> susunya. Dadanya kenyal berisi, tapi terlihat dia belum<br /> pengalaman, soalnya dia malah ketakutan waktu kujilatputingnya.<br /> Kuancam dia sekalilagi, dan akhirnya dia memejamkan matanya,<br /> pasrah akan apa yang bakal aku lakukan. Aku mulai buas menjilat<br /> putingnya yang semakin mengeras, tapi aku sadar kalau aku<br /> harus segera menyelesaikannya. Malam semakin larut, dan<br /> akusama sekali tidak ingin ketahuan kalau aku memperkosa gadis<br /> itu. Karena itu aku tidak melanjutkan permainan lidahku, kuambil<br /> pisau dari tangan Jeff, lalu kutodongkanke arah Angela, kusuruh<br /> dia mengulum penisku. Angela sepertinya tidak mau, tapi diatidak<br /> bisa apa-apa, dia<br /> terlalu takut untuk melawan, dia akhirnya mau juga mengulum<br /> penisku, menghisapnya sesekali dan menjilatinya.<br /> Aku masih menodongkan pisauku, takut juga kalau Angela<br /> menggigit penisku, bisa berabe nantinya. Karenaitu aku tidak mau<br /> lama-lama di posisi itu, kutunggingkan tubuh Angela, dan<br /> kumasukkan penisku ke vaginanya yang diluar dugaanku, ternyata<br /> lumayan basah. Perlahan tapi pasti penisku masuk, tanpa<br /> menunggu lama, langsung kukocok vaginanya lumayan cepat.<br /> Aku penasaran, ada sesuatu yang menghalangi penisku masuk<br /> lebih dalam, karena itu kuhentak dengan kencang. Angela menjerit<br /> tertahan, rupanya dia masih perawan. Memang lumayan sempir<br /> juga lubang vaginanya, tapi dibandingkanumurnya yang masih 15<br /> tahun, yah termasuk lebar juga lubangnya. Mungkin orang bule<br /> memang seperti itu pikirku. Karena itu aku tidak memikirkannya<br /> lagi, yang ada di otakku hanya kocok.. kocok.. kocok.. terus.<br /> "Ah.. ah.. oh.. please.. stop.. ah.." Angela mendesah memohonku<br /> untuk berhenti. Tapi aku sudah tanggung, masa aku harus<br /> berhenti, tidak mau dong. Aku tidak peduli kata-katanya, kukocok<br /> terus vaginanya dan beberapa saat kemudian tubuh Angela<br /> mengejang. Akubingung juga, kupikir cewek yang diperkosa tidak<br /> akan merasakan nikmat hingga sampai puncak segala. Aku<br /> berhenti sebentar, kubalikkan tubuh Angela yang sudah sangat<br /> lemas. Kulihat matanya berair, wajarsaja sih cewek menangis<br /> kalau diperkosa, tapi ada sesuatu yang lain dari pandangan<br /> matanya.<br /> Aku menarik nafasku dalam-dalam, lalu kubuang pikiran yang<br /> aneh-aneh itu. Kubuka bibir vaginanya dan kuselipkan penisku di<br /> sana, kutekan sedikit, lalu kutarik lagi, lalu kutekan lagi, begitu<br /> seterusnya dengan frekuensilambat. Aku mulai menikmatinya, tapi<br /> Jeff menepuk punggungku, sepertinya dia sudah tidak sabar, aku<br /> tidak melanjutkanpermainan lambat itu, kuhentak kuat-kuat dan<br /> kuhujamkan penisku ke vagina Angela. Dia hanya memejamkan<br /> mata sambil menangis memandang laut yang hitam karena<br /> gelapnya malam. Aku merasakan penisku panas, dan waktu<br /> hampir mencapai puncak, kucabut penisku dari vaginanya, dan<br /> kupaksakan masuk ke anusnya. Kukocok lagi sebentar, dan cairan<br /> putih kental menyembur ke liang anus Angela. Begitu kucabut<br /> penisku dari anusnya, maniku mengalir perlahan keluar dari<br /> lubang sempit itu. Aku segera membersihkan tubuhku di laut, lalu<br /> kukenakan kembali pakaianku. Kulihat Jeff dengan asik menikmati<br /> jilatandan kuluman bibir Angela di penisnya. Sekitar lima menit dia<br /> bertahan di posisi itu, tapi kemudian dia tidak tahanlagi,<br /> direntangkannya kaki Angela lebar-lebar, dan dihujamkannya<br /> penisnya. Gerakannya sedikit liar tapi masih berpola.<br /> Bukan hanya pinggulnya yang bergerak naik-turun, kedua tangan<br /> Jeff juga bekerja, diremasnya dada Angela dan sesekali<br /> dipelintirnya puting susu Angela. Beberapa saat kemudian Jeff<br /> mencabut penisnya dari vagina Angela,disuruhnya Angela<br /> mengulum penisnya lagi, dan beberapa saat kemudian Jeff<br /> mencapai puncak. Maninya menyembur di mulut Angela,<br /> mengalir ke dagu dan lehernya. Jeff kemudian membersihkan<br /> tubuhnya di laut. Kulihat Angela duduk di pasir, matanya merah<br /> karena menangis, dia menundukkan kepalanya seolah tak percaya<br /> apa yang baru saja menimpanya.<br /> Aku jadi iba, kubantu dia memakai pakaiannya, lalu kusewakan<br /> taksi untuknya. Kuberikan uang lebih pada sopirnya, kukatakan<br /> agar diamerahasiakan aku yang menyewanya. Sopir itu<br /> mengangguk, aku tahu kalau orang Bali sangat<br /> menghargaikepercayaan orang. Aku percaya dia tidak akan<br /> membocorkannya. Aku dan Jeff pulang ke hotel, dan beberapa<br /> saat kemudian Alf dan Lex pulang, mereka kelihatan puas dengan<br /> apa yang tadi mereka lakukan, tapi aku dan Jeff juga tidak kalah<br /> puasnya, kami menceritakan pengalaman kami masing-masing,<br /> dan esok paginya kami pulang ke Bandung.<br /> Singkatnya kami sampai ke Bandung, dan dua hari kemudian aku<br /> menerima surat, aku terkejut setengahmati waktu kulihat surat itu.<br /> Kubaca suratnya, "Hai..it's meAngela. Aku bisa bahasa Indonesia a<br /> little, dan I know your address dari dompet you yang tertinggal di<br /> taksi.<br /> Aku simpan untuk kenang-kenangan. And you should know,<br /> malam itu aku sedikit kecewa caramu perlakukan aku, but I'm<br /> okay, I'm not angry. Soalnya, sepertinya aku fall in love sama<br /> kamu. Ingat aku selalu ya, Angela."<br /> Aku makin kaget, dia mengirimkan SIM, KTP and surat-surat<br /> penting lain yangada di dompetku. Dompetku yang kukira dicopet<br /> orang di Bali ternyata ada pada Angela. Untung sekali dia tidak<br /> menuntutku di pengadilan, aku benar-benarbersyukur. Sejak saat<br /> itu aku berjanji kalau aku tidak akan pernah memperkosa lagi.<br /> Angela kalau kau baca cerita ini, aku cuma ingin katakan kalau<br /> sebenarnya aku juga sayang kamu, please hubungiaku, I miss<br /> you so much . Maafkelakuanku malam itu, and kalau kau ijinkan,<br /> aku ingin memperbaikinya, hubungi akudan aku akan<br /> bertanggung jawab atas perbuatanku. Sekali lagi maafkan aku<br /> Angela.<br /> TAMAT</span></span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-59885508228343706532013-05-24T16:42:00.003-07:002013-05-24T16:42:50.181-07:00Perkosaan : Malam Jahanam<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNuD2bOxUcIjJBENh6BjJhsG_GKYhvlhCkEjiESf0DD71oasexK7H3LupoWbx5Na3UjhY7VJtqd7SLyO8VzXhBMYlsApz8mmhoV3uK_0rFc5IP25gkzLgwF_dsUJ3rClxk1b0940LbG3Q/s1600/28.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNuD2bOxUcIjJBENh6BjJhsG_GKYhvlhCkEjiESf0DD71oasexK7H3LupoWbx5Na3UjhY7VJtqd7SLyO8VzXhBMYlsApz8mmhoV3uK_0rFc5IP25gkzLgwF_dsUJ3rClxk1b0940LbG3Q/s320/28.jpg" width="201" /></a></div>
<br />
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">Aku tersadar dan menemukan diriku sudah terikat di kursi di<br /> ruangan tengah rumah peristirahatan di Puncak. Aku dan<br /> beberapa teman berserta istri mereka sedang ber-weekend di<br /> puncak. Istriku, Diah sedang kembali ke Jakarta mengambil<br /> beberapa keperluan yang tertinggal. Sedangkan aku sendiri baru<br /> pulang berjalan-jalan sendiri, sekitar pukul 7 malam ketika sebuah<br /> pukulan mendarat di kep<span class="text_exposed_show">alaku tepat ketika aku akan membuka<br /> pintu.<br /> Di tengah ruangan ada dua orang berdiri mengawasiku. Yang<br /> satu berkulit penuh tato, dan yang satu berbadan kekar.<br /> "Hei, lo sudah bangun. Bagus jadi lo bisa liat bagaimana kita<br /> mainin istri lo sekarang!" kata si Tato.<br /> Diah! Diah akan pulang sebentar lagi. Hampir bersamaan,<br /> terdengar kunci pintu depan diputar dan Diah masuk ke ruang<br /> depan. Si Kekar langsung mendekati dia sebelum Diah sadar apa<br /> yang terjadi. Diah terkejut dan berusaha melepaskan pelukan si<br /> Kekar. Kakinya menendang-nendang. Tapi pelukan si Kekar tidak<br /> dapat dilepaskannya. Kemudian ia melihat si Tato, berdiri<br /> disampingku dengan pisau panjang di leherku.<br /> "Diem atau dia mati!" katanya.<br /> Diah langsung berhenti meronta-ronta. Sementara itu si Kekar<br /> sekarang menekuk tangannya ke belakang.<br /> "Ka, kalian mau apa?"<br /> Si Tato berjalan mendekati Diah tanpa menjawab. Kemudian ia<br /> menarik dan merobek t-shirt yang dikenakan oleh Diah. Nafas<br /> Diah tersentak ketika dengan cepat si Tato dengan pisaunya<br /> melucuti BH dan celana jeans yang dikenakannya. Sekarang Diah<br /> berdiri di tengah ruangan hanya dengan memakai celana<br /> dalamnya. Payudaranya yang penuh bulat terbuka, demikian<br /> juga dengan tubuhnya yang putih mulus, tidak tertutup selembar<br /> benangpun. Diah baru berumur 25 tahun, dan kami baru<br /> menikan 3 bulan yang lalu.<br /> "Ampun, jangan.." Diah meronta sambil memandangku putus<br /> asa.<br /> "Diem brengsek!" kata si Tato.<br /> Kemudian ia menyeret Diah ke depan kamar mandi, dan ia<br /> meletakan kedua tangan Diah pada kusen pintu kamar mandi<br /> sehingga Diah berdiri dengan bertumpu ke depan dengan kedua<br /> tangannya. Kemudian si Tato melebarkan kaki Diah. Diah<br /> sekarang berdiri dengan kaki terbuka di depan kamar mandi, dan<br /> tepat di hadapannya terdapat kaca rias, setinggi tubuh manusia.<br /> Kaca itu biasanya digunakan Diah untuk mencoba baju-baju yang<br /> baru dibelinya. Si Tato lalu merobek celana dalam Diah dan<br /> menjatuhkannya ke lantai. Sekarang Diah bisa melihat dirinya<br /> melalui cermin di depannya telanjang bulat, dan di belakang<br /> dilihatnya si Tato sedang mengagumi dirinya.<br /> "Gila bener! Gue suka pantat lo. Lo bener-bener oke!" si Tato<br /> menampar pantat Diah yang sebelah kiri yang membuat Diah<br /> menjerit dan melompat kesakitan. Lalu tanpa menunggu lagi, si<br /> Tato melepaskan celananya dan memperlihatkan penisnya yang<br /> sudah keras. Si Tato kemudian menyelipkan penisnya diantara<br /> kedua kaki Diah lewat belakang, untuk diperlihatkan pada Diah.<br /> "Jangan pak. Jangan! Ampun, jangan!" Diah menoleh ke belakang<br /> dan memandangku. Terlihat air mata meleleh dari matanya. Aku<br /> meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari ikatan.<br /> Si Tato masih tidak peduli melihat Diah memohon-mohon. Kepala<br /> penisnya kemudian menyusuri belahan pantat Diah, terus<br /> menuju ke bawah, kemudian maju mendekati bibir vaginanyah.<br /> Setelah tangan si Tato memegang pinggul Diah dan dengan satu<br /> gerakan keras bergerak maju.<br /> "Arrgghh, jangaan! Ampuun!" Diah menjerit-jerit ketika penis si<br /> Tato mulai membuka bibir vaginanya dan mulai memasuki<br /> lubang kemaluannya. Kaki Diah mengejang menahan sakit ketika<br /> penis si Tato terus menembus masuk tanpa ampun.<br /> Si Tato mulai bergerak maju mundur memperkosa Diah dan<br /> ketika kepala Diah terjatuh lunglai kesakitan, ia menarik rambut<br /> Diah sehingga kepala Diah kembali terangkat dan Diah kembali<br /> bisa melihat dirinya disetubuhi oleh si Tato melalui cermin.<br /> Kadang-kadang si Tato menampar pantat Diah berulang kali, aku<br /> juga melihat payudara Diah yang tersentak-sentak setiap kali si<br /> Tato memasukan penisnya ke dalam vagina istriku.<br /> Tiba-tiba si Tato mengeluarkan penisnya dari vaginanyah. Diah<br /> langsung meronta dan berlari menuju pintu, berharap seseorang<br /> akan melihatnya minta tolong, biarpun dirinya telanjang bulat.<br /> Tapi si Kekar terlebih dahulu menyambar pinggangnya sebelum<br /> Diah sampai ke pintu depan.<br /> "Ahh, tolong! Tolommpphh", Teriakan Diah dibungkam oleh<br /> tangan si Kekar sementara itu si Tato mendekat dan mengikat<br /> tangan Diah menjadi satu ke depan. Setelah itu, Diah didorong<br /> hingga terjatuh di atas lutut dan sikunya. Sekarang si Kekar,<br /> membuka celananya dan memasukan penisnya ke mulut Diah.<br /> "Mmpphh!", Diah berteriak, dengan penis di dalam mulutnya.<br /> Sementara itu si Kekar masih diam dan terus menggerakkan<br /> penisnya di mulut Diah. Mata Diah tertutup dan wajahnya<br /> memerah, sementara itu air mata masih meleleh turun di pipinya.<br /> Ketika itu si Tato masuk ke kamar tidur kami dan ketika kembali ia<br /> membawa salah satu ikat pinggang kulitku. Si Kekar kemudian<br /> mengeluarkan penisnya dari mulut Diah. Diah yang masih<br /> tersungkur di atas lutut dan sikunya terlihat lega. Tapi tanpa<br /> peringatan lagi, si Tato mengayunkan ikat pinggang ke pantat<br /> Diah.<br /> "Aduuh. Sakiit! Ampuun! Jangan, pak, sakit!", si Tato terus<br /> memukuli pantat Diah, sementara Diah berusaha merangkak<br /> menjauh, dan berusaha berdiri. Akhirnya Diah sampai ke sofa<br /> dan berusaha berdiri. si Tato berhenti memukul dan langsung<br /> berlutut di belakang Diah dan meremas pantat Diah.<br /> "Jangan bergerak!" anacam si Tato.<br /> Diah sekarang bersandar pada sofa. Payudaranya tertindih<br /> badannya di sofa, sementara ia berlutut di lantai.<br /> "Ampun pak! Lepaskan saya pak! Sakit pak! Ampun!".<br /> "Diem!" bentak si Tato. si Tato membuka belahan pantat Diah dan<br /> meraba-raba liang anusnya. "Ap, apa, mau kalian.".<br /> "Siap, siap sayang. Gue musti ngerasain pantat lo yang putih<br /> mulus ini!".<br /> Diah memandangku dengan ketakutan, kemudian ia menoleh ke<br /> si Tato yang ada di belakangnya. Wajahnya mulai memucat.<br /> "Jangan! Jangan pak. Saya nggak mau diperkosa di situ pak!<br /> Ampun!".<br /> "Well, gue tetep mau peduli lo mau apa nggak!" si Tato menarik<br /> tubuh Diah hingga ia terjatuh di atas sikunya lagi ke lantai, dan<br /> mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi. Kemudian ia menempatkan<br /> kepala penisnya tepat di tengah liang masuk anusnyah.<br /> Kemudian ia membuka belahan pantat Diah lebar-lebar. "Ampun,<br /> jangan! Sakit! Ampun pak, ampun! aakkhh" si Tato mulai<br /> mendorong masuk, terus masuk sementara Diah mejerit-jerit<br /> minta ampun. Diah meronta-ronta tak berdaya, hanya semakin<br /> menambah gairah si Tato untuk terus mendorong masuk. Diah<br /> terus menjerit, ketika perlahan seluruh penis si Tato masuk ke<br /> anusnya.<br /> "Ampun! Sakit sekali! Ampun!" jerit Diah, ketika si Tato mulai<br /> bergerak pelan-pelan keluar masuk anusnyah.<br /> "Buset! Pantat lo emang sempit banget! Lo emang cocok buat<br /> beginian!" kata si Tato sambil memandang mataku.<br /> "Lo udah pernah nyoba pantat istri lo belon? Bener-bener kualitas<br /> nomer satu!".<br /> Tangisan Diah maskin keras. "Sakit! Sakit sekali! Ampun, sakit!<br /> Sakit pak, ampun!" si Tato menampar pantatnya.<br /> "Gila, gue bener-bener seneng sama pantat lo!"<br /> Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu depan. Sebelum Diah sempat<br /> berteriak, tangan si Tato sudah menutup mulutnya dan ia<br /> mendorong penisnya masuk ke anusnyah. Si Kekar kemudian<br /> menuju ke ruang depan yang gelap, ketika pintu depan terbuka.<br /> "Di? Ini gue! Kok pintu lo nggak dikunci sih?"<br /> Santi! Sahabat Diah. "Ntar kalo ada ma.. Aahh!" si Kekar sudah<br /> menerkam dan memeluk tubuh Santi dari belakang. Terdengar<br /> Santi berontak dan meronta-ronta. Tapi tak lama kemudian Santi<br /> masuk dipegangi oleh si Kekar dengan kedua tangan terikat ke<br /> depan.<br /> Untuk pertama kalinya si Kekar berkata, "Yang ini punya gue."<br /> Santi mempunyai tubuh lebih kurus dan lebih tinggi. Buah<br /> dadanya tidak sebesar Diah tapi tidak mengurangi kecantikan dan<br /> keindahan tubuhnya. Sementara itu si Tato kembali menyetubuhi<br /> Diah lewat pantatnya, sementara si Kekar mulai melucuti pakaian<br /> Santi.<br /> "Lepasin! Jangan! Diah, kamu kenapa?" Santi berteriak ketika si<br /> Kekar menarik BH-nya hingga lepas dan mulai menarik celana<br /> jeansnya.<br /> "Jangan! Lepasin Santi, jangan! Kalian perkosa saja saya. Jangan<br /> ganggu Santi! Jangan!" si Tato langsung memasukan penisnya<br /> keras-keras.<br /> "Jangan banyak omong! Kita mau lo berdua!" Kemudian ia<br /> kembali bergerak dengan brutal dan keras.<br /> Si Kekar berhasil menelanjangi Santi, sementara Santi dengan<br /> kedua tangan terikat, berusaha menutupi payudaranya. Si Tato<br /> kemudian menarik penisnya keluar dari anusnyah, membuat<br /> Diah tersungkur lemas kesakitan di lantai. Kemudian ia membantu<br /> si Kekar meringkus Santi.<br /> "Lo mau pake pantatnya juga?" tanya si Tato.<br /> "Tentu dong!"<br /> "Oke"<br /> Kemudian mereka mendorong Santi hingga terjatuh di atas lutut<br /> dan sikunya di hadapanku. Kemudian si Tato menyeret tubuh<br /> Diah dan membaringkannya di sebelah Santi. Sekarang mereka<br /> berdua berada dalam posisi merangkak tepat di hadapanku. Si<br /> Kekar dan si Tato mulai membandingkan antara Diah dan Santi.<br /> "Wow, liat mereka! Beda tapi oke semua!".<br /> "Lo pilih yang mana? Yang dada besar atau yang pantatnya<br /> kenceng?" tanya si Kekar.<br /> "Gue pikir tadi lo bilang yang pantatnya kenceng punya lo!" jawab<br /> si Tato.<br /> "Iya, tapi gue lagi baek nih!".<br /> "Gue ambil yang dadanya gede aja. Pantatnya lebih bunder."<br /> jawab si Tato sambil menunjuk Diah.<br /> "Oke kalo gitu yang pantatnya kenceng buat gue!"<br /> Akhirnya mereka berdua berlutut di belakang mereka. Si Tato di<br /> belakang Diah dan si Kekar di belakang Santi. Mereka<br /> menempelkan kepala kejantanannya ke liang dubur Diah, serta<br /> membuka belahan pantat Diah dan Santi. Dan bersamaan dengan<br /> mulai mendorong masuk ke dubur mereka berdua yang telah<br /> menganga dengan lebar.<br /> "Ampun! Jangan lagi! Sakit! Jangan disitu lagi!", Diah menjerit<br /> ketika penis si Tato mulai masuk lagi ke anusnya.<br /> "Aduuhh, sakiit. Diah toloong!" Santi menjerit lebih keras lagi,<br /> ketika anusnya yang kecil dimasuki oleh penis si Kekar.<br /> "Diem semua! Dasar cewek murahan!" bentak si Kekar.<br /> Si Tato terus bergerak maju mundur sambil mengerang nikmat.<br /> "Wah, gue bener kagum sama pantat istri lo ini!"<br /> Aku tak berdaya melihat kedua wanita itu mengerang dan<br /> menjerit diperkosa oleh mereka. Kulihat tangan si Kekar meraih<br /> payudara Santi yang kecil tapi padat dan meremasnya keras-<br /> keras. Kemudian ia menariknya tanpa kasihan. Jeritan Santi<br /> kembali terdengar. Melengking.<br /> TAMAT</span></span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-89222226514622588852013-05-24T16:41:00.001-07:002013-05-24T16:41:15.576-07:00Aku di perkosa Om ku<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDR-cDxR7D7DE-06hzkCkEFsdYgyfdIi5uLQG_z1FnejES96FwCtPU3XikuhR7FiPjqIIAu75NR4-Nv288zRYCSRSGLoDnTUA5Z1_iD5XL3p4n1FiAEYy02ghaA2Sg7BEqbxT1jYg4zPk/s1600/27.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDR-cDxR7D7DE-06hzkCkEFsdYgyfdIi5uLQG_z1FnejES96FwCtPU3XikuhR7FiPjqIIAu75NR4-Nv288zRYCSRSGLoDnTUA5Z1_iD5XL3p4n1FiAEYy02ghaA2Sg7BEqbxT1jYg4zPk/s320/27.jpg" width="240" /></a></div>
<br />
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">Saat itu aku berusia 16 tahun. Keluargaku tinggal di sebuah daerah<br /> di Jawa Tengah. Kami memang bukan orang kaya raya, tapi<br /> setidaknya kami hidup berkecukupan. Aku berkeinginan untuk<br /> melanjutkan sekolah SMU ku di Jakarta. Pada awalnya orang tuaku<br /> menolak, alasannya karena mereka menganggap hidup di Jakarta<br /> sangatlah sulit. Namun tekadku sudah bulat. Akhirnya aku<br /> bera<span class="text_exposed_show">ngkat dengan kereta menuju Jakarta. Perjalanan sehari<br /> semalam ini memang membuatku pegal walaupun kereta cukup<br /> nyaman. Aku sulit memejamkan mata karena terus-menerus<br /> membayangkan gemerlapnya Jakarta. Namun niatku bukan untuk<br /> bersenang-senang, aku mau belajar, menuntul ilmu setinggi-<br /> tingginya.<br /> Akhirnya kereta tiba di stasiun Gambir, kira-kira pukul 11 siang.<br /> Ternyata Jakarta sangat terik! Ini memang bukan pertama kalinya<br /> aku ke Jakarta. Pernah beberapa kali sebelumnya aku ke kota ini<br /> untuk keperluan keluarga dan liburan. Tapi kali ini aku pergi sendiri.<br /> Dengan berbekal catatan rute angkutan umum, aku beranikan diri<br /> untuk mencari bus kota. Supir taksi dan ojek pun bertubi-tubi<br /> menawarkan jasa. Aku mau irit sajalah, lagipula hanya 2 kali naik<br /> bus, bisa lahh…<br /> Bus melaju ke selatan Jakarta, tempat dimana tante dan om ku<br /> tinggal. Jalanan cukup lancar siang itu, jam 1 aku sudah tiba di<br /> rumah mereka. Tante dan om menyambut dengan ramah. Aku<br /> langsung diantar ke kamar tamu. Mereka sudah memiliki anak<br /> berumur 3 tahun. Rumah ini memang tidak terlalu besar, namun<br /> cukup nyaman untukku. Hari itu kuhabiskan waktu untuk<br /> bermain-main dengan Dipo, anak tante dan omku.<br /> Hari-hari sekolah sudah dimulai, ini adalah tahun ajaran baru, dan<br /> aku duduk di kelas 1 SMU. Suasana belajar disini tidak seperti di<br /> kampung. Disini lebih ramai dan alat praktikumnya juga lebih<br /> lengkap. Aku sangat bersemangat sekali sekolah. Uang jajan rutin<br /> dikirim orang tuaku. Aku mengakali uang jajanku supaya bisa<br /> tersisa banyak karena ngga mungkin aku minta uang tambahan<br /> pada tante dan om ku. Masa' udah numpang, minta uang pula…<br /> Setiap hari aku juga membantu pekerjaan rumah. Hal ini ngga aku<br /> kerjakan dengan terpaksa, karena ini juga bentuk terima kasih<br /> kepada mereka. Begitulah, setiap harinya kegiatanku, berangkat<br /> sekolah pagi-pagi, pulang jam 4 sore, bantu-bantu pekerjaan<br /> rumah. Bila ada keperluan diluar, aku usahakan untuk tidak pulang<br /> terlalu malam.<br /> Kira-kira sudah 6 bulan aku tinggal disini. Dan mulai hari itu lah<br /> banyak kejadian yang menimpa diriku. Tanteku kini mempunyai<br /> usaha tempat makan yang buka dari jam 5 sore sampai jam 1<br /> malam. Hampir setiap ku pulang sekolah, aku tidak bertemu<br /> tanteku karena dia sudah harus berada di tempat makan tsb jam<br /> setengah 5. Jadi aku hanya akan bertemu dengan om ataupun<br /> Dipo, itu juga kalau Dipo ngga ikut pergi dengan tanteku. Pernah<br /> suatu ketika saat ku pulang sekolah, saat berganti baju di kamar,<br /> omku tiba-tiba membuka pintu. Aku kaget dan reflek menutup<br /> tubuhku yang hanya memakai bra dan cd. Dan dia langsung<br /> bilang maaf dan pergi menutup pintu.<br /> Hari-hari selanjutnya kadang ku memergoki om yang sedang<br /> melihat paha ataupun toketku. Bajuku di rumah juga ngga<br /> menggoda. Kaos dan celana pendek ataupun daster selutut. Suatu<br /> malam, om meminta tolong memijit punggung dan kakinya,<br /> katanya terkilir. Awalnya aku agak ragu, namun aku ngga mau<br /> dibilang membantah. Posisi om sudah tengkurap di atas karpet.<br /> Aku pijit bagian punggungnya walaupun aku sendiri sebenarnya<br /> tidak tau bagaimana cara memijit yang benar.<br /> "Aahh, enak banget pijitanmu, Vie.. Coba ditekan lebih kuat lagi<br /> dong"<br /> Aku menurut saja.<br /> "Pinggang om juga pegal, Vie, tolong bagian situ lebih lama yah"<br /> Tanganku turun ke bagian pinggannya. Ku pijat dengan 2 tangan<br /> dan ditekan lebih keras.<br /> "Enak banget, Vie, Kayaknya pinggang om udah ngga sakit lagi<br /> deh, kamu emang pintar.. Sekarang pindah ke betis dan paha om<br /> yah! Udah pegel bgt nih."<br /> "Ya om," jawabku.<br /> Pertama-tama ku pijat bagian pergelangan kakinya. Lalu pindah ke<br /> betisnya, turun lagi ke bagian pergelangan kakinya, bergitu<br /> berulang-ulang. Om memakai celana yang aga pendek setengah<br /> paha.<br /> "Udah, Vie, sekarang yg bagian paha yaa"<br /> Lalu kupijat bagian paha, sesuai kata om.<br /> "Mmmmhhh mmmhh"<br /> Berulang-ulang om mengaluarkan suara seperti itu.<br /> "Sakit ya, om?<br /> "Ngga kok, Vie, justru enak banget malah! Coba keatasan dikit,<br /> Vi.."<br /> "Disini?"<br /> "Naikan lagi dikit"<br /> "Disini?"<br /> "Iyaaa, enak bgt itu, Vi!"<br /> Aku memijit paha bagian dalam, dekat sekali dengan<br /> selangkangannya om.<br /> Sejujurnya jariku sudah mulai pegal, namun om belum minta<br /> berhenti, malah sepertinya dia keenakan.<br /> Tiba-tiba dia membalikkan badan, lalu meminta aku memijat<br /> pahanya yg bagian depan.<br /> Kulihat sedikit basah di celana om. Tapi aku pura-pura ngga<br /> melihat saja.<br /> "Ayo pijat, kok malah bengong?"<br /> "Ehhh ohh iya… Hehehe"<br /> Sambil kupijat pahanya, kulihat om merem melek dan<br /> mengeluarkan suara desahan yg pelan.<br /> "Vi, kamu punya pacar?"<br /> "Loh kok nanya ky gitu om?"<br /> "Yaa nanya ajaaa, ngga mungkin kan anak seumuran kamu ngga<br /> punya pacar. Tenang aja, om ga akan bilang sapa-sapa."<br /> "Mmmm ya ada sih om."<br /> "Terus kamu pernah ngapain aja sama pacar kamu?"<br /> "Maksud om?<br /> "Ahhh kamu pura-pura ngga ngerti! Apa pernah ciuman, atau<br /> apa? Sejauh mana gitu lohh maksut om."<br /> "Ehh mmm yaa biasa aja sih, om, cuma ciuman aja, sama<br /> pegang-pegang aja."<br /> "Hahaha om ngerti…"<br /> Malam itu sesi pijitnya selesai sampai disitu. Begitulah hampir<br /> setiap malam om memintaku untuk memijitnya. Kalau pulang<br /> sekolah, kadang om suka memberi uang saku untukku, tidak<br /> dikasi ke tanganku, tapi langsung ditaro di kantong bajuku.<br /> Jarinyanya kadang digerakkan dengan sengaja saat didalam saku<br /> baju, sehingga mengenai pentilku. Bagiku, uang 100ribu sangatlah<br /> banyak.<br /> Suatu hari, aku pulang agak malam. Jam 8 aku tiba di rumah.<br /> Hanya ada om sedang menonton tv.<br /> "Dari mana kamu?"<br /> "Oh.. Aku abis dari nonton sama temen-temen, om."<br /> "Yawda sana cepet mandi, abis ini pijitin om ya"<br /> "Iya"<br /> Aku menutup pintu kamar dan agak sedikit sebel karena akupun<br /> lelah, tapi masih saja harus memijit. Kulepaskan kancing bajuku<br /> satu persatu. Kuturunkan risleting rokku. Kini hanya bra dan cd<br /> saja yang menempel di tubuhku. Ku tatap tubuhku di cermin<br /> besar. Sebenarnya aku pulang malam karena tadi pacaran dulu.<br /> Kubuka kaitan bra, dan kutekan-tekan toketku perlahan. Ahh,<br /> toketku agak sakit karena tadi pacarku meremasnya dengan<br /> kencang. Pentilku juga sepertinya jadi lebih mancung akibat<br /> hisapan tadi.. Kuperhatikan bekas gigitan pacarku di samping toket<br /> kiri. Kuremas toketku perlahan dengan kedua tangan. Ahh<br /> nikmatnya… Andaikan pacarku bisa melakukan ini setiap hari.<br /> Kuperhatikan ekspresi wajahku saat ku remas toket ini. Kujepit<br /> perlahan pentilnya. Sungguh nikmatttt…<br /> Tiba-tiba om membuka pintu! Sial!!! Aku memang lupa<br /> menguncinya! Dengan gelagapan kurain kemeja untuk menutupi<br /> badan.<br /> "A.. aaa… Apaan sih om?! Kok ngga ngetok pintu dulu sihh?!"<br /> Suaraku bergetar, aku sangat ketakutan. Terlebih lagi sekarang aku<br /> hanya pakai cd dan om melihatku penuh napsu.<br /> "Ngga, om cuma pengen manggil kamu aja, kirain kamu<br /> ketiduran."<br /> "Ngga kok om, a.. aku inget, nanti ya a.. a aku mau mandi dulu!"<br /> Suaraku makin bergetar, om tau kalau aku sangat ketakutan.<br /> Namun dia ngga beranjak dari pintu kamarku, malah melihatku<br /> semakin lama dengan matanya yang penuh napsu. Senyumnya<br /> terlihat licik!<br /> Lalu dia melangkahkan kakinya kearahku.<br /> "Ma mau apa?!"<br /> "Vi, kamu terlihat cantik deh kalo ga pake baju. Om suka<br /> ngeliatnya.."<br /> "Ng nggak!! Sana pergiii!!!"<br /> Aku lempar segala yang ada di atas tempat tidurku. Tas, jam<br /> tangan, bantal, rok. Sulit sekali melempar barang-barang tersebut<br /> sementara tangan kiriku mempertahankan kemeja seadanya yang<br /> menutupi tubuhku.<br /> "Sssh, Vi, jangan galak gitu doong"<br /> Tiba-tiba dia menangkap tanganku, aku berontak sekuat tenaga,<br /> namun tetap saja aku kalah tenaga bila dibandingkan dia. Lalu dia<br /> memegang tanganku yg satu lagi. Kemejanya kini tersibak,<br /> toketku menggantung bebas dan dia tertawa. Tubuhku dihempas<br /> ke tempat tidur sementara tangannya memegang tanganku. Dia<br /> menciumiku dengan paksa, aku berontak, kupalingkan wajahku ke<br /> kanan kiri. Dia menggigit kupingku dan aku tetap melakukan<br /> perlawanan.<br /> PLAKKKKK….!!!<br /> Sebuah temparan keras mendarat dipipiku. Perih sekali rasanya.<br /> "Diam!!! Atau setelah ini om tampar lagi pipi kamu! Kalau masih<br /> ngga mau diam, om sundut toket kamu ini pake rokok!!!"<br /> Aku hanya bisa menangis.<br /> "Ampun omm, jangannnn…. Jangan…"<br /> Namun ngga digubrisnya, dia menciumi bibirku, memasukkan<br /> lidahnya. Menciumi telingaku, menjilatnya sampai basah.<br /> Ciumannya turun ke leher, digigitnya kecil-kecil. Aku ngga<br /> sanggup meronta lagi, tanganku dibekap. Lalu dia berhenti<br /> menciumiku.<br /> "Toket kamu bagus banget, Vi. Om suka. Pacar kamu pasti<br /> pernah ngemut toketmu kan? Tadi aja om liat kamu remas-remas<br /> toketmu sendri! Sekarang om kasi yang lebih enak tapi jangan<br /> melawan ya! Ingat, kalo kamu melawan, om sundut kamu pakai<br /> rokok!"<br /> Perlahan tanganku dilepasnya. Lalu dia mengelus-elus dadaku<br /> sampai ke perut.<br /> "Jangan, om… Plisss…"<br /> Tangisku memang sudah berhenti, hanya tersisa sesengukan.<br /> namun kata-kataku pun sepertinya ngga akan menghentikan om<br /> sialan itu.<br /> Tangannya mulai meraba-raba kedua toketku. Diremas-remasnya<br /> dengan kencang, sambil dicium-cium. Pentilku dimainkan dengan<br /> lidahnya, dihisap, lalu dimainkan lagi dengan lidahnya.<br /> "Ahh…"<br /> Aku tak sengaja mendesah.<br /> "Tuh kan!! Om bilang juga apa, pasti enak kan!"<br /> Lalu dia lanjutkan lagi kuluman pentilnya.<br /> Sungguh, hisapan om memang lebih enak dibandingkan pacarku.<br /> Pentilku dipelintir dengan kedua jarinya, dijepit, ditarik-tarik.<br /> Walopun sedikit sakit, tapi enak.<br /> "Nahh sekarang kamu isep punya om nih!"<br /> "Ta tapi Vi belom pernah ngisep 'itu' om! Vi takut"<br /> "Sini om ajarin ya"<br /> Lalu dia turunkan celana pendeknya. Om ngga pakai celana dalam,<br /> jadi penisnya langsung menyembul keluar. Aku kaget, dan<br /> merasa aneh dengan bentuknya. Baru kali ini aku melihat penis<br /> cowo secara langsung. Biasanya hanya lewat film porno.<br /> Om menuntun tanganku untuk mengocok batang penisnya. Maju<br /> mundur. Lalu mengarahkan ujung penisnya kebibirku.<br /> "Emut ini, tapi jangan sampe kena gigi."<br /> Aku emut ujung penisnya perlahan, kurasakan cairan asin keluar<br /> dari situ.<br /> "Ahhh ya bener, Vi, enak banget! Coba masukin lebih dalam lagi!"<br /> Ku masukkan batang penis lebih dalam lagi ke mulut sambil<br /> kukocok batangnya. Kulihat om merem melek saat kulakukan itu.<br /> Kepalaku didorong maju mundur olehnya. Kadang juga badannya<br /> yang bergerak maju mundur. Lalu om memasukkan penisnya<br /> jauh kedalam mulutku, rasanya sampai ke kerongkongan, aku<br /> terbatuk-batuk, ku dorong pinggulnya menjauh dari mukaku.<br /> "Hahaha.. Keselek ya, Vi? Tapi yg barusan itu enak banget loh,<br /> lama-lama juga kamu terbiasa!"<br /> "Udah, om. Vi ngga mau lagi.." Aku mulai menangis lagi.<br /> "Ngga!!! Udah tanggung nih, om mau jilat memek kamu Vi!"<br /> "Jaa jangan…"<br /> belom sempat kuberontak, om sudah mendorong badanku<br /> hingga terjatuh di tempat tidur. Kakiku digeser ke pinggir tempat<br /> tidur, dia mulai menciumi perutku, lalu menciumi celana dalamku.<br /> Aku coba menahan kaki untuk rapat, tapi percuma saja, pahaku<br /> ditahan oleh kedua tangannya.<br /> Dia mulai lagi menciumi, menjilat dan menggigit vaginaku yang<br /> masih tertutup celana dalam.<br /> "Aaahh oohh jang jangan ommmmm…"<br /> Tapi dia terus menggerakkan bibirnya di vaginaku.<br /> Sekarang jarinya meraba-raba celana dalamku yang sudah basah.<br /> "Celana kamu udah basah tuh! Enak ya? Bentar lagi om kasi yang<br /> lebih enak!"<br /> "Nggaaaaa!!! Jangaannn ommm!! Pliisssss!!!!"<br /> Tapi jarinya udah menggelitik bagian klit ku. Walopun masih<br /> tertutup cd, rasanya seperti nyata.<br /> Klit ku ditekan-tekan, kadang digerakan seperti gerakan<br /> menggaruk.<br /> "Uhhh om.. Udahhhhh!!! Pliissss!"<br /> Kakikuu dibukanya makin lebar. Kepalanya berada diantara<br /> selangkanganku. Jarinya masih bermain di klitku. Lalu dia berhenti,<br /> berdiri, menyuruhku bangun dengan posisi duduk. Dia pindah<br /> duduk dibelakangku. Dadanya menempel di punggungku. Diciumi<br /> pundakku, tangan kanannya meremas payudaraku dan tangannya<br /> satunya memainkan klitku.<br /> "Gimana, Vi? Enak kan? Kamu kaya gini juga ngga ke pacarmu?"<br /> Bibir om tepat di telingaku, aku ngga tau mau jawab apa, rasanya<br /> cuma desahan pelan yang keluar dari mulutku.<br /> Lalu tangannya masuk kedalam celanaku.<br /> "Wah, kamu udah becek banget, Vi. Enak nih, licin!"<br /> Tangannya berputar-putar di vaginaku, sesekali menyentuh klit.<br /> Aku mendesah agak keras saat jarinya menyentuh klit. Om<br /> menyadari itu, lalu dengan sengaja, dia mainkan jarinya di klitku<br /> sementara tangan satunya lagi memilin pentilku dengan cepat.<br /> "Ahhh om.. U udah udahhh!!!"<br /> Tapi gerakan jarinya makin cepat di klitku. Ku rasakan darahku<br /> mengalir sampai ke ubun-ubun. Aku ngga tau perasaan apa ini.<br /> Sangat aneh tapi enak sekali. Jarinya bergerak makin cepat dan<br /> ditekan semakin dalam. Sektika aku merasakan sesuatu yang aneh<br /> yang membuat seluruh tubuhku mengejang.<br /> "Ahhh om!!! Apaan ini!!!"<br /> "Nikmatin aja, Vi, ini pasti bakalan enak banget kok, percaya deh<br /> sama om!"<br /> Ternyata benar, seketika itu tubuhku mengejang, kurasakan<br /> denyutan di klit dan diseluruh tubuhku.<br /> "Ommm udah, udah!!! St stoppp!"<br /> "Gimana? Enak kan?"<br /> Aku ngga menjawab, seluruh tubuhku masih terasa ngilu.<br /> Lalu om bangun dari tempat tidurku, dia berlutut diantara kedua<br /> kakiku. Diturunkan cdku perlahan. Toketku dan pentilku diciumi<br /> sambil melepaskan cdku.<br /> Sekarang aku benar-benar telanjang di depan omku. Aku lihat dia<br /> berdiri dengan penis yang tegak. Dia memuji-muji tubuhku sambil<br /> mengocok penisnya. Vaginaku diusap-usap sambil sesekali<br /> memainkan klitku yang masih ngilu karena orgasme tadi. Lalu dia<br /> jilat-jilat vaginaku. Lidahnya masuk kedalam lubang vaginaku.<br /> "Jangan!!! Jangan dimasukin om!! Plisss"<br /> Tapi lidahnya terus masuk kedalam vaginaku, membuat sensasi<br /> geli dan enak, tapi aku juga takut. Takut kalo selaput daraku akan<br /> sobek karena jilatan itu. Lidah nya terus menari-nari di liang<br /> vaginaku. Sepertinya banyak sekali cairan yang aku keluarkan, tapi<br /> om ngga peduli, dia jilat habisss semua cairanku. Jarinya semakin<br /> menggila memainkan klit ku. Dan aku mendapatkan orgasme<br /> yang kedua.<br /> "Ahh ommm, ahhhhhh uhhh"<br /> Ngga ada lagi kata yang bisa kuucapkan selain desahan. Vaginaku<br /> berkedut hebat seiring detak jantung. Klitku terasa ngilu sekali.<br /> "Vi, kalo kamu orgasme kaya tadi, bikin memek kamu makin<br /> lebar. Sini om kasi yang lebih enak lagi dibanding yang barusan!"<br /> "Ja jangan om! Vi masih perawan, Vi ngga mauu!!! Ja jangannn<br /> om!!!"<br /> Aku meronta sekuat tenaga.<br /> PLAKKKK…!!!<br /> Tamparan mendarat di pipiku. Ini lebih perih dari yang pertama.<br /> Aku cuma bisa menangis, saat om menggesek-gesekkan<br /> penisnya di bibir vaginaku. Aku coba merapatkan paha namun<br /> sia-sia. Kalah tenaga.<br /> Perlahan-lahan kepala penisnya menerobos bibir vaginaku.<br /> "Ssss sa sakitttt ommm!!! Sakitttt!!!"<br /> Om ngga peduli. Dia tetap mendorong penisnya. Ku cengkram<br /> lengannya kuat-kuat. Sedangkan tanga satunya lagi mencengkram<br /> sperei yang sudah berantakan.<br /> Perih dan sakit sekali saat ujung penis itu masuk walaupun<br /> perlahan.<br /> "Liat nih, Vi, kepala ****** om udah masuk!"<br /> Aku ngga mempedulikannya. Aku cuma meringis menahan sakit.<br /> Om masih berusaha memasukan penisnya, kulihat batang<br /> penisnya berlumuran darah namun ngga begitu banyak. Aku tau,<br /> itu darah perawanku. Air mataku mengalir karena ku menyesali<br /> kenapa harus kehilangan keperawananku dengan cara seperti ini.<br /> Penis om masuk semaik dalam. Kurasakan penisnya berhimpitan<br /> dengan tulang-tulang dalam vaginaku. Lalu penisnya digerakkan<br /> mundur perlahan, lalu bergerak maju, begitu seterusnya.<br /> Sungguh, aku ngga merasakan nikmat. Hanya sakit yang<br /> kurasakan.<br /> "Uhh.. Sssaakittt ommm!! Pe pelannn pelllannn..."<br /> Penisnya bergerak maju mundur, dan sesekali dia tegangkan<br /> penisnya sehingga membuatku mendesah lebih kencang. Kedua<br /> pentilku sambil dipelintir dengan tangannya dan penisnya bergerak<br /> maju mundur. Kali ini sedikit lebih cepat. Kulihat om mengeluarkan<br /> desahan yang semakin kencang. Dagunya terangkat dan matanya<br /> terpejam.<br /> "Aaahh, Vi… Om mau keluar nih… Ahhhhh"<br /> Aku mengerti kalau om sudah akan ejakulasi.<br /> Dia cabut penisnya dan air mani bermuncratan ke perutku.<br /> Rasanya hangat. Om masih mengocok batang penisnya yang<br /> berlumuran darah.<br /> "Aahhh Vi, memek kamu eennnnakkkk banget, peju om sampe<br /> keluar benyak banget kan tuhh… Coba kamu jilat peju om dehâ<br /> €¦"<br /> Lalu om menuntun jariku, mencolek peju yang berlumuran diatas<br /> perutku.<br /> "Coba buka mulutnya"<br /> Jari ber-peju itu ditempel ke lidahku.<br /> "Gimana rasanya?"<br /> "Anehh om, ngga enak ah"<br /> "Hahaha kamu nanti lama-lama bakal ketagihan loh! Dah sana<br /> kamu mandi. Sepreinya dicuci, tuh darah perawan kamu tumpah-<br /> tumpah. Inget ya, Vi, jangan bilang siapa-siapa. Kalo ngga, badan<br /> kamu yg bagus ini bakalan kena sundut rokok, mungkin juga lebih<br /> dari itu."<br /> Aku cuma diam.<br /> Saat itu cuma ada dendam terhadap om ku.<br /> Begitulah setiap harinya, hampir setiap malam kalau tante dan<br /> Dipo ngga ada dirumah, aku jadi budak napsu om bejat itu.<br /> Permintaannya pun semakin aneh-aneh. Kadang dia ikat tangan ku<br /> dan menyumpal mulutku dengan celana dalam yg kupakai lalu<br /> badanku dilumuri lelehan coklat dan dia jilat seluruh badanku.<br /> Pernah pentilku dijepit dengan jepitan jemuran dan lubang<br /> vaginaku dimasukkan vibrator selama 3 jam, lalu aku disuruh<br /> melakukan tarian erotis.<br /> Salah satunya kejadiannya seperti ini...<br /> Suatu hari tante ada keperluan di luar kota selama 3 hari. Di rumah<br /> hanya tinggal aku, om dan Dipo. Setiap malam selama 3 hari itu,<br /> om selalu menyelinap ke kamarku. Aku yang sedang tertidur tiba-<br /> tiba merasakan ada tangan yang menyelinap kebawah dasterku.<br /> Jari-jarinya masuk, dikocoknya g-spotku sampai aku orgasme.<br /> Aku memang ngga pernah memakai bra dan cd saat tidur jadi<br /> membuatnya semakin mudah saja. Ternyata om sudah<br /> menyiapkan 'peralatan' untuk menyiksaku. Dia telanjangi aku dan<br /> menyumpal mulutku dengan celana dalamnya. Lalu tanganku<br /> diikat ke teralis jendela. Kaki ku diikat ke ujung kaki tempat tidur<br /> sehingga tubuhku membentuk huruf X. Lalu om keluar kamar dan<br /> kembali dengan membawa plastik hitam. Dia mengeluarkan<br /> jepitan jemuran. Jepitan jemuran diarahkan ke pentilku.<br /> "Jaangan om! Itu pasti sakit!! Ja….."<br /> Suaraku terdengar tidak jelas karena disumpal<br /> Jlepppp!!!!<br /> Jepitan jemuran itu kini sudah menjepit pentil kiriku.<br /> "Ahhhhhhh.. sakiiittt! Ampunn omm!!!!"<br /> Jlepppp!!!<br /> Kini pentil kananku juga dijepit dengan jepitan jemuran.<br /> Dia tersenyum melihat ekspresiku yang kesakitan.<br /> Rambutku dijambak dan diciumi sambil meremas-remas toketku<br /> yang menegang.<br /> "Kamu udah jadi budakku! Kamu harus nurut!"<br /> Sekarang dia meraih tas plastik hitam yang tadi dibawa.<br /> Ada kain panjang berwarna hitam lalu dia lilitkan dikepalaku,<br /> menutupi mata.<br /> Sekarang aku ngga bisa lihat apapun.<br /> Lalu terdengar bunyi sesuatu yang dikeluarkan dari tas plastik. Aku<br /> ngga tau apa itu. Om cuma tertawa pelan.<br /> Benda itu mengeluarkan suara getaran.<br /> Zzzzzz zzzzz zzzzz<br /> Ahh! Tidaaakk!! Itu pasti vibrator!<br /> Kukerahkan tenaga ku untuk melepaskan tali yang mengikat dan<br /> tiba-tiba vibrator itu berada di bibir vagina. Bergetar di klitorisku,<br /> ditekan dengan kuat disitu dan akhirnya aku orgasme.<br /> Om tertawa melihatku orgasme karena vibrator itu. Lalu dia<br /> masukkan kedalam vaginaku. Speednya pun bertambah makin<br /> cepat. Vaginaku dikocok dengan vibrator. Sensasinya memang<br /> luar biasa apalagi kalau dilakukan dengan cepat.<br /> "Mmmmhhh!!! Mmmhhh!!"<br /> Eranganku tidak terdengar jelas saat vibrator itu dicopot dan<br /> diletakkan di penjepit jemuran yang kini menjepit pentilku. Lalu<br /> dimasukkan lagi ke vaginaku.<br /> Tak lama kemudian aku pun orgasme. Kakiku mengejang dan<br /> tubuhku ahirnya terkulai lemas. Namun om tetap membiarkan<br /> vibratornya didalam vaginaku<br /> "Tenang Vi sayang, aku akan menaruh vibrator ini selama 5 jam<br /> di dalam memek kamu."<br /> "Aahh!!! Ngga!!! Ngga mau!!! Dasar bajingan!!! Sialan!!!"<br /> Walau suaraku tidak terdengar jelas, aku yakin om tau<br /> perkataanku.<br /> Namun dia diam saja disampingku sambil meraba toketku.<br /> Terdengar suara plastik diambil, sepertinya om mengambil<br /> sesuatu lagi didalam situ.<br /> "Vi, aku masih punya 1 lagi nih!"<br /> Ternyata masih ada 1 lagi vibrator. Lalu dia nyalakan dan dia<br /> tempelkan vibrator itu di penjepit jemuran yang kini menjepit<br /> pentilku.<br /> Aku rasakan sensai geli dan sakit secara bersamaan.<br /> "Gimana, Vi? Yang ini pasti lebih enak."<br /> Tak lama kemudian aku orgasme hebat karena vibrator dalam<br /> vaginaku. Dan itu berlangsung selama 5 jam. Entah berapa<br /> orgasme yang kudapatkan, pastinya lebih dari 10 kali.<br /> Sudah jam 5 subuh. Om melepaskan penutup mataku. Kulihat dia<br /> telanjang dengan penis yang tegak.<br /> "Vi, om udah napsu banget dari 5 jam lalu waktu om siksa kamu.<br /> Sekarang gantian ****** om yang masuk situ yah."<br /> Kontolnya dimasukkan maju mundur dengan gerakan cepat,<br /> dihentakkan dalam-dalam dan jarinya memainkan klitorisku. Aku<br /> pasrah karena tak ada lagi tenaga yang tersisa.<br /> "Aahhh, Viiiii, om mau keluar nihhhh… Aaaahh…"<br /> Lalu buru-buru dia cabut penisnya dan dilepaskan celana dalam<br /> yang menyumpal mulutku. Dia masukkan dalam-dalam penisnya<br /> yang berdenyut itu. Cairan hangat menyembur ke dalam<br /> kerongkonganku. Aku sampai tersedak karena banyak sekali peju<br /> yang dikeluarkan.<br /> Ngga semuanya aku telan, ada yang aku keluarkan karena aku<br /> mual. Lalu om membasuh mukaku dengan pejunya yang tumpah<br /> dari mulutku.<br /> Penisnya yang masih belepotan peju dilap ke toketku. Dia<br /> tersenyum puas. Puas karena sudah semalaman mengerjai aku.<br /> "Makasih ya, Vi sayang…"<br /> Lalu dilepaskan tali yang mengikat tangan dan kakiku. Setelah<br /> vibrator tsb diambil, dia pergi begitu saja dari kamar.<br /> Dan kini sudah 3 tahun aku tinggal bersama mereka. Aku pun<br /> memutuskan untuk kuliah di Bandung. Kelakuan bejat om ku<br /> selama ini sepertinya tidak diketahui oleh tanteku. Om<br /> menyayangkan keputusanku untuk kuliah di Bandung. Dia bilang<br /> kalau aku memutuskan untuk kuliah di Jakarta, dia mau<br /> membantu biaya kuliahku. Cih! Aku tau betul maksud kata-katanya<br /> itu. Tapi keputusanku sudah bulat.<br /> Kini aku kuliah di Bandung, di kampus incaranku. Kebetulan juga<br /> aku mendapat beasiswa disini. Hal-hal yang terjadi di masa lalu<br /> membuatku tegar dan menjadikan ku orang yang berbeda. Kini<br /> aku menjadi liar untuk urusan seks. Aku suka sekali menyiksa<br /> pasangan seksku. Mendengarkan jeritan dan melihat ekspresi<br /> ketakutan mereka membuatku semakin bergairah. Jadi, inilah aku<br /> yang sekarang.<br /> E N D</span></span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-31760085793701036652013-05-24T16:37:00.001-07:002013-05-24T16:37:24.498-07:00Perkosaan si Jilbab Sexy<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgg1clI441PWCUGPJNgavf25FMLq98bnmulmpVq3qD2OJtdPA1Gqjcdv3qbNVConPrOeaoGuSFQJzp1hpJyMPlEwp47JPFz2aio3q0f09LIaizjQ9ed6PKYGWopbsS_vxf0RoUBKVzY6PQ/s1600/26.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgg1clI441PWCUGPJNgavf25FMLq98bnmulmpVq3qD2OJtdPA1Gqjcdv3qbNVConPrOeaoGuSFQJzp1hpJyMPlEwp47JPFz2aio3q0f09LIaizjQ9ed6PKYGWopbsS_vxf0RoUBKVzY6PQ/s320/26.jpg" width="240" /></a></div>
<br />
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">Siti
Rofikah siswi kelas 2 sebuah SMK swasta, sore ituhendak pulang
sekolah.Namun pada saat siswi berjilbab itu melintasi lokasi sebuah
perkebunan dimana ia biasa lewat tiba-tiba sepasang tangan kekar
membekapnya dari belakang seraya kemudian menyeret paksa siswi berjilbab
itu kedalam perkebunan karet yang amat sepi itu. Siti Rofikah berjuang
sekuat tenaga memberontak namun sia-s<span class="text_exposed_show">ia saja karena pria bertopeng ski yang menyergapnya itu terlalu kuat.<br />
Sesaat kemudian lelaki dan calon korbannya itu tiba didepan disebuah
gubuk yang nampaknya sebuah tempat beristirahat bagi parapekerja kebun.
Lalu diseretnya siswi berjilbab itukedalam seraya menutup pintu gubuk
rapat-rapat. Dijungkalkannya tubuh Siti Rofikah ke atas matras yang ada
didalam ruangan gubuk itu seraya melucuti pakaiannya sendiri hingga
telanjang bulat. Nampak kemaluan pria bertopeng itu mengacung tegak
sepertinya ia sudah tidak sabar lagi memperkosa siswi SMK berjilbab itu.<br />
Siti Rofikah yang terlentang diatas matras nampak panik seraya menjerit
ia berusaha kabur. Namun apadaya sebuah pukulan keras mendarat telak
diperutnya.?Akkhh??, pekiknya tertahanmenahan sakit sambil terjerembab
diatas matras. Tubuhnya terbaring melengkung dengan tangannya memegangi
perutnya yang ditonjok tadi. Belum sempat hilang rasasakit pukulan
diperutnya taditiba-tiba pria bertopeng yang telah telanjang bulat
itumenyingkap rok abu-abu panjang seragam sekolahnyakeatas sampai
sebatas pinggang. Nampak sepasang paha dan betis mulus miliknya dihiasi
sepasang sepatu kulit serta kaus kaki putih panjang.<br /> “Ampun pak tolong jangan perkosa saya”, pinta Siti Rofikah memelas.<br />
Pria bertopeng itu tidak menghiraukannya malah menampar wajah cantiknya
hingga siswi berjilbab itu tidak mampu berkata apa-apa lagi selain
menjerit tertahan sambil menangis tersedu-sedu.Tangan kasar pria itu
mulai melucuti celana dalam SitiRofikah. Belahan vagina yang nampak
ditumbuhi bulu-bulu halus miliknya kelihatan mengundang selera pria itu.
Diraba-rabanya vagina dara<br /> berjilbab yang masih mengenakan seragam
sekolah namun rok abu-abu panjangnya yg sudah tersingkap itu dengan
tangankanannya sembari terkadangjari tengahnya masuk menusuk-nusuk
kedalam. Gadis berjilbab itu menggelinjang seraya kedua tangannya
mencengkeram erat pinggiran matras. Seumur hidupnya belum pernah ia
merasakan perlakuan seperti ini.<br /> Dalam hati Siti Rofikah hanya bisa
menjerit seraya mengutuk nasibnya yang sial.Kepalanya yang terbungkus
rapi jilbab warna putih itu hanya bisa menggeleng-geleng pelan seraya
menahan perasaan aneh yang mulai merasuki dirinya. Dengan air mata
berlinang bibirnya mendesah pelan sedangkan tubuhnya terkadang
menggelinjang pelan. Kelihatannya perlakuan pria bertopeng itu perlahan
membuat alam bawah sadarnya mulai terangsang.<br /> Kemaluan milik siswi
berjilbabitu perlahan mulai basah olehlendir yang keluar dari
dalamvagina.Melihat calon korbannya itu mulai terangsang akibat
permainanjemarinya tangan kiri sang pria durjana beringsut menjamah
kancing hem putih seraya melepasnya satu persatu sembari tangan kanannya
tetap mengobel kemaluan si dara berjilbab.<br /> Tampak sepasang payudara
nan ranummilik ABG berjilbabyang tertutup oleh BH dan bawahan jilbab
putihnya. Disibaknya bawahan jilbab putih itu seraya menyingkap BHnya.
Payudara yang bulat padat dengan sepasang putting coklat nampak tegak
mengacung. Lalu tangan kiri pria durjana itu kini sibuk memilin dan
meremas putting dan buah dada milik Siti Rofikah. Semakin lama gerakan
mengelinjang tubuh siswi berjilbab itu semakin intens. Nafasnya naik
turun terengah-engah sedang bibirnya mendesah perlahan. Kelihatannya ABG
berjilbab itu mulai tenggelam dalam birahi akibat perlakuan
lelakibertopeng itu.<br /> Jemari kanan pria itu mulai basah oleh cairan
yang mengucur dari dalam vagina Siti Rofikah. Dan lelaki bertopengitupun
menghentikan permainan jemarinya dari vagina dan buah dada dara SMK
berjilbab itu. Pria itu ingin segera merasakan kenikmatan vagina legit
milik korbannya itu. Dilebarkannya<br /> kedua paha sang gadis berjilbab itu seraya mengarahkan penis yang besar miliknya kearah vagina Siti Rofikah.<br />
Dan, “Aakkhhh…”, jerit gadisberjilbab itu menahan rasa sakit yang ada
diselangkangannya itu. Matanya terpejam seraya menggigit bibir bawahnya.
Kedua tangannya mencengkeram erat matras. Nafasnya tersengal-sengal
menahan sakit. Perlahan senti demi senti penis pria ituberpenetrasi
kedalam vaginaperawan sang siswi berjilbabkorbannya. Belahan vagina dara
itu nampak menggembung seiring denganmasuknya penis tersebut. Sesaat
kemudian ia memberi nafas kepada gadis belia berjilbab yang ditidurinya
itu agar kemaluannyanya dapat menyesuaikan diri terlebih dahulu dengan
ukuran penisnya yang begitu besar merangsang, sehingga terlihat bibir
kemaluannya telah ikut melesak masuk kedalam pula tatkala dipaksaharus
menelan batang penis lelaki itu yang kini sudah menancap pada vaginanya
disela-sela kedua belahpahanya yang terbuka.<br /> Kenikmatan demi
kenikmatan yang dirasakan oleh bajingan itu ternyata sangat bertolak
belakang sekali denganapa yang dirasakan siswi berjilbab itu kini. Ia
yang baru kali ini di sebadaniolehseorang lelaki begitu merasakan
kesakitan yang amat tak terperikan. Jeritannya yang tertahan begitu
terdengar berulang kali seakan tiada henti mengiringi kemenangan
lelakiperkasa itu yang berhasil menaklukkannya dan membuat Siti Rofikah
dengan terpaksa merelakan keperawanannya tanpa ampun dibawah dekapan
lelaki bajingan yang memperkosanya secara brutal ini.<br /> Sementara
jilbab putih sebahu milik gadis itu seakanterlecut-lecut mengikuti arah
kepalanya yang terus terbanting-banting di atas matras ke kiri dan ke
kanan seakan tak rela atas apa yang terjadi menimpa dirinya ini.
Linangan air matanya turun berderai lagi membasahi kembali kedua pipi
mulusnya serta mengisi alur bekas air mata lalunya yang telah mengering .<br />
Didekapnya tubuh gadis beliaberjilbab yang kini berada dibawahnya dan
dada bidangperkasa nan sarat dengan bulu-bule lebatnya itu menekan kedua
belah<br /> payudara korbannya. Wajah lelaki itu menelusuri leher jenjang
yang tertutup jilbab putih dari siswi SMK itu sehingga membuat kepala
SitiRofikah tak lagi dapat bergolek kesana kemari.<br /> Dipagutnya leher
jenjang sang perawanberjilbab itu dengan rakusnya dari pangkal telinga
sampai pundak kanannya, melumuri area itu dengan airliur kemenangannya.
Puting sususebelah kiri gadis itu yang semakin mekar ranum memerah
dipilin oleh pertemuan ibu jari dan telunjuk tangan kanannya yang kasar,
dengan gencar diremas-remasnya bongkahan daging susu yangmasih mencuat
indah keatas dan sama sekali belum kelihatan turun sama sekali serta
masih berbentuk bulat kenyal dan memadat indah mempesona nan menghiasi
bagian dadanya yang jatuh dalam dekapan sang pria jahanam itu.<br />
Ciuman ganas penuh birahi yang luar biasa buas dari sang durjana kepada
korbannya menutupi suara erangan dan rintihan siswi berjilbab itu. Kedua
bibir dariinsan berlainan jenis ini bertemu seketika dalam peraduan
adegan indah persetubuhan nan terlarang itu. Lidah lelaki itu telah
memasukki rongga mulut mungil sang dara berjilbab yang terpejam erat dan
menari-nari di dalamnya berusaha<br /> Terus didera bertubi-tubi ciuman
sang lelaki, kini Siti Rofikah hanya bisa pasrahmerelakan lidahnya yang
telah dikaitkan oleh tarian lidah lelaki tersebut yang elastis,kadang
pula lemas seperti tali yang meliuk-liuk maupun mengait lidah mungilnya
Setelah dirasanya telah puas mencicipi keperawanan sang dara, kinipenis
yangcukup lama terbenam di dasar vagina itukini ditariknya perlahan dan
kedua jembut mereka yang tadinya melekat erat seakan telah menjadi satu
itu mulai terpisah ruah.<br /> “Psshh…! sleph.. wes hewess..!”, suara yang
ditimbulkan dari pelepasan batang pelir yang tertancap pada kemaluan
sang perawan itu begitu sangat khas sekali di telinga dan
prosesterenggutnya kesucian gadis berjilbab itu dimulailah.<br /> Kini seiring dengan pergerakan urat intim lelaki jahanam itu yang telah keluar sepertiga dari ukuran batangnyadari dalam<br />
belahan intim kemaluan dara berjilbab itu yang merekah membuat
bibir-bibir vagina korbannya menjadi ikut tertarik sampai monyong
kedepan. Bersamaan itu pula dari sela-sela lubang vaginanyanya dimana
kulit-kulit kemaluan bajingan itu bersarang didalamnya, kini tampak
berkilat-kilat basah oleh lendir vaginanya yang melumasi jajaran tonggak
daging pelirnya mulai menetes darah segar kesuciannya yang pada
akhirnya berhasil direnggut paksa jua dari tubuhnya.<br /> “Mmpphff! Ugh!
Ughff!!”, itulahsuararintihan dari seorang dara berjilbab yang terdengar
saat keperawannya telah terenggut seutuhnya oleh sang lelaki maniak
durjana pemetik bunga nan penuh nista ini, sementara sela-sela vaginanya
yang telah diluluh lantakkan itu masih berdesis-desis tatkalamelepaskan
batang pelir lelaki tersebut dari dasar peranakkannya diiringi senyum
kemenangan kepala rampok itu.<br /> Mulut lelaki itu melahap belahan
payudara kanan gadis itu dan menelan puting susunya sekaligus, lalu
disedot-sedot dengan buas penuh dengan nafsuhewaniah. Tubuh setengah
telanjang siswi SMK berjilbabitu sampai menggeliat-liat dibuatnya
seiring dengan dimulainya hentakkan pinggullelaki itu diantara kedua
kakiindah mengangkang dengan rok panjang abu-abu yang tersingkap sampai
sepinggang.<br /> Kini korbannya yang mengenakan jilbab putih itu telah
takluk pada kejantanannya. Derai-derai air mata di pipi mulusnya itu
telah dibersihkan pulaoleh telapak tangannya yang kekar. Sepasang
betisnya yang masih mulus terbentangkencang itu kini dikepitnya diantara
kedua ketiak dari lengan perkasanya kiri dan kanan. Kaki-kaki indah
yang masih memakai sepatu warnahitam dengan kaus kaki panjang berwarna
putih yangterjuntai itu tampak bergerak-gerak seiring hujaman lelaki
bajingan itu pada lubangvaginanya dan seragam putih abu-abu
yangteringkap itu sudah bermandikan oleh peluh persetubuhan
terhempas-hempas dibuatnya.<br /> Dengan posisi setengah jongkok lelaki
jahanam itu terus menggenjot tubuh Siti Rofikah yang masih begitu
kencang dan padat diusia<br /> mudanya. Kedua tungkai paha gadis itu kini
ditekan oleh kedua tangannya sehingga kangkangannya semakin jelas dan
lebar dengan kedua tumit kaki indahnya bertumpu pada kedua belah pundak
berkulit gelap sang durjana tersebut.Wajahnya yang cantik dengan jilbab
putihnya semakin mendongak kebelakang Kedua kakinya semakin tertarik
keatas bertopang pada pundak kiri dan kanan sang lelaki jahanam
yangtelah leluasa menikmati kehangatan tubuh mudanya itu.<br /> Dalam
posisi yang sebegitu rupa ini membuat bongkahan dari pantat gadis yang
berkulit putih mulus licin itu semakin mencuat keatas mempertontonkan
lonjakan-lonjakan kejantanan lelaki ituyang masih terlihatseret keluar
masuk pada vaginanya. Kedua biji pelir lelaki itu yang
terpontang-panting menabrak-nabrak jalan masuk lobang pantatnya semakin
nyata mengiringi lelehan lendir kewanitaannya yang telah bercampur aduk
dengan darah<br /> kesuciannya nan terus menggenangi mulut vaginanya dan
dijadikan bulan-bulanan olehnya. Cairan surgawi kepunyaan gadis
berjilbab itu telah merembes sampai membasahilubang anusnya yang begitu
kecil tak berdaya nan berwarna merah muda sungguh menawan hati ini
beserta bercak-bercak darah keperawanannya yangtelah direnggut Matras
tempat tumpuan adegan persetubuhan merekaitupun mulai berdentum-dentum
seiring dengan suara decakan peret pada lubang kemaluan dara berjilbab
yang digagahi oleh bajingan zina ini.<br /> “Ough… ohh.. ohh.. ternyata
enak sekali memekmu ini sayang.. Ohh.. ohh.. sempit sekali sihh..? masih
peret nihh Uhh.. Ohh… Ouh”, seloroh ******* itu diantara tarian
maksiatnya menikmati kehangatan dagingbelia korbannya ini.<br /> “Ahh…! ahh..! aduhh..! perih Pak.. Oh.. oh.. jangan keras-keras.. uhh..ahh”, pinta Siti Rofikah itu akhirnya.<br />
“Enak sayang?! Hah?! Bagaimana sekarang?! Masih sakit yach?! aduh
kasihan.. tahan sebentar yahh manisku? Ohh.. ohh.. Ouh..”, balas lelaki
itu yang asyik menggenjot vagina milik siswiberjilbab itu.<br /> “Sshh.. ahh… sshh.. ohh.. pelan-pelan Ppakk.. ahh.. ahh.. ahh”, pintanya di<br />
sela-sela tubuhnya yang terhentak-hentak tanpa perlawanan lagi. Senang
sekali sang bajingan itu mendapati korbannya kini telah pasrah melayani
keinginannya.<br /> “Jangan ditahan terus dong******ku ini sayang.. terima
saja apa adanya.. lebarkan kakimu supaya tidak terlalu sakit lagi
manisku.. ohh.. ohh.. legit sekali kepunyaanmu ini.. ohh”, perintah
******* itu yang kiranya langsung dipatuhi oleh gadis cantik berjilbab
itu yang semakin membuka rentangan kakinya hingga semakin jelasbibir
memeknya yang melesak ke dalamdan memonyong ke depan mengikuti hunjaman
penis besar yang tertanam didalam isi belahan daging surganya.<br /> Liang
anus gadis berjilbab itujuga turut mengembang dan menguncup terkena
pukulan-pukulan kedua biji penis lelaki jantan itu yang
terbanting-banting di bongkahan pantat yang mungil mengangkang seakan
sengaja ia mempertontonkan miliknya yang indah namun terlarang<br /> Kedua
tubuh itu terus bergumul seakantak peduli lagi akan keadaan malam yang
semakin larut dalam keheningannya, seakan tak terpisahkanlagi dalam
geloranafsu membara yang menyala-nyala dikamar gubuk yang telah pengap
dan sesak oleh permainanasmara nista berbirahi hina ini. Meskipun telah
lewat masa seperempat jam berlalu, namun tak membuat lelaki perkasa itu
mengendorkan goyangan pinggulnya dan terus melesak-lesakkan pelirnya<br /> mengaduk-aduk isi dalam lubang kemaluan dara berjilbab itu yang telah sembab membengkak dan semakin memerah warnanya.<br />
Tak lama kemudian tubuh dengan hem putih lengan panjang yang terbuka
dengan rok abu-abu panjangyang tersingkap sepinggang itu yang berada
dibawah lelaki durjana tersebut menggelinjang kencang seiring dengan
luapan puncak orgasmenya yang kedua.Perut rampingnya yang dihiasi
pusarnya nan begitu indah tampak berkedut-kedut mengikuti gelinjangan
tubuh setengah bugilnya. Kedua kakinya yang masih bersepatu itu
kinimenendang-nendang di udara menahan luapan puncak kenikmatannya yang
melanda sekujur tubuh dengan hem putih lengan panjang yang terbuka itu.<br />
Dan belum lagi kelojotan siswi berjilbabitu terhenti, lelaki itu segera
mencabut penisnya dari dalam liang vaginanya yang tengah bergetar
didera arus birahi sanggamanya.<br /> “Wess hewess.. poof!!”, begitulah
suara yang dihasilkan saat batang kejantanan lelaki itu dicabut dari
jepitan lubang kemaluan Siti Rofikah yang telah kehilangan
keperawanannyaini.<br /> Sekujur kulit luar dari penis nan demikian
perkasanya penuh dengan lelehan lendir vagina yang bercampur dengan
lumuran darah segarkesucian siswi SMK berjilbab cantik itu yang
belepotan melumuri tonggak daging kejantanannya yang masih mengacung
tegak mengangguk-angguk. Kedua tungkai kaki gadis itu di angkat keatas
tinggi-tinggi dari matras sehingga ujung kaki yang masih
mengenakansepatu itu terjuntai indah menggantung tanpa daya. Di dalam
sepatunya itu kedua otot dari jari-jari kaki indahnya<br /> mengatup dan
membuka sangat cepat sekali bergantian membendung gelora birahinya yang
kembali telah berhasil dibangkitkan oleh lelaki itu. Bongkahan pantatnya
terhidang jelas tepat beradapada wajah lelaki itu yang
menadahkanlidahnya pada perbatasan antara belahan bibir vagina gadis
berjilbab putih tersebut dengan daerah duburnya dan ia tempelkan disitu.<br />
Berikutnya dari mulut vaginanya yang kini sudah tak berbentuk garis
vertikal yang sempit seperti tadi itu, malah kini telah terpecah menjadi
dua garis bergelombang dengan kelentitnya yangbengap danbasah itu
terkuak sejelas-jelasnya disertai oleh lelehanlendir memeknya keluar
dari lubang senggamanya nan semakin merekah menjadi sebesar ukuran
sebutir telurburung puyuh.<br /> Cairan yang keluar dari vagina itu langsung ditelan oleh lelaki itu<br />
dengan rakusnya bak orang yang tengah kehausan nan amat sangat. Dengan
lahapnya jilatan lidah lelaki itu sampai menyeruak-ruak kedalam isi
belahan kemaluankorbannya, menyapu segenap dinding bagian dalam vagina
gadis malang itu sampai licin tandas tanpa tersisa sedikitpun.<br /> Tubuh dengan hem putih lengan panjang yang terbuka milik dara itu kini<br />
terjerembab pada hamparan matras yang terbentang awut-awutan disana
sini dan ditengahnya telah terdapat noda darah dari kesuciannya. Jilbab
putih yang dikenakannya pun basah oleh keringat yang menucur deras dari
kepalanya. Selain itu sebagian rok panjang abu-abu seragamnya dibasahi
oleh keringat keduanya dan juga lendir-lendir yang berasal dari kedua
kelamin yang berbeda jenisnya tersebut. Keletihan yang amat sangat
mendera tubuh dengan seragam sekolah yang tersingkapnya kini telah lusuh
tanpa tenagalagi, seakan tulang-tulangnya telah terlolosi semuanya.
Belum lagi usai mengatur helaan nafasnya yang masih menderu-deru, tetapi
kini tubuh setengah telanjang gadis itu yang ramping itu dibalikkan
secarapaksa oleh lelaki itu sehingga tertelungkup.<br /> Tangan-tangan
kurang ajarnya menyusupi bagian bawah perutnya yang telah menempel pada
kasur ranjangnya, setelah itu ditariknya keatas, dan bongkahan pantat
gadis yang telah lemas itu terjungkit keatas kini. Bajingan itu menekuk
kedua lutut korbannya sampai pantatnya tampak dalam posisi menungging.
Agaknya ia akan menyetubuhi dara itudengan mengambil gaya dari******
yang tengah kawin. Namun sebelum itu tangannya berpindah lagi menyingkap
rok abu-abu panjang milik Siti Rofikah yang sempat terjuntai kebawah
menutupi pantatnya.Lalu ditelusurinya pantat itu dengan jemarinya dan
menemukan posisi lubang anusnya berada, lalu lidah lelaki itu menyusupi
kekedalaman belahan duburnya itu tanpa rasa jijik sama sekali mengingat
lubang itu biasa digunakan untuk buanghajat.<br /> Tetapi apalah artinya
batasan itu jika dibandingkandengan nilai kenikmatan yangdapat ia
peroleh dari kelezatan anusnya sang gadis muda berjilbab dengan
mengabaikan aroma tak sedap yang terpancar dari dalamnya.<br /> Setelah
puas menjilati dubur dari sang siswi SMK yang begitu sangat lezat
baginya ini, kini tubuh lelaki itu berlutut dihadapan tunggingan pantat
korbannya, setelah itu batang penisnya kembali ia selusupkan ke dalam
vagina gadis itu yang telah<br /> kehabisan suaranya karena kecapaian
melayani birahi lelaki perkasa ini. Bajingan itu memperkosa vaginanya
dari arah belakang tanpa peduli sama sekali terhadap perasaan korbannya,
yang ada hanyalah nafsu yang harus ia tuntaskan walaupunharus
mempertaruhkan dirinya yang sewaktu-waktu dapat tertangkap oleh
aparathukum.<br /> Kembali kedua tubuh itu menyatu dan jembut yang
menghiasi bawah perut lelaki itu seakan terjepit pula ke lubang anus
dara bidadari cantik berjilbab ini tatkala penisnya terus
menyodok-nyodok isi dalam liang kemaluannya.<br /> Menjelang tengah malam,
sepasang insan berlainan jenis itu meraih orgasmenya untuk yang ketiga
kalinya dalam posisi menungging, namun baru kedua kali jikalau dihitung
dari saat mula Siti Rofikah disetubuhi lelaki jahanam tersebut.
Malangnya pelajar berjilbab itu tak sadarkan diri lagi usaimencapai
puncak surga duniawinyadari lelaki itu yang staminanya begitu sangat
luar biasa.<br /> Rasanya jarang sekali lelaki yang mempunyai daya tahan
tubuh seperti pria durjana bertopeng ini Setelah puas mereguk cairan
lendir madu surgawi yang telah dihasilkan kembali oleh vagina gadis itu
pada puncakkenikmatannya tadi. Ia menelentangkan kembali tubuh gadis
berjilbab itu yang telah pingsan dan menaruh kedua tumit dari kaki dara
itu yang setengah telanjang ke kanan kiri bahunya lagi untuk
kemudianmenggenjot kembali tubuh si siswi belia berjilbab ini dengan
brutal.<br /> Tampak sekarang pompaan penis lelaki ini pada vagina
korbannya terus bertambah kecepatannya, sementara hamparan matras
dibawahnya itu telahbenar-benar basah oleh keringat keduanya yang
semakin memanas. Andai saja Siti Rofikah tidak sadarkan diri seperti
sekarang ini, mungkin ia akan meminta ampun karena pasti vaginanya akan
terasa nyeridiperlakukan sedemikian brutalnyaoleh pemerkosa tersebut.<br />
Barulah pada pukul setengahsatu pagi, tubuh lelaki itu bergetar hebat
diatas tubuh korbannya yang pingsan untuk sekian lamanya dan tanpa
sepengetahuan siswi SMK berjilbab nan cantik ini<br /> bajingan itu
memuntahkan segenap akhir puncak dari nafsunya yang meledak-ledak
kedalam tubuhnya. Pahayang terbuka membentuk huruf “V” dari tubuh Siti
Rofikah itu ditekannya kuat-kuat. Tubuhkekarnya seakan telahlekat
menjadi satu dengan korbannya. Akhirnya lelaki itu sedang memuntahkan
seluruh persediaan cairan mani lelakinya yang sejak tadi tersimpan di
kedua belahbiji penis besarnya nan perkasa. Cairan mani dari kemaluan
lelaki itu yang mengandung benih-benih cintanya kini memuncrat-muncrat
mengisi rongga rahim siswi berjilbab itu yangtengah dalam keadaan
suburmalam itu.<br /> “Croot..! serr.. serr.. creet.. cret!”, benih lelaki
itu begitu tersembur dengan sangat cepat menyemburat kuat ke dalam isi
dasar belahan vagina Siti Rofikah sang siswi SMK berjilbab yang
dikangkanginya tanpa pelindung sama sekali.<br /> Gadis belia berjilbab
itu hanya diam terpana merasakan lahar panas mengalir deras kedalam
liangnya…..”Ahhhhhhh……..….”, pekikpuas pemerkosa bertopeng itu
sembarikedua tangannya mencengkeram rok abu-abu panjang seragam sekolah
Siti Rofikah yang tersingkap sepinggang.Lalu durjana itupun rubuh
menindih tubuh korbannya dengan rasapuas tak terkira.<br /> Suasana
ruangan di gubuk itu kembali sepi yang nampakhanyalah pemandangan
seorang pria bertopeng telanjang bulat sedang menindih tubuh seorang
perempuan belia berjilbab putih dengan seragam putih abu-abunya telah
tersingkapserta awut-awutan.</span></span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-30073704099474543272013-05-24T16:34:00.000-07:002013-05-24T16:34:33.857-07:00Pemerkosaan Cewek ABG<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSjnkZHlYj15b5bXdHju2TD8vyJvvwhPK6d1o0ZqhAxhMxCbRHbfRXgWBuhdIDG2BP8HfUsjSVMqd_8fIqqzg7efwQ-JH1V25WGANMFqp6ULMIm-z-Wab2A8KjNd1xaKK5DJ56Plbr6vk/s1600/25.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSjnkZHlYj15b5bXdHju2TD8vyJvvwhPK6d1o0ZqhAxhMxCbRHbfRXgWBuhdIDG2BP8HfUsjSVMqd_8fIqqzg7efwQ-JH1V25WGANMFqp6ULMIm-z-Wab2A8KjNd1xaKK5DJ56Plbr6vk/s320/25.jpg" width="320" /></a></div>
<ol class="clearfix fbTimelineCapsule fbTimelineCapsuleBorn" data-end="1370069999" data-referrer="pagelet_timeline_recent_tc" data-start="1342194421" id="u_jsonp_12_l">
<li class="fbTimelineUnit lastCapsule fbTimelineTwoColumn clearfix" data-fixed="1" data-side="l" data-size="1" id="tl_unit_2377975133791115914"><div class="timelineUnitContainer" data-gt="{"action_type":"1","aggregation_id":"324107874354768","aggregation_time":"1350614350","actor":"293225660776323","creator":"293225660776323","pagestimeline":"1","payload_type":"11","eventtime":"1369438040","viewerid":"100003479682030","profileownerid":"293225660776323","unitimpressionid":"3ef0b950","contentid":"2377975133791115914","timeline_unit_type":"StatusMessageUnit","timewindowsize":"3","contextwindowstart":"0","contextwindowend":"1370069999"}" data-time="1350614351" id="u_jsonp_14_2a">
<div class="">
<div role="article">
<div class="_1x1">
<div class="userContentWrapper">
<div class="_wk">
<div class="text_exposed_root text_exposed" id="id_519ff7590f5d47485325978">
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">Siapa yang tak tergoda dengan tuguh seorang abg, masih seger,<br /> padat dan pastinya ranum, orang mengistilahkan dengan wanita<br /> bau kencur, atau wanita yang masih suci, bagaimana jika<br /> keperawanannya hilang karena di perkosa? Berikut adalah cerita<br /> pemerkosaan Seorang ABG . Mungkin emnarik untuk anda<br /> simak….<br /> Bejo adalah seorang narapidana dari sebuah rutan di suatu<br /> kabupaten di Jaw<span class="text_exposed_show">a Tengah. Ia masuk penjara karena mencuri<br /> dengan kekerasan. Berperawakan sedang, kulit sawo matang,<br /> rambut cepak dihiasi sebuah tato banteng di punggungnya.<br /> Hukuman yang Bejo terima selama 1 tahun 8 bulan penjara.<br /> Namun karena berkelakuan baik, ia mendapat pengurangan<br /> hukuman sebanyak 2 bulan. Dalam rutan tersebut pria itu banyak<br /> kenal dekat dengan para penjaga rutan. Bahkan saking dekatnya, ia<br /> sering mendapat kepercayaan untukmengurusi tetek-bengek<br /> kebutuhan para penjaga mulai dari beli rokok di warung luar<br /> penjara sampai beli makanan di warteg! Memang si Bejo paling<br /> pintar mengambil hati para penjaga rutan itu. Namun ia tidak<br /> berani disuruh pergi agak jauh dari rutan, karena khawatir, kalau<br /> ada kepala rutan mendadak melihat ia sedang berada di luar bisa<br /> gawat. Hari kebebasan yang tinggal 1 hari lagi bisa sirna.<br /> Namun hari itu “mungkin” merupakan hari keberuntungannya,<br /> Bejo diminta oleh salah seorang sipir penjara untuk mengantarkan<br /> sebuah bungkusan ke rumah temannya yang berada jauh dari<br /> rutan. “Wah, mas! nanti kalau ketahuan saya tidak ada di tempat<br /> bagaimana? “, tanya Bejo dengan cemas. “Tenang Jo. bapak lagi<br /> keluar daerah 2 hari. Pokokekamu tenang saja, aku jamin aman”,<br /> jawab si sipir penjara yang paling dekat dengan si napi satu ini.<br /> Sambil menghela nafas lega Bejo yang sudah mengganti bajunya<br /> dengan baju biasa pergi meninggalkan rutan. Di tengah<br /> perjalanan, ia terusikakan isi bungkusan yang dibawanya.<br /> Alangkah kagetnya ketika dibuka isinya vcd porno berjumlah 30<br /> lembar. Kebanyakan dari vcd itu merupakan film pornoasia<br /> terutama Jepang. Mata si Bejo melotot melihat gambar2 sampul<br /> vcd itu.<br /> Namun segera ia masukkan kembali karena sedang berada dalam<br /> angkutan umum. Nafasnya naik turun gara-gara melihat sampul<br /> vcd tadi. Terlebih sudah lamaia tidak merasakan kenikmatan tubuh<br /> wa nita. “Sialan mas Surip! aku disuruh mulangin barang ke<br /> rumah temennya nggak taunya vcd bf!”, umpat Bejo dalam<br /> hati ,”Otakku nggak keruan jadinya!”.<br /> Akhirnya tibalah sang napi ke tempat yang dituju, yang ternyata<br /> rumah kos. Orang yang dituju menyewa kamar di belakang<br /> rumah kos yang berada di lantai 2. Ternyata teman si sipir penjara<br /> tadi hendak pergi keluar. Dengan ramah ia menawarkan Bejo<br /> untuk menonton vcd koleksinya yang dipinjam sang sipir. Dengan<br /> antusias Bejo menerima tawarannya, sambil tidak melupakan<br /> pesan orang itu agar menitipkan kunci kamar kepada pemilik kost<br /> setelah ia selesai nonton. Film demi film Bejo tonton dengan<br /> penuh nafsu. Selesai menonton, sesuai dengan janjinya ia titipkan<br /> kunci kamar kepada pemilik rumah. Waktu menunjukkan pukul<br /> 14:00 siang. Di dalam angkot Bejo merasakan nafsu birahinya naik<br /> turun. Ia merasa kesal karena gejolaknafsu dalam dirinya belum<br /> dapat terlampiaskan. “Uuuhh!Sial! gara-gara film tadi otakku nggak<br /> karu-karuan”,sesal Bejo. Namun apa daya di dalam angkot yang<br /> ditumpanginya hanya berisi 3orang pria dan 1 orang nenek.<br /> Kemudian satu demi satu penumpang itu turun tinggal ia sendiri.<br /> Disaat dirinya sedang tenggelam dalam lamunan joroknya, sang<br /> sopir angkot menepikanmobilnya pertanda akan ada penumpang<br /> yang naik. Naiklah seorang gadis SMU ke dalam angkot yang ia<br /> tumpangi dan duduk dekat pintu keluar masuk angkot. Serta<br /> merta mata si Bejo melirik tajam ke arah cewek itu. Diamatinya<br /> tubuh gadis itu dengan seksama. Wajahnya lumayan manis<br /> dengan rambut sebahu diikatkebelakang, buah dadanya terlihat<br /> agak menonjol dari balik seragam OSISnya. Lekukan pinggul dan<br /> pantatnya kelihatan padat berisi dibalut rok abu-abu selutut. Otak,<br /> mata dan birahinya terasa panas membara. Bayangan akan blue<br /> film yang ditontonnya tadi terlintas jelas. Terutama<br /> film Jepang dengan adegan seorang siswi SMU yang sedang<br /> ditunggangi seorang pria dari belakang. Sadar akan dirinya sedang<br /> dipandangi oleh orang asing, gadis itu berusaha menutupipaha<br /> dan lututnya dengan tas sekolahnya. Dirinya mulaimerasakan<br /> kegelisahan dan rasa cemas yang amat sangat karena pria itu<br /> terus menatapnya seola h-olah ingin menerkam.<br /> Namun gadis SMU itu merasa lega karena tujuannya sudahdekat.<br /> Segera ia minta turun dan membayar ongkos. Sambil berjalan<br /> dengan perasaan was-was, gadis itubolak-balik menengok kalau<br /> pria yang menakutkannya ituikut turun dan mengikutinya. Dilihat<br /> sosok yang dimaksud tidak ada perasaannya kembali lega. Gadis<br /> itu berjalan menyusuri jalan setapak dimana kanan kirinya<br /> merupakan tanah kosong ditumbuhi pepohonandan semak<br /> rimbun dengan beberapa gubuk kosong yang berdiri . Namun<br /> tanpa disadarinya si Bejo sedari tadi menguntitnya dari belakang<br /> sambil menjaga jarak dan bersembunyi di balik pepohonan. Sang<br /> napi segera mengambil jalan pintas untuk mendahului langkah<br /> gadis itu. Dari balik pohon dan semak belukar yang agak lebat Bejo<br /> menantimangsanya mendekat. Begitu gadis SMU itu berjalan<br /> melewati lokasi tempat Bejo bersembunyi, pria itu segerabergerak<br /> meringkusnya dari belakang. Untuk melumpuhkan mangsanya<br /> Bejo menempelkan sebuah pisau yang ia ambil dari tempat kos<br /> tadi. Ditempelk annya pisau ke leher gadis itu sambil tangan kirinya<br /> menutup mulutnya dan mengancam agar ia tidak berteriak. Bau<br /> harum tubuh gadis itu membuat ia tidak tahan lagi. Diseretnya<br /> gadis itu ke dalam rerimbunan pohon dan semak-semak. Gadis<br /> yang tidak berdaya itu hanya bisa menangis terisak-isak ketakutan<br /> akan keselamatan dirinya. Sampai ditempat yang dirasa Bejo<br /> aman, ia segera melaksanakan aksinya. Sambil tetap<br /> menempelkan pisaunya ke leher gadis SMU itu, tangan kirinya<br /> mulai bergerilya meremas-remas buah dada korbannya dari luar<br /> hem putihnya. Tangan gadis kiri gadis itu berusaha mencegah<br /> namun urung karena Bejo makin menempelkan pisau yang<br /> dipegang itu ke lehernya. “Ampun pak…tolong lepaskansaya”, isak<br /> gadis itu memohon. “Ssshh…Diam manis, kalau sekali lagi<br /> kamubicara akan kugorok lehermu!”, hardik Bejo pelan sambil<br /> menciumi leher gadis itu. Puas meremas-remas buah dadanya,<br /> tangan kirinya bergerak turun meraba dan mengobok-obok<br /> selangkangan gadis itu dari balik rok abu-abunya. S edangkan dari<br /> belakang ia<br /> gesek-gesekkan penisnya yang sudah menegang dalam celana ke<br /> belahan pantat gadis itu. Cewek SMU itu hanya bisa menangis<br /> pasrah tak berdaya diperlakukan seperti itu.<br /> Tangan kiri Bejo menarik rokSMU gadis itu keatas kemudian<br /> jemarinya segera menyusup kedalam cd dan mulai mengorek-<br /> ngorek vaginanya. Gadis itu tersentak karena perlakuan Bejo<br /> lagipula seumur hidupnya belum pernah ada tangan kasar pria<br /> yang menyentuh liang kewanitaannya. Rintihan dan isak tangis<br /> gadis itu membuatbirahi Bejo semakin naik. “AAkkhh…!”‘, pekik<br /> gadis itu tiba2 karena jatuh telungkupdiatas rerumputan tebal<br /> akibat didorong Bejo dari belakang. Belum punah rasa kaget dan<br /> ketakutannya, kedua belah tangannya ditarik kebelakang oleh Bejo<br /> kemudian diikat dengan tali yang sudah dipersiapkannya.Merasa<br /> mangsanya tidak mungkin kabur ditancapkannya pisau yang<br /> dipegangnya ke tanah. Kemudian pria birahi itu membuka seluruh<br /> pakaiannyahingga bugil. Dan nampak penis yang sudah berdiri<br /> mengeras mengacung keatassiap bertempur. Dibaliknya tubuh<br /> gadis itu. Dengan mata terbelalak ia menatap Bejo yang sudah<br /> bugil dengan penis besar sedang mengacung. Mulutnya yang<br /> hendak berteria k segera disumpal Bejo dengan<br /> sehelaisaputangan. Tangan-tangan kasar Bejo membuka paksa<br /> seragam putih yang dikenakannya sehingga sobek.<br /> Terpampanglah bukit kembar sekepalan tangan terbungkus bra<br /> berwarna coklat muda. Dengan sekali tarik putuslah bh itu tinggal<br /> buah dada yang terpampang indah dengan puting susu berwarna<br /> coklat muda. Dengan rakus dikulum dan dilumatnya kedua buah<br /> dada itu bergantian. Tangan kirinya meremas buah dada sambil<br /> sesekali memelintir puting susu gadis itu. Sedangkan tangan<br /> kanannyameraba dan mengelus selangkangan gadis itu dari luar<br /> rok abu-abunya. Tentu saja tubuh gadis yg belum pernah<br /> disentuh oleh pria itumenggelinjang tidak karuan. Apalagi ketika<br /> tangan kasar lelaki itu masuk ke dalam roknya serta meraba dan<br /> mengelus paha dan vaginanya , membuat tubuhnya bergetar<br /> bagaikan tersengat listrik. Lama<br /> kelamaan celana dalam gadis itu mulai basah akibat perlakuannya.<br /> Merasa tidak tahan lagi, Bejomembalikkan tubuh siswi SMUitu<br /> hingga kembali tengkurap.Ditariknya pinggul ABG itu sehingga<br /> posisinya seperti orang bersujud dengan pantat menungging<br /> serta tangan terikat ke belakang. Dielus dan diremasnya<br /> pantatyang padat dan kenyal itu, sambil sesekali menggosok-<br /> gosokkan penisnya ke belahan pantat yang masih terbungkus rok<br /> abu-abu SMU. Jerit dan isak tangis yang tertahan akibat mulut<br /> yang tersumpal gadis itu makin menjadi-jadi ketika tangan Bejo<br /> menyingkap roknya ke atas dan memelorotkan celana dalam<br /> putihnya. Dengan mata melotot dipandanginya pantatyang putih<br /> bulat serta padat dan kenyal itu. Diremas, dicium, digigit dan<br /> dikulumnyapantat itu. Dalam keadaan yang tidak berdaya gadis itu<br /> hanya bisa menangis pasrah.Rasa ketakutan yang amat sangat<br /> tidak henti-hentinya menyergap dirinya. Degup jantungnya<br /> berdebar kencang ketika pahanya dilebarkan Bejo. Dengan<br /> rasayang berdebar dia menant i apa yang akan dilakukan pria itu<br /> selanjutnya. Tiba-tiba ia memekik tertahan ketika merasakan benda<br /> kenyal dan besar sedang menggesek belahan pantatnya. Rupanya<br /> Bejo sedang melakukan pemanasan berikutnya dengan<br /> menggesekkan batang kemaluannya. Dengannafas memburu ia<br /> arahkan penis besar menegang itu keliang senggama yang<br /> lembab,sedangkan tangan kirinya mencengkram erat pinggul<br /> siswi SMU itu. Tubuh gadis itutersentak ketika merasa benda asing<br /> dan besar sedang memasuki vaginanya dengan paksa.<br /> “Ssshhh….”, desis mulut Bejo yang sedang melakukan<br /> penetrasi.Terasa sempit dan hangat. Butuh usaha yang keras.<br /> Senti demi senti hingga setengah dari penisnya perlahan<br /> menembus liang kenikmatan ABG itu, hingga akhirnya seluruhnya<br /> terbenam masuk. “SShhh…ahhh…”, desis dan desah nikmat keluar<br /> dari mulutnya. Sedangkan tubuh gadis bergetar akibat menahan<br /> sakit dan tangis. Nampak darah menetes dari selangkangannya.<br /> Jebol sudah keperawanannya. Dibiarkannya sejena k penisnya<br /> yang menancap dalam liang surga itu. Terasabatang kemaluannya<br /> seperti sedang diurut oleh liang<br /> vagina siswi SMU itu. Perlahan Bejo menggerakkanpantatnya<br /> maju mundur sambil mencengkram erat pinggulnya. Irama<br /> genjotannya lama kelamaan dipercepat. “Plak..plak..”, bunyi<br /> benturan pantat gadis itu dengan selangkangannya.Tubuh yang<br /> dalam keadaan telungkup menungging itu menggeliat-geliat<br /> karena disodok dari belakang. “Mmmhh…emmhh…ehh..hhhh “,<br /> suara sang korban yang hanya bisa merintih. Sedangkan Bejo<br /> mengeluarkan desahan dan racauan dari mulutnya<br /> sambilmemompa dari belakang. “Ssshh..aahh..nikmat sekali<br /> memkmu manis”, racaunya. Terkadang tangannya meremas kuat<br /> kedua belah pantatnya sambil menepok-nepok dengan gemas. Di<br /> otaknya terlintas bayangan film porno yang ditontonnya tadi<br /> siang. 15 menit berlalu, makin lama sodokan pria itu makin cepat.<br /> Penisnya bergetar hebat hendak mengeluarkan lahar panas.<br /> Dipeluknya tubuh ABG i tu dari belakang sambil terus memompa<br /> dan meremas-remas kedua bukit kembarnya. Bejo merasakan<br /> vagina gadis itu makin lama makin basah dan tubuhnya juga<br /> menggelinjang hebat. Nampaknya ia akan mencapaiklimaksnya.<br /> Merasakan hal itu, Bejo makin mempercepat sodokannya.<br /> Dibenamkannya dalam-dalam sang penis hingga menyentuh<br /> rahim kewanitaan gadis itu. “Ummpphh…”, dengus nafas kencang<br /> siswi itu sambil kepalanya mendongak keatas. Tubuhnya<br /> melengkung. Dan pada saat yang bersamaan pria pemerkosanya<br /> juga mencapai klimaks. Ditancapkannya penis itu dalam-dalam. “<br /> Crrott…crrottt.. “, pancaran sperma menyemburdari kepala<br /> penisnya, bercampur dengan cairan kewanitaan dan darah<br /> perawan sang gadis. Tubuh kedua insan berlainan jenis itu<br /> ambruk seketika dengan posisi sang pria memeluk siswi ABG itu<br /> dari belakang. Senyum puas mengembang dari bibir Bejo,<br /> sedangkan cucuran air mata menetes dari mata sayu sang gadis.<br /> Agak lama batang kemaluan si Bejo dibiarkan menancap didalam<br /> va gina sang korban.Sepertinya ia ingin menikmati momen<br /> tersebut berlama-lama.<br /> Waktu terus bergulir, dan sinar matahari mulai meredupseiring<br /> datangnya senja. Bejo bangkit berdiri sambil<br /> menarik rok abu-abu siswi SMU untuk melap batang<br /> kejantanannya yang berlumur air mani bercampur darah. Setelah<br /> rapi berpakaian kembali, ia sempat menatap sebentar tubuh yang<br /> tertelungkup lemah itu. “Oh indah dan nikmatnya hari ini”, kata<br /> hatinya sambil tersenyum puas. Ditinggalkannya siswi SMU<br /> korban nafsu birahinya dalam keadaan baju dan rok tersingkap<br /> awut-awutan. “Kebabasan aku datang!”, teriaknya dalam hati<br /> sambil berharap hari-hari berikutnya ia dapat kembali menikmati<br /> tubuh-tubuh hangat gadis muda .<br /> Demikian cerita dewasa kali ini yang menceritakan tentang<br /> hilangnya keperawanan seorang wanita akibat pemerkosaan,</span></span></div>
</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="fbTimelineUFI uiCommentContainer">
<form action="/ajax/ufi/modify.php" class="commentable_item collapsed_comments autoexpand_mode" id="u_jsonp_14_2y" method="post" rel="async">
<div class="fbTimelineFeedbackHeader">
<div class="fbTimelineFeedbackActions clearfix">
<span class="UFIBlingBoxTimeline"><span id=".reactRoot[628]"><a class="" data-ft="{"tn":"O"}" data-gt="{"ua_id":"timeline:seelikes"}" data-hover="tooltip" data-tooltip-alignh="right" data-tooltip-uri="/ajax/timeline/likestooltip.php?obj_fbid=324107874354768" href="http://www.facebook.com/browse/likes?id=324107874354768" id=".reactRoot[628].[0]" rel="dialog" role="button" title="Lihat siapa saja yang menyukai ini"><span id=".reactRoot[628].[0].0"><span class="UFIBlingBoxText" id=".reactRoot[628].[0].0.[1]">142</span></span></a><a class="mls" data-ft="{"tn":"O"}" data-hover="tooltip" data-tooltip-alignh="right" href="http://www.facebook.com/KumCerPer#" id=".reactRoot[628].[1]"><span id=".reactRoot[628].[1].0"><span class="UFIBlingBoxText" id=".reactRoot[628].[1].0.[1]">24</span></span></a><a class="mls" data-ft="{"tn":"O"}" data-hover="tooltip" data-tooltip-alignh="right" href="http://www.facebook.com/shares/view?id=324107874354768" id=".reactRoot[628].[2]" rel="async"><span id=".reactRoot[628].[2].0"><span class="UFIBlingBoxText" id=".reactRoot[628].[2].0.[1]">2</span></span></a></span></span><span class="UIActionLinks UIActionLinks_bottom" data-ft="{"tn":"=","type":20}"><span><a class="UFILikeLink" data-ft="{"tn":">"}" href="http://www.facebook.com/KumCerPer#" id=".reactRoot[629]" role="button" title="Menyukai ini">Suka</a></span> · <label class="uiLinkButton comment_link" title="Beri komentar"></label> · <a class="share_action_link" data-ft="{"tn":"J","type":25}" href="http://www.facebook.com/ajax/sharer/?s=22&appid=25554907596&p%5B0%5D=293225660776323&p%5B1%5D=324107874354768&profile_id=293225660776323&share_source_type=unknown" rel="dialog" role="button" title="Kirimkan ini ke teman atau kirimkan di kronologi Anda.">Bagikan</a></span></div>
</div>
</form>
</div>
<div class="fbTimelineCurationControl editControls stat_elem">
<span class="uiButtonGroup curationWrapper uiButtonGroupOverlay" id="u_jsonp_14_2b"><span class="firstItem lastItem uiButtonGroupItem selectorItem"><div class="uiSelector inlineBlock stat_elem fbTimelineSelector uiSelectorRight uiSelectorNormal" data-name="customize_action">
<div class="uiToggle wrap">
<a class="fbTimelineSelectorButton uiSelectorButton uiButton uiButtonOverlay uiButtonNoText" data-length="30" href="http://www.facebook.com/KumCerPer#" rel="toggle" role="button"><span class="uiButtonText"></span></a></div>
</div>
</span></span></div>
</div>
</div>
</li>
<li class="fbTimelineUnit lastCapsule fbTimelineTwoColumn clearfix" data-fixed="1" data-side="r" data-size="1" id="tl_unit_-8210752874622619923"><div class="timelineUnitContainer" data-gt="{"action_type":"1","aggregation_id":"322804731151749","aggregation_time":"1350282861","actor":"293225660776323","creator":"293225660776323","pagestimeline":"1","payload_type":"11","eventtime":"1369438040","viewerid":"100003479682030","profileownerid":"293225660776323","unitimpressionid":"3ef0b950","contentid":"-8210752874622619923","timeline_unit_type":"StatusMessageUnit","timewindowsize":"3","contextwindowstart":"0","contextwindowend":"1370069999"}" data-time="1350282862" id="u_jsonp_14_2c">
<div class="">
<div role="article">
<div class="clearfix mbs pbs _1_m">
<a class="_51wa _29h _303" data-ft="{"tn":"\u003C"}" data-hovercard="/ajax/hovercard/page.php?id=293225660776323&extragetparams=%7B%22hc_location%22%3A%22timeline%22%7D" href="http://www.facebook.com/KumCerPer?hc_location=timeline" tabindex="-1"><img alt="" class="_50c7 img" src="http://profile.ak.fbcdn.net/hprofile-ak-ash4/373021_293225660776323_705233783_q.jpg" /></a><div class="_3dp _29k">
<h5 class="_1_s" data-ft="{"tn":"C"}">
<span class="fcg"><span class="fwb" data-ft="{"tn":";"}"><a data-hovercard="/ajax/hovercard/page.php?id=293225660776323&extragetparams=%7B%22hc_location%22%3A%22timeline%22%7D" href="http://www.facebook.com/KumCerPer?hc_location=timeline">Kumpulan Cerita Perkosaan</a></span></span> </h5>
<div class="_1_n fsm fwn fcg">
<a class="uiLinkSubtle" href="http://www.facebook.com/KumCerPer/posts/322804731151749"><abbr data-utime="1350333262" title="15 Oktober 2012 pukul 13:34">15 Oktober 2012</abbr></a> melalui seluler</div>
</div>
</div>
<div class="_1x1">
<div class="userContentWrapper">
<div class="_wk">
<div class="text_exposed_root" id="id_519ff759134d89478115480">
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}"><a data-hovercard="/ajax/hovercard/hovercard.php?id=0" href="http://www.facebook.com/profile.php?id=0">My Westi</a><br /> <br /> Perkenalkan, namaku Adi. Aku seorang mahasiswa disebuah<br /> perguruan negeri di kota Purwokerto. Aku punya pacar namanya<br /> Westi setiap hari selasa dan sabtu,kami selalu bertemu. Karena<br /> kami ikut kursus bahasa inggris di sebuah tempat kursus bahasa<br /> asing yang cukup terkemuka. Di tempat kursus itu pula kami<br /> pertamakali bertemu.<br /> Sekedar informasi, Westi adalah seorang pelajar di sebuah SMK<br /> terke<span class="text_exposed_hide">...</span></span><span class="text_exposed_hide"><span class="text_exposed_link"><a data-ft="{"tn":"e"}" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8960970701888352847" id="u_jsonp_14_2z">Lihat Selengkapnya</a></span></span></div>
</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="fbTimelineUFI uiCommentContainer">
<form action="/ajax/ufi/modify.php" class="commentable_item collapsed_comments autoexpand_mode" id="u_jsonp_14_30" method="post" rel="async">
<div class="fbTimelineFeedbackHeader">
<div class="fbTimelineFeedbackActions clearfix">
<span class="UFIBlingBoxTimeline"><span id=".reactRoot[622]"><a class="" data-ft="{"tn":"O"}" data-gt="{"ua_id":"timeline:seelikes"}" data-hover="tooltip" data-tooltip-alignh="right" data-tooltip-uri="/ajax/timeline/likestooltip.php?obj_fbid=322804731151749" href="http://www.facebook.com/browse/likes?id=322804731151749" id=".reactRoot[622].[0]" rel="dialog" role="button" title="Lihat siapa saja yang menyukai ini"><span id=".reactRoot[622].[0].0"><span class="UFIBlingBoxText" id=".reactRoot[622].[0].0.[1]">96</span></span></a><a class="mls" data-ft="{"tn":"O"}" data-hover="tooltip" data-tooltip-alignh="right" href="http://www.facebook.com/KumCerPer#" id=".reactRoot[622].[1]"><span id=".reactRoot[622].[1].0"><span class="UFIBlingBoxText" id=".reactRoot[622].[1].0.[1]">39</span></span></a><a class="mls" data-ft="{"tn":"O"}" data-hover="tooltip" data-tooltip-alignh="right" href="http://www.facebook.com/shares/view?id=322804731151749" id=".reactRoot[622].[2]" rel="async"><span id=".reactRoot[622].[2].0"><span class="UFIBlingBoxText" id=".reactRoot[622].[2].0.[1]">2</span></span></a></span></span><span class="UIActionLinks UIActionLinks_bottom" data-ft="{"tn":"=","type":20}"><span><a class="UFILikeLink" data-ft="{"tn":">"}" href="http://www.facebook.com/KumCerPer#" id=".reactRoot[623]" role="button" title="Menyukai ini">Suka</a></span> · <label class="uiLinkButton comment_link" title="Beri komentar"></label> · <a class="share_action_link" data-ft="{"tn":"J","type":25}" href="http://www.facebook.com/ajax/sharer/?s=22&appid=25554907596&p%5B0%5D=293225660776323&p%5B1%5D=322804731151749&profile_id=293225660776323&share_source_type=unknown" rel="dialog" role="button" title="Kirimkan ini ke teman atau kirimkan di kronologi Anda.">Bagikan</a></span></div>
</div>
</form>
</div>
<div class="fbTimelineCurationControl editControls stat_elem">
<span class="uiButtonGroup curationWrapper uiButtonGroupOverlay" id="u_jsonp_14_2d"><span class="firstItem lastItem uiButtonGroupItem selectorItem"><div class="uiSelector inlineBlock stat_elem fbTimelineSelector uiSelectorRight uiSelectorNormal" data-name="customize_action">
<div class="uiToggle wrap">
<a class="fbTimelineSelectorButton uiSelectorButton uiButton uiButtonOverlay uiButtonNoText" data-length="30" href="http://www.facebook.com/KumCerPer#" rel="toggle" role="button"><span class="uiButtonText"></span></a></div>
</div>
</span></span></div>
</div>
</div>
</li>
<li class="fbTimelineUnit fbTimelineTwoColumn clearfix" data-fixed="1" data-side="l" data-size="1" id="tl_unit_3658963748323044986"><div class="timelineUnitContainer" data-gt="{"action_type":"1","aggregation_id":"320801021352120","aggregation_time":"1349764122","actor":"293225660776323","creator":"293225660776323","pagestimeline":"1","payload_type":"11","eventtime":"1369438041","viewerid":"100003479682030","profileownerid":"293225660776323","unitimpressionid":"3ef0b950","contentid":"3658963748323044986","timeline_unit_type":"StatusMessageUnit","timewindowsize":"3","contextwindowstart":"0","contextwindowend":"1370069999"}" data-time="1349764123" id="u_jsonp_14_32">
<div class="">
<div role="article">
<div class="clearfix mbs pbs _1_m">
<a class="_51wa _29h _303" data-ft="{"tn":"\u003C"}" data-hovercard="/ajax/hovercard/page.php?id=293225660776323&extragetparams=%7B%22hc_location%22%3A%22timeline%22%7D" href="http://www.facebook.com/KumCerPer?hc_location=timeline" tabindex="-1"><img alt="" class="_50c7 img" src="http://profile.ak.fbcdn.net/hprofile-ak-ash4/373021_293225660776323_705233783_q.jpg" /></a><div class="_3dp _29k">
<h5 class="_1_s" data-ft="{"tn":"C"}">
<span class="fcg"><span class="fwb" data-ft="{"tn":";"}"><a data-hovercard="/ajax/hovercard/page.php?id=293225660776323&extragetparams=%7B%22hc_location%22%3A%22timeline%22%7D" href="http://www.facebook.com/KumCerPer?hc_location=timeline">Kumpulan Cerita Perkosaan</a></span></span> </h5>
<div class="_1_n fsm fwn fcg">
<a class="uiLinkSubtle" href="http://www.facebook.com/KumCerPer/posts/320801021352120"><abbr data-utime="1349814523" title="9 Oktober 2012 pukul 13:28">9 Oktober 2012</abbr></a> melalui seluler</div>
</div>
</div>
<div class="_1x1">
<div class="userContentWrapper">
<div class="_wk">
<div class="text_exposed_root text_exposed" id="id_519ff759441c15e39961126">
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}"><a data-hovercard="/ajax/hovercard/hovercard.php?id=0" href="http://www.facebook.com/profile.php?id=0">RISKA</a><br /> <br /> Riska adalah seorang gadis pelajar kelas 3 di sebuah SMU negeri<br /> terkemuka di kota YK. Gadis yang berusia 17 tahun ini memiliki<br /> tubuh yang sekal dan padat, kulitnya kuning langsat. Rambutnya<br /> tergerai lurus sebahu, wajahnya juga lumayan cantik.<br /> Dia adalah anak bungsu dari lima bersaudara, ayahnya adalah<br /> seorang pejabat yangkini bersama ibunya tengah bertugas di<br /> ibukota, sedang kakak-kakaknya <span class="text_exposed_show">tinggal di berbagai kota di pulau<br /> jawa ini karena keperluan pekerjaan atau kuliah. Maka tinggallah<br /> Riska seorang diri di rumah tersebut, terkadangdia juga ditemani<br /> oleh sepupunya yang mahasiswi dari sebuah universitas negeri<br /> ternama di kota itu.<br /> Sebagai anak ABG yang mengikuti trend masa kini, Riska sangat<br /> gemar memakai pakaian yang serba ketat termasuk juga seragam<br /> sekolah yang dikenakannya sehari-hari. Rok abu-abu yang<br /> tingginya beberapa senti di atas lutut sudah cukup menyingkapkan<br /> kedua pahanya yang putih mulus, dan ukuran roknya yang ketat<br /> itu juga memperlihatkanlekuk body tubuhnya yang sekal<br /> menggairahkan.<br /> Penampilannya yang aduhai ini tentu mengundang pikiran buruk<br /> para laki-laki, dari yang sekedar menikmati kemolekan tubuhnya<br /> sampai yang berhasrat ingin menggagahinya. Salah satunya<br /> adalah Parno, si tukang becak yang mangkal di depan gang<br /> rumah Riska. Parno, pria berusia 40 tahunan itu, memang<br /> seorangpria yang berlibido tinggi, birahinya sering naik tak<br /> terkendali apabila melihat gadis-gadis cantik dan seksimelintas di<br /> hadapannya.<br /> Sosok pribadi Riska memang cukup supel dalam bergaul dan<br /> sedikit genit termasuk kepada Parno yang sering mengantarkan<br /> Riska dari jalan besar menuju ke kediaman Riska yang masuk ke<br /> dalam gang.<br /> Suatu sore, Riska pulang dari sekolah. Seperti biasa Parno<br /> mengantarnya dari jalan raya menuju ke rumah. Sore itu suasana<br /> agak mendung dan hujan rintik-rintik, keadaan di sekitar juga sepi,<br /> maklumlah daerah itu berada di pinggiran kota YK. Dan Parno<br /> memutuskan saat inilah kesempatan terbaiknya untuk<br /> melampiaskan hasrat birahinya kepada Riska. Ia<br /> telah mempersiapkan segalanya, termasuk lokasi tempat dimana<br /> Riska nanti akan dikerjai. Parno sengajamengambil jalan memutar<br /> lewat jalan yang lebih sepi, jalurnya agak jauh dari jaluryang<br /> dilewati sehari-hari karena jalannya memutar melewati areal<br /> pekuburan.<br /> "Lho koq lewat sini Pak?", tanya Riska.<br /> "Di depan ada kawinan, jadi jalannya ditutup", bujuk Parno sambil<br /> terus mengayuhbecaknya.<br /> Dengan sedikit kesal Riska pun terpaksa mengikuti kemauan Parno<br /> yang mulai mengayuh becaknya agak cepat. Setelah sampai pada<br /> lokasi yang telah direncanakan Parno, yaitu di sebuah bangunan<br /> tua di tengah areal pekuburan, tiba-tiba Parno<br /> membelokkanbecaknya masuk ke dalam gedung tua itu.<br /> "Lho kenapa masuk sini Pak?", tanya Riska.<br /> "Hujan..", jawab Parno sambilmenghentikan becaknya tepat di<br /> tengah-tengah bangunan kuno yang gelap dan sepi itu. Dan<br /> memang hujan pun sudah turun dengan derasnya.<br /> Bangunan tersebut adalah bekas pabrik tebu yang dibangun pada<br /> jaman belanda dan sekarang sudahtidak dipakai lagi, paling-paling<br /> sesekali dipakai untukgudang warga. Keadaan seperti ini membuat<br /> Riska menjadi semakin panik, wajahnya mulai terlihat was-was<br /> dan gelisah.<br /> "Tenang.. Tenang.. Kita santai dulu di sini, daripada basah-basahan<br /> sama air hujan mending kita basah-basahan keringat..", ujar<br /> Parno sambil menyeringai turun dari tempat kemudi becaknya<br /> dan menghampiri Riska yang masih duduk di dalam becak.<br /> Bagai tersambar petir Riskapun kaget mendengar ucapan Parno<br /> tadi.<br /> "A.. Apa maksudnya Pak?", tanya Riska sambil terbengong-<br /> bengong.<br /> "Non cantik, kamu mau ini?" Parno tiba-tiba menurunkan celana<br /> komprangnya, mengeluarkan penisnya yangtelah mengeras dan<br /> membesar.<br /> Riska terkejut setengah mati dan tubuhnya seketika lemasketika<br /> melihat pemandangan yang belum pernah dia lihat selama ini.<br /> "J.. Jaangan Pak.. Jangann.." pinta Riska dengan wajah yang<br /> memucat.<br /> Sejenak Parno menatap tubuh Riska yang menggairahkan, dengan<br /> posisinya yang duduk itu tersingkaplah dari balik rok abu-abu<br /> seragam SMU-nya<br /> kedua paha Riska yang putihbersih itu. Kaos kaki putih setinggi<br /> betis menambah keindahan kaki gadis itu. Dandi bagian atasnya,<br /> kedua buah dada ranum nampak menonjol dari balik baju<br /> putihseragamnya yang berukuranketat.<br /> "Ampunn Pak.. Jangan Pak..", Riska mulai menangis dalam posisi<br /> duduknya sambil merapatkan badan ke sandaran becak, seolah<br /> inginmenjaga jarak dengan Parnoyang semakin mendekati<br /> tubuhnya.<br /> Tubuh Riska mulai menggigil namun bukan karena dinginnya<br /> udara saat itu, tetapi tatkala dirasakannya sepasang tangan yang<br /> kasarmulai menyentuh pahanya. Tangannya secara refleks<br /> berusaha menampik tangan Parno yang mulai menjamah paha<br /> Riska, tapi percuma saja karena kedua tangan Parno dengan<br /> kuatnya memegang kedua paha Riska.<br /> "Oohh.. Jangann.. Pak.. Tolongg.. Jangann..", Riska meronta-ronta<br /> dengan menggerak-gerakkan kedua kakinya. Akan tetapi Parno<br /> malahan semakin menjadi-jadi, dicengkeramnya erat-erat kedua<br /> paha Riska itu sambil merapatkan badannya ke tubuh Riska.<br /> Riska pun menjadi mati kutu sementara isak tangisnya menggema<br /> di dalam ruangan yang mulai gelap dan sepi itu.Kedua tangan<br /> kasar Parno mulai bergerak mengurut kedua paha mulus itu<br /> hingga menyentuh pangkal paha Riska. Tubuh Riska menggeliat<br /> ketika tangan-tangan Parno mulai menggerayangi bagian pangkal<br /> paha Riska, dan wajah Riska menyeringai ketika jari-jemari Parno<br /> mulai menyusup masuk ke dalam celana dalamnya.<br /> "Iihh..", pekikan Riska kembali menggema di ruangan itu di saat<br /> jari Parno ada yang masuk ke dalam liang vaginanya.<br /> Tubuh Riska menggeliat kencang di saat jari itu mulai mengorek-<br /> ngorek lubang kewanitaannya. Desah nafas Parno semakin<br /> kencang, dia nampak sangat menikmati adegan 'pembuka' ini.<br /> Ditatapnya wajah Riska yang megap-megap dengan tubuh yang<br /> menggeliat-geliat akibatjari tengah Parno yang menari-nari di<br /> dalam lubang kemaluannya.<br /> "Cep.. Cep.. Cep..", terdengar suara dari bagian selangkangan<br /> Riska. Saat ini lubang kemaluan Riska telah banjir oleh cairan<br /> kemaluannya yang mengucur membasahi selangkangan<br /> dan jari-jari Parno.<br /> Puas dengan adegan 'pembuka' ini, Parno mencabut jarinya dari<br /> lubangkemaluan Riska. Riska nampak terengah-engah, air<br /> matanya juga meleleh membasahi pipinya. Parno kemudian<br /> menarik tubuh Riska turun dari becak, gadisitu dipeluknya erat-<br /> erat, kedua tangannya meremas-remas pantat gadis itu yang<br /> sintal sementara Riska hanyabisa terdiam pasrah, detak<br /> jantungnya terasa di sekujurtubuhnya yang gemetaran itu. Parno<br /> juga menikmati wanginya tubuh Riska sambil terus meremas<br /> remas pantat gadis itu.<br /> Selanjutnya Parno mulai menikmati bibir Riska yang tebal dan<br /> sensual itu, dikulumnya bibir itu dengan rakus bak seseorang<br /> yang tengah kelaparan melahap makanan.<br /> "Eemmgghh.. Mmpphh..", Riskamendesah-desah di saat Parno<br /> melumat bibirnya. Dikulum-kulum, digigit-gigitnya bibir Riska oleh<br /> gigi dan bibir Parno yang kasar dan bau rokok itu. Ciuman Parno<br /> pun bergeser ke bagian leher gadis itu.<br /> "Oohh.. Eenngghh..", Riska mengerang-ngerang di saat lehernya<br /> dikecup dan dihisap-hisap oleh Parno.<br /> Cengkeraman Parno di tubuh Riska cukup kuat sehingga<br /> membuat Riska sulit bernafasapalagi bergerak, dan hal inilah yang<br /> membuat Riska pasrah di hadapan Parno yang tengah<br /> memperkosanya. Setelah puas, kini kedua tangan kekar Parno<br /> meraih kepala Riska dan menekan tubuh Riska ke bawah sehingga<br /> posisinya berlutut di hadapan tubuh Parno yang berdiri tegak di<br /> hadapannya. Langsung saja oleh Parno kepala Riska dihadapkan<br /> pada penisnya.<br /> "Ayo.. Jangan macam-macam non cantik.. Buka mulut kamu",<br /> bentak Parno sambil menjambak rambut Riska.<br /> Takut pada bentakan Parno, Riska tak bisa menolak<br /> permintaannya. Sambil terisak-isak dia sedikit demi sedikit<br /> membuka mulutnya dan segera saja Parno mendorong masuk<br /> penisnya ke dalam mulut Riska.<br /> "Hmmphh..", Riska mendesah lagi ketika benda menjijikkanitu<br /> masuk ke dalam mulutnya hingga pipi Riska menggelembung<br /> karena batang kemaluan Parno yangmenyumpalnya.<br /> "Akhh.." sebaliknya Parno mengerang nikmat.<br /> Kepalanyamenengadah keatas merasakan hangat dan<br /> lembutnya rongga mulut Riska di sekujur batang kemaluannya<br /> yang menyumpal di mulut Riska.<br /> Riska menangis tak berdaya menahan gejolak nafsu Parno.<br /> Sementara kedua tangan Parno yang masih mencengkeram erat<br /> kepala Riska mulai menggerakkan kepala Riska maju mundur,<br /> mengocok penisnya dengan mulut Riska. Suara berdecak-decak<br /> dari liur Riska terdengar jelas diselingi batuk-batuk.<br /> Beberapa menit lamanya Parno melakukan hal itu kepada Riska,<br /> dia nampak benar-benar menikmati. Tiba-tiba badan Parno<br /> mengejang, kedua tangannyamenggerakkan kepala Riska semakin<br /> cepat sambil menjambak-jambak rambut Riska. Wajah Parno<br /> menyeringai, mulutnya menganga, matanya terpejamerat dan..<br /> "Aakkhh..", Parno melengking, croot.. croott.. crroott..<br /> Seiring dengan muncratnya cairan putih kental dari kemaluan<br /> Parno yang mengisimulut Riska yang terkejut menerima<br /> muntahan cairan itu. Riska berusaha melepaskan batang penis<br /> Parno dari dalam mulutnya namun sia-sia, tangan<br /> Parnomencengkeram kuat kepala Riska. Sebagian besar sperma<br /> Parno berhasil masuk memenuhi rongga mulut Riska dan<br /> mengalir masuk ke tenggorokannya serta sebagian lagi meleleh<br /> keluar dari sela-sela mulut Riska.<br /> "Ahh", sambil mendesah lega,Parno mencabut batang<br /> kemaluannya dari mulut Riska.<br /> Nampak batang penisnya basah oleh cairan sperma yang<br /> bercampur dengan air liur Riska. Demikian pula halnya dengan<br /> mulut Riska yang nampak basah oleh cairan yang sama. Riska<br /> meski masih dalam posisi terpaku berlutut, namun tubuhnya juga<br /> lemas dan shock setelah diperlakukan Parno seperti itu.<br /> "Sudah Pak.. Sudahh.." Riska menangis sesenggukan, terengah-<br /> engah mencoba untuk 'bernego' dengan Parno yang sambil<br /> mengatur nafas berdiri dengan gagahnya di hadapan Riska.<br /> Nafsu birahi yang masih memuncak dalam diri Parno membuat<br /> tenaganya menjadi kuat berlipat-lipat kali, apalagi dia telah<br /> menenggak jamu super kuat demi kelancaran hajatnya ini<br /> sebelumnya. Setelah berejakulasi tadi, tak lama kemudian<br /> nafsunya kembali bergejolak hingga batang kemaluannya kembali<br /> mengacung keras siap menerkam mangsa lagi.<br /> Parno kemudian memegang tubuh Riska yang masih menangis<br /> terisak-isak. Riskasadar akan apa yang sebentar lagi terjadi<br /> kepadanya yaitu sesuatu yang lebih mengerikan. Badan Riska<br /> bergetar ketika Parno menidurkan tubuh Riska di lantai gudang<br /> yang kotor itu, Riska yang mentalnya sudah jatuh seolah tersihir<br /> mengikuti arahan Parno.<br /> Setelah Riska terbaring, Parno menyingkapkan rok abu-abu<br /> seragam SMU Riska hingga setinggi pinggang. Kemudian dengan<br /> gerakan perlahan, Parno memerosotkan celana dalam putih yang<br /> masih menutupi selangkangan Riska. Kedua mata Parno pun<br /> melotot tajamke arah kemaluan Riska. Kemaluan yang<br /> merangsang, ditumbuhi rambut yang tidak begitu banyak tapi rapi<br /> menutupi bibir vaginanya, indah sekali.<br /> Parno langsung saja mengarahkan batang penisnya ke bibir<br /> vagina Riska. Riska menjerit ketika Parno mulai menekan<br /> pinggulnya dengan keras, batang penisnya yang panjang dan<br /> besar masuk dengan paksa ke dalam liangvagina Riska.<br /> "Aakkhh..", Riska menjerit lagi, tubuhnya menggelepar mengejang<br /> dan wajahnya meringis menahan rasa pedihdi selangkangannya.<br /> Kedua tangan Riska ditekannya di atas kepala, sementara ia dengan<br /> sekuat tenaga melesakkan batang kemaluannya di vagina<br /> Riskadengan kasar dan bersemangat.<br /> "Aaiihh..", Riska melengking keras di saat dinding keperawanannya<br /> berhasil ditembus oleh batang penis Parno. Darah pun mengucur<br /> dari sela-sela kemaluan Riska.<br /> "Ohhss.. Hhsshh.. Hhmmh.. Eehhghh.." Parno mendesis nikmat.<br /> Setelah berhasil melesakkan batang kemaluannya itu, Parno<br /> langsung menggenjot tubuh Riska dengan kasar.<br /> "Oohh.. Oogghh.. Oohh..", Riska mengerang-ngerang kesakitan.<br /> Tubuhnya terguncang-guncang akibat gerakan Parno yang keras<br /> dan kasar. Sementara Parno yang tidak peduli terus menggenjot<br /> Riska dengan bernafsu. Batang penisnya basah kuyup oleh cairan<br /> vagina Riska yang mengalir deras bercampur darah<br /> keperawanannya.<br /> Sekitar lima menit lamanya Parno menggagahi Riska yang<br /> semakin kepayahan itu,sepertinya Parno sangat<br /> menikmati setiap hentakan demi hentakan dalam menyetubuhi<br /> Riska, sampai akhirnya di menit ke-delapan, tubuh Parno kembali<br /> mengejang keras, urat-uratnya menonjol keluar dari tubuhnya<br /> yang hitam kekar itu dan Parno pun berejakulasi.<br /> "Aahh.." Parno memekik panjang melampiaskan rasa puasnya<br /> yang tiada tara dengan menumpahkan seluruh spermanya di<br /> dalam rongga kemaluan Riska yang tengah menggelepar<br /> kepayahan dan kehabisan tenaga karena tak sanggup lagi<br /> mengimbangi gerakan-gerakan Parno.<br /> Dan akhirnya kedua tubuh itupun kemudian jatuh lunglaidi lantai<br /> diiringi desahan nafas panjang yang terdengar dari mulut Parno.<br /> Parno puas sekali karena telah berhasil melaksanakan hajatnya<br /> yaitu memperkosa gadis cantik yang selama ini menghiasi<br /> pandangannya danmenggoda dirinya.<br /> Setelah rehat beberapa menittepatnya menjelang Isya, akhirnya<br /> Parno dengan becaknya kembali mengantarkan Riska yang<br /> kondisinya sudah lemah pulang ke rumahnya. Karena masih<br /> lemas dan akibat rasa sakit di selangkangannya, Riska tak mampu<br /> lagi berjalan normal hingga Parnoterpaksa menuntun gadis itu<br /> masuk ke dalam rumahnya.<br /> Suasana di lingkungan rumahyang sepi membuat Parno dengan<br /> leluasa menuntun tubuh lemah Riska hingga sampai ke teras<br /> rumah dan kemudian mendudukkannya di kursi teras. Setelah<br /> berbisik ke telinga Riska bahwa dia berjanji akan datang kembali<br /> untuk menikmati tubuhnya yang molek itu, Parno pun kemudian<br /> meninggalkan Riskadengan mengayuh becaknya menghilang di<br /> kegelapan malam, meninggalkan Riska yang masih terduduk<br /> lemas di kursi teras rumahnya.<br /> E N D</span></span></div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</li>
</ol>
HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-25210574416316853682013-05-24T16:31:00.001-07:002013-05-24T16:31:42.861-07:00Perkosa Istri Tetangga<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgh79xQyu3MnMHTJGhzH7NVpCTnLeNcNp0E2nAVKETcnqWITRo9OVxxVgVj9GnZRckmAUDnD_kNiVBq2CKVF17YQaGOD-bv5clADXfLheMJHTUqIU1-noOlQz6VQG7c7vO6dlqpeFtkDqU/s1600/22.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgh79xQyu3MnMHTJGhzH7NVpCTnLeNcNp0E2nAVKETcnqWITRo9OVxxVgVj9GnZRckmAUDnD_kNiVBq2CKVF17YQaGOD-bv5clADXfLheMJHTUqIU1-noOlQz6VQG7c7vO6dlqpeFtkDqU/s320/22.jpg" width="240" /></a></div>
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">Awalnya aku tak terlalu tertarik dengan pasangan<br /> suami-istri muda yang baru tinggal di samping<br /> rumahku itu. Suaminya yang bernama Bram,<br /> berusia sekitar 32 tahun, merupakan seorang pria<br /> dengan wajah tirus dan dingin. Sangat mahal<br /> senyum. Sedang istrinya, seorang wanita 23<br /> tahun, bertubuh sintal yang memiliki sepasang<br /> mata membola cantik, raut wajah khas wanita<br /><span class="text_exposed_show"> Jawa.<br /> Tak beda jauh dengan suaminya, dia juga terlihat<br /> kaku dan tertutup. Tapi watak itu, agaknya lebih<br /> disebabkan oleh sikap pendiam dan pemalunya.<br /> Sehari-harinya, dia selalu mengenakan pakaian<br /> kebaya. Latar belakang kehidupan pedesaan<br /> wanita berambut ikal panjang ini, terlihat masih<br /> cukup kental, Jakarta tak membuatnya berubah.<br /> Aku hanya sempat bicara dan bertemu lebih<br /> dekat dengan pasangan ini, dihari pertama<br /> mereka pindah. Saat mengangkat barang-<br /> barangnya, aku kebetulan baru pulang dari<br /> jogging dan lewat di depan pintu pagar halaman<br /> rumah yang mereka kontrak. Setelah itu, aku tak<br /> pernah lagi kontak dengan keduanya. Aku juga<br /> tak merasa perlu untuk mengurusi mereka.<br /> Perasaan dan pikiranku mulai berubah,<br /> khususnya terhadap si Istri yang bernama<br /> Maryati, ketika suatu pagi bangun dari tidur aku<br /> duduk di balik jendela. Dari arah sana, secara<br /> kebetulan, juga melalui jendela kamarnya, aku<br /> menyaksikan si Istri sedang melayani suaminya<br /> dengan sangat telaten dan penuh kasih. Mulai<br /> menemani makan, mengenakan pakaian,<br /> memasang kaos kaki, sepatu, membetulkan letak<br /> baju, sampai ketika mencium suaminya yang<br /> sedang bersiap-siap untuk turun kerja, semua itu<br /> kusaksikan dengan jelas. Aku punya kesimpulan<br /> wanita lumayan cantik itu sangat mencintai<br /> pasangan hidupnya yang berwajah dingin<br /> tersebut.<br /> Entah mengapa, tiba-tiba saja muncul pertanyaan<br /> nakal di otakku. Apakah Istri seperti itu memang<br /> memiliki kesetiaan yang benar-benar tulus dan<br /> jauh dari pikiran macam-macam terhadap<br /> suaminya? Sebutlah misalnya berhayal pada<br /> suatu ketika bisa melakukan petualangan seksual<br /> dengan lelaki lain? Apakah seorang istri seperti itu<br /> mampu bertahan dari godaan seks yang kuat,<br /> jika pada suatu ketika, dia terposisikan secara<br /> paksa kepada suatu kondisi yang<br /> memungkinkannya bermain seks dengan pria<br /> lain? Apakah dalam situasi seperti itu, dia akan<br /> melawan, menolak secara total meski<br /> keselamatannya terancam? Atau apakah dia justru<br /> melihatnya sebagai peluang untuk dimanfaatkan,<br /> dengan dalih ketidakberdayaan karena berada<br /> dibawah ancaman? Pertanyaan-pertanyaan itu,<br /> secara kuat menyelimuti otak dudaku yang<br /> memang kotor dan suka berhayal tentang<br /> penyimpangan seksual. Sekaligus juga akhirnya<br /> melahirkan sebuah rencana biadab, yang jelas<br /> sarat dengan resiko dosa dan hukum yang berat.<br /> Aku ingin memperkosa Maryati! Wuah! Tapi itulah<br /> memang tekad yang terbangun kuat di otak<br /> binatangku.<br /> Sesuatu yang membuatmu mulai hari itu, secara<br /> diam-diam melakukan pengamatan dan penelitian<br /> intensif terhadap pasangan suami istri muda<br /> tersebut. Kuamati, kapan keduanya mulai<br /> bangun, mulai tidur, makan dan bercengkrama.<br /> Kapan saja si Suami bepergian ke luar kota lebih<br /> dari satu malam, karena tugas perusahaannya<br /> sebuah distributor peralatan elektronik yang<br /> cukup besar. Dengan kata lain, kapan Maryati,<br /> wanita dengan sepasang buah dada dan pinggul<br /> yang montok sintal itu tidur sendirian di<br /> rumahnya.<br /> Untuk diketahui, pasangan ini tidak punya<br /> pembantu. Saat itulah yang bakal kupilih untuk<br /> momentum memperkosanya. Menikmati bangun<br /> dan lekuk-lekuk tubuhnya yang memancing<br /> gairah, sambil menguji daya tahan kesetiaannya<br /> sebagai istri yang bisa kukategorikan lumayan<br /> setia. Sebab setiap suaminya bepergian atau<br /> sedang keluar, wanita ini hanya mengunci diri di<br /> dalam rumahnya. Selama ini bahkan dia tak<br /> pernah kulihat meski hanya untuk duduk-duduk<br /> di terasnya yang besar. Itu ciri Ibu Rumah<br /> Tangga yang konservatif dan kukuh memegang<br /> tradisi sopan-santun budaya wanita timur yang<br /> sangat menghormati suami. Meski mungkin<br /> mereka sadar, seorang suami, yang terkesan<br /> sesetia apapun, jika punya peluang dan<br /> kesempatan untuk bermain gila, mudah terjebak<br /> ke sana. Aku tahu suaminya, si Bram selalu<br /> bepergian keluar kota satu atau dua malam, setiap<br /> hari Rabu. Apakah benar-benar untuk keperluan<br /> kantornya, atau bisa jadi menyambangi wanita<br /> simpanannya yang lain. Dan itu bukan urusanku.<br /> Yang penting, pada Rabu malam itulah aku akan<br /> melaksanakan aksi biadabku yang mendebarkan.<br /> Semua tahapan tindakan yang akan kulakukan<br /> terhadap wanita yang di mataku semakin<br /> menggairahkan itu, kususun dengan cermat. Aku<br /> akan menyelinap ke rumahnya hanya dengan<br /> mengenakan celana training minus celana dalam,<br /> serta baju kaos ketat yang mengukir bentuk<br /> tubuh bidangku. Buat Anda ketahui, aku pria<br /> macho dengan penampilan menarik yang<br /> gampang memaksa wanita yang berpapasan<br /> denganku biasanya melirik. Momen yang kupilih,<br /> adalah pada saat Maryati akan tidur. Karena<br /> berdasarka hasil pengamatanku, hanya pada saat<br /> itu, dia tidak berkebaya, cuma mengenakan<br /> daster tipis yang (mungkin) tanpa kutang. Aku tak<br /> terlalu pasti soal ini, karena cuma bisa<br /> menyaksikannya sekelebat saja lewat cara<br /> mengintip dari balik kaca jendelanya dua hari lalu.<br /> Kalau Maryati cuma berdaster, berarti aku tak<br /> perlu disibukkan untuk melepaskan stagen, baju,<br /> kutang serta kain yang membalut tubuhnya kalau<br /> lagi berkebaya. Sedang mengapa aku cuma<br /> mengenakan training spack tanpa celana dalam,<br /> tahu sendirilah.<br /> Aku menyelinap masuk ke dalam rumahnya<br /> lewat pintu dapur yang terbuka petang itu. Saat<br /> Maryati pergi mengambil jemuran di kebun<br /> belakangnya, aku cepat bersembunyi di balik<br /> tumpukan karton kemasan barang-barag<br /> elektronik yang terdapat di sudut ruangan<br /> dapurnya. Dari sana, dengan sabar dan terus<br /> berusaha untuk mengendalikan diri, wanita itu<br /> kuamati sebelum dia masuk ke kamar tidurnya.<br /> Dengan mengenakan daster tipis dan ternyata<br /> benar tanpa kutang kecuali celana dalam di<br /> baliknya. Si Istri Setia itu memeriksa kunci-kunci<br /> jendela dan pintu rumahnya. Dari dalam<br /> kamarnya terdengar suara acara televisi cukup<br /> nyaring. Nah, pada saat dia akan masuk ke kamar<br /> tidurnya itulah, aku segera memasuki tahapan<br /> berikut dari strategi memperkosa wanita<br /> bertubuh sintal ini. Dia kusergap dari belakang,<br /> sebelah tanganku menutup mulutnya, sedang<br /> tangan yang lain secara kuat mengunci kedua<br /> tangannya. Maryati terlihat tersentak dengan mata<br /> terbeliak lebar karena terkejut sekaligus panik dan<br /> ketakutan. Dia berusaha meronta dengan keras.<br /> Tapi seperti adegan biasa di film-film yang<br /> memperagakan ulah para bajingan, aku cepat<br /> mengingatkannya untuk tetap diam dan tidak<br /> bertindak bodoh melakukan perlawanan. Hanya<br /> bedanya, aku juga mengutarakan permintaan<br /> maaf.<br /> "Maafkan saya Mbak. Saya tidak tahan untuk tidak<br /> memeluk Mbak. Percayalah, saya tidak akan<br /> menyakiti Mbak. Dan saya bersumpah hanya<br /> melakukan ini sekali. Sekali saja," bisikku<br /> membujuk dengan nafas memburu akibat nafsu<br /> dan rasa tegang luar biasa. Maryati tetap tidak<br /> peduli. Dia berusaha mengamuk, menendang-<br /> nendang saat kakiku menutup pintu kamarnya<br /> dan tubuhnya kepepetkan ke dinding. "Kalau<br /> Mbak ribut, akan ketahuaan orang. Kita berdua<br /> bisa hancur karena malu dan aib. Semua ini tidak<br /> akan diketahui orang lain. Saya bersumpah<br /> merahasiakannya sampai mati, karena saya tidak<br /> mau diketahui orang lain sebagai pemerkosa,"<br /> bisikku lagi dengan tetap mengunci seluruh<br /> gerakan tubuhnya.<br /> Tahapan selanjutnya, adalah menciumi bagian<br /> leher belakang dan telinga wanita beraroma tubuh<br /> harum merangsang itu. Sedang senjataku yang<br /> keras, tegang, perkasa dan penuh urat-urat besar,<br /> kutekankan secara keras ke belahan pantatnya<br /> dengan gerakan memutar, membuat Maryati<br /> semakin terjepit di dinding. Dia mencoba semakin<br /> kalap melawan dan meronta, namun apalah<br /> artinya tenaga seorang wanita, di hadapan pria<br /> kekar yang sedang dikuasai nafsu binatang seperti<br /> diriku.<br /> Aksi menciumi dan menekan pantat Maryati terus<br /> kulakukan sampai lebih kurang sepuluh menit.<br /> Setelah melihat ada peluang lebih baik, dengan<br /> gerakan secepat kilat, dasternya kusingkapkan.<br /> Celana dalamnya segera kutarik sampai sobek ke<br /> bawah, dan sebelum wanita ini tahu apa yang<br /> akan kulakukan, belahan pantatnya segera kubuka<br /> dan lubang anusnya kujilati secara buas. Maryati<br /> terpekik. Sebelah tanganku dengan gesit<br /> kemudian menyelinap masuk diantara<br /> selangkangannya dari belakang dan meraba serta<br /> meremas bagian luar kemaluannya, tapi<br /> membiarkan bagian dalamnya tak terjamah.<br /> Strategiku mengingatkan belum waktunya<br /> sampai ke sana. Aksi menjilat dan meremas serta<br /> mengusap-usap ini kulakukan selama beberapa<br /> menit. Maryati terus berusaha melepaskan diri<br /> sambil memintaku menghentikan tindakan yang<br /> disebutnya jahanam itu. Dia berulang-ulang<br /> menyebutku binatang dan bajingan. Tak soal.<br /> Aku memang sudah jadi binatang bajingan. Dan<br /> sekarang sang bajingan sudah tanpa celana,<br /> telanjang sebagian.<br /> "Akan kulaporkan ke suamiku," ancamnya<br /> kemudian dengan nafas terengah-engah. Aku tak<br /> menyahut sambil bangkit berdiri serta menciumi<br /> pundaknya. Lalu menempelkan batang perkasaku<br /> yang besar, tegang dan panas diantara belahan<br /> pantatnya. Menekan dan memutar-mutarnya<br /> dengan kuat di sana. Sedang kedua tanganku<br /> menyusup ke depan, meraba, meremas dan<br /> memainkan puting buah dada besar serta<br /> montok wanita yang terus berjuang untuk<br /> meloloskan diri dari bencana itu.<br /> "Tolong Mas Dartam, lepaskan aku. Kasihani aku,"<br /> ratapnya. Aku segera menciumi leher dan<br /> belakang telinganya sambil berbisik untuk<br /> membujuk, sekaligus memprovokasi. "Kita akan<br /> sama-sama mendapat kepuasan Mbak. Tidak ada<br /> yang rugi, karena juga tidak akan ada yang tahu.<br /> Suamimu sedang keluar kota. Mungkin juga dia<br /> sedang bergulat dengan wanita lain. Apakah kau<br /> percaya dia setia seperti dirimu," bujukku mesra.<br /> "Kau bajingan terkutuk," pekiknya dengan marah.<br /> Sebagai jawabannya, tubuh putih yang montok<br /> dan harum itu (ciri yang sangat kusenangi) kali ini<br /> kupeluk kuat-kuat, lalu kuseret ke atas ranjang<br /> dan menjatuhnya di sana. Kemudian kubalik,<br /> kedua tangannya kurentangkan ke atas.<br /> Selanjutnya, ketiak yang berbulu halus dan basah<br /> oleh keringat milik wanita itu, mulai kuciumi. Dari<br /> sana, ciumanku meluncur ke sepasang buah<br /> dadanya. Menjilat, menggigit-gigit kecil, serta<br /> menyedot putingnya yang terasa mengeras<br /> tegang.<br /> "Jangan Mas Darta. Jangan.. Tolong lepaskan<br /> aku." Wanita itu menggeliat-geliat keras. Masih<br /> tetap berusaha untuk melepaskan diri. Tetapi aku<br /> terus bertindak semakin jauh. Kali ini yang<br /> menjadi sasaranku adalah perutnya. Kujilat habis,<br /> sebelum pelan-pelan merosot turun lebih ke<br /> bawah lalu berputar-putar di bukit kemaluannya<br /> yang ternyata menggunung tinggi, mirip roti.<br /> Sementara tanganku meremas dan<br /> mempermainkan buah dadanya, kedua batang<br /> paha putih dan mulusnya yang menjepit rapat,<br /> berusaha kubuka. Maryati dengan kalap berusaha<br /> bangun dan mendorong kepalaku. Kakinya<br /> menendang-nendang kasar. Aku cepat<br /> menjinakkannya, sebelum kaki dan dengkul yang<br /> liar itu secara telak membentur dua biji<br /> kejantannanku. Bisa celaka jika itu terjadi. Kalau<br /> aku semaput, wanita ini pasti lolos.<br /> Setelah berjuang cukup keras, kedua paha Maryati<br /> akhirnya berhasil kukuakkan. Kemudian dengan<br /> keahlian melakukan cunnilingus yang kumiliki dari<br /> hasil belajar, berteori dan berpraktek selama ini,<br /> lubang dan bibir kelamin wanita itu mulai menjadi<br /> sasaran lidah dan bibirku. Tanpa sadar Maryati<br /> terpekik, saat kecupan dan permainan ujung<br /> lidahku menempel kuat di klitorisnya yang<br /> mengeras tegang. Kulakukan berbagai sapuan<br /> dan dorongan lidah ke bagian-bagian sangat<br /> sensitif di dalam liang senggamanya, sambil<br /> tanganku terus mengusap, meremas dan<br /> memijit-mijit kedua buah dadanya. Maryati<br /> menggeliat, terguncang dan tergetar, kadang<br /> menggigil, menahan dampak dari semua aksi itu.<br /> Kepalanya digeleng-gelengkan secara keras. Entah<br /> pernyataan menolak, atau apa. Sambil melakukan<br /> hal itu, mataku berusaha memperhatikan<br /> permukaan perut Si Istri Setia ini. Dari sana aku<br /> bisa mempelajari reaksi otot-otot tubuhnya,<br /> terhadap gerakan lidahku yang terus menyeruak<br /> masuk dalam ke dalam liang senggamanya.<br /> Dengan sentakan-sentakan dan gelombang di<br /> bagian atas perut itu, aku akan tahu, di titik dan<br /> bagian mana Maryati akan merasa lebih<br /> terangsang dan nikmat.<br /> Gelombang rangsangan yang kuat itu kusadari<br /> mulai melanda Maryati secara fisik dan emosi,<br /> ketika perlawanannya melemah dan kaki serta<br /> kepalanya bergerak semakin resah. Tak ada suara<br /> yang keluar, karena wanita ini menutup bahkan<br /> menggigit bibirnya. Geliat tubuhnya bukan lagi<br /> refleksi dari penolakan, tetapi (mungkin)<br /> gambaran dari seseorang yang mati-matian<br /> sedang menahan kenikmatan. Berulang kali<br /> kurasakan kedua pahanya bergetar. Kemaluannya<br /> banjir membasah. Ternyata benar analisa otak<br /> kotorku beberapa pekan lalu. Bahwa sesetia<br /> apapun seorang Istri, ada saat di mana benteng<br /> kesetiaan itu ambruk, oleh rangsangan seksual<br /> yang dilakukan dalam tempo relatif lama secara<br /> paksa, langsung, intensif serta tersembunyi oleh<br /> seorang pria ganteng yang ahli dalam masalah<br /> seks. Maryati telah menjadi contoh dari hal itu.<br /> Mungkin juga ketidakberdayaan yang telah<br /> membuatnya memilih untuk pasrah. Tetapi<br /> rasanya aku yakin lebih oleh gelora nafsu yang<br /> bangkit ingin mencari pelampiasan akibat<br /> rangsangan yang kulakukan secara intensif dan<br /> ahli di seluruh bagian sensitif tubuhnya.<br /> Aksiku selanjutnya adalah dengan memutar<br /> tubuh, berada di atas Maryati, memposisikan<br /> batang kejantananku tepat di atas wajah wanita<br /> yang sudah mulai membara dibakar nafsu birahi<br /> itu. Aku ingin mengetahui, apa reaksinya jika<br /> terus kurangsang dengan batang perkasaku yang<br /> besar dan hangat tepat berada di depan<br /> mulutnya. Wajahku sendiri, masih berada<br /> diantara selangkangannyadengan lidah dan bibir<br /> terus menjilat serta menghisap klitoris dan liang<br /> kewanitaannya.<br /> Paha Maryati sendiri, entah secara sadar atau<br /> tidak, semakin membuka lebar, sehingga<br /> memberikan kemudahan bagiku untuk menikmati<br /> kelaminnya yang sudah membanjir basah.<br /> Mulutnya berulangkali melontarkan jeritan kecil<br /> tertahan yang bercampur dengan desisan. Aksi<br /> itu kulakukan dengan intensif dan penuh nafsu,<br /> sehingga berulang kali kurasakan paha serta<br /> tubuh wanita cantik itu bergetar dan berkelojotan.<br /> Beberapa menit kemudian mendadak kurasa<br /> sebuah benda basah yang panas menyapu<br /> batang kejantananku, membuatku jadi agak<br /> tersentak. Aha, apalagi itu kalau bukan lidah si Istri<br /> Setia ini. Berarti, selesailah sudah seluruh<br /> perlawanan yang dibangunnya demikian gigih<br /> dan habis-habisan tadi. Wanita ini telah<br /> menyerah. Namun sayang, jilatan yang<br /> dilakukannya tadi tidak diulanginya, meski batang<br /> kejantananku sudah kurendahkan sedemikian<br /> rupa, sehingga memungkinkan mulutnya untuk<br /> menelan bagian kepalanya yang sudah sangat<br /> keras, besar dan panas itu. Boleh jadi wanita ini<br /> merasa dia telah menghianati suaminya jika<br /> melakukan hal itu, menghisap batang kejantanan<br /> pria yang memperkosanya! Tak apa. Yang<br /> penting sekarang, aku tahu dia sudah menyerah.<br /> Aku cepat kembali membalikkan tubuh.<br /> Memposisikan batang kejantananku tepat di<br /> depan bukit kewanitaannya yang sudah merekah<br /> dan basah oleh cairan dan air ludahku. Aku mulai<br /> menciumi pipinya yang basah oleh air mata dan<br /> lehernya. Kemudian kedua belah ketiaknya.<br /> Maryati menggelinjang liar sambil membuang<br /> wajahnya ke samping. Tak ingin bertatapan<br /> denganku. Buah dadanya kujilati dengan buas,<br /> kemudian berusaha kumasukan sedalam-<br /> dalamnya ke dalam mulutku. Tubuh Maryati<br /> mengejang menahan nikmat. Tindakan itu<br /> kupertahankan selama beberapa menit. Kemudian<br /> batang kejantananku semakin kudekatkan ke bibir<br /> kemaluannya.<br /> Ah.., wanita ini agaknya sudah mulai tidak sabar<br /> menerima batang panas yang besar dan akan<br /> memenuhi seluruh liang sanggamanya itu.<br /> Karena kurasa pahanya membentang semakin<br /> lebar, sementara pinggulnya agak diangkat<br /> membuat lubang sanggamanya semakin<br /> menganga merah. "Mbak Mar sangat cantik dan<br /> merangsang sekali. Hanya lelaki yang beruntung<br /> dapat menikmati tubuhmu yang luar biasa ini,"<br /> gombalku sambil menciumi pipi dan lehernya.<br /> "Sekarang punyaku akan memasuki punya Mbak.<br /> Aku akan memberikan kenikmatan yang luar<br /> biasa pada Mbak. Sekarang nikmatilah dan<br /> kenanglah peristiwa ini sepanjang hidup Mbak."<br /> Setelah mengatakan hal itu, sambil menarik otot<br /> di sekitar anus dan pahaku agar ketegangan<br /> kelaminku semakin meningkat tinggi, liang<br /> kenikmatanwanita desa yang bermata bulat jelita<br /> itu, mulai kuterobos. Maryati terpekik, tubuhnya<br /> menggeliat, tapi kutahan. Batang kejantananku<br /> terus merasuk semakin dalam dan dalam, sampai<br /> akhirnya tenggelam penuh di atas bukit kelamin<br /> yang montok berbulu itu.<br /> Untuk sesaat, tubuhku juga ikut bergetar<br /> menahan kenikmatan luar biasa pada saat liang<br /> kewanitaan wanita ini berdenyut-deyut<br /> menjepitnya. Tubuhku kudorongkan ke depan,<br /> dengan pantat semakin ditekan ke bawah,<br /> membuat pangkal atas batang kejantananku<br /> menempel dengan kuat di klitorisnya. Maryati<br /> melenguh gelisah. Tangannya tanpa sadar<br /> memeluk tubuhku dengan punggung<br /> melengkung. Kudiamkan dia sampai agak lebih<br /> tenang, kemudian mulailah gerakan alamiah<br /> untuk coitus yang membara itu kulakukan.<br /> Maryati kembali terpekik sambil meronta dengan<br /> mulut mendesis dan melengguh. Tembakan<br /> batang kejantananku kulakukan semakin cepat,<br /> dengan gerakan berubah-ubah baik dalam hal<br /> sudut tembakannya, maupun bentuknya dalam<br /> melakukan penetrasi. Kadang lurus, miring, juga<br /> memutar, membuat Maryati benar-benar seperti<br /> orang kesurupan. Wanita ini kelihatanya sudah<br /> total lupa diri. Tangannya mencengkram<br /> pundakku, lalu mendadak kepalanya terangkat ke<br /> atas, matanyaterbeliak, giginya dengan kuat<br /> menggigit pundakku. Dia orgasme! Gerakan<br /> keluar-masuk batang kejantananku kutahan dan<br /> hanya memutar-mutarnya, mengaduk seluruh<br /> liang sanggama Maryati, agar bisa menyentuh<br /> dan menggilas bagian-bagian sensitif di sana.<br /> Wanita berpinggul besar ini meregang dan<br /> berkelonjotan berulang kali, dalam tempo waktu<br /> sekitar dua puluh detik. Semuanya kemudian<br /> berakhir. Mata dan hidungnya segera kuciumi.<br /> Pipinya yang basah oleh air mata, kusapu dengan<br /> hidungku. Tubuhnya kupeluk semakin erat,<br /> sambil mengatakan permintaan maaf atas<br /> kebiadabanku. Maryati cuma membisu. Kami<br /> berdua saling berdiaman. Kemudian aku mulai<br /> beraksi kembali dengan terlebih dahulu mencium<br /> dan menjilati leher, telinga, pundak, ketiak serta<br /> buah dadanya. Kocokan kejantananku kumulai<br /> secara perlahan. Kepalanya kuarahkan ke bagian-<br /> bagian yang sensitif atau G-Spot wanita ini. Hanya<br /> beberapa detik kemudian, Maryati kembali gelisah.<br /> Kali ini aku bangkit, mengangkat kedua pahanya<br /> ke atas dan membentangkannya dengan lebar,<br /> lalu menghujamkan batang perkasaku sedalam-<br /> dalamnya. Maryati terpekik dengan mata terbeliak,<br /> menyaksikan batang kejantananku yang mungkin<br /> jauh lebih besar dari milik suaminya itu, berulang-<br /> ulang keluar masuk diantara lubang berbulu<br /> basah miliknya. Matanya tak mau lepas dari sana.<br /> Kupikir, wanita ini terbiasa untuk berlaku seperti<br /> itu, jika bersetubuh. Wajahnya kemudian<br /> menatap wajahku.<br /> "Mas..." bisiknya. Aku mengangguk dengan<br /> perasaan lebih terangsang oleh panggilan itu,<br /> kocokanbatang kejantananku kutingkatkan<br /> semakin cepat dan cepat, sehingga tubuh Maryati<br /> terguncang-guncang dahsyat. Pada puncaknya<br /> kemudian, wanita ini menjatuhkan tubuhnya di<br /> tilam, lalu menggeliat, meregang sambil<br /> meremas sprei. Aku tahu dia akan kembali<br /> memasuki saat orgasme keduanya. Dan itu<br /> terjadi saat mulutnya melontarkan pekikan<br /> nyaring, mengatasi suara Krisdayanti yang<br /> sedang menyanyi di pesawat televisi di samping<br /> ranjang. Pertarungan seru itu kembali usai. Aku<br /> terengah dengan tubuh bermandi keringat, di atas<br /> tubuh Maryati yang juga basah kuyup. Matanya<br /> kuciumi dan hidungnya kukecup dengan lembut.<br /> Detak jantungku terasa memacu demikian kuat.<br /> Kurasakan batang kejantananku berdenyut-<br /> denyut semakin kuat. Aku tahu, ini saat yang baik<br /> untuk mempersiapkan orgasmeku sendiri.<br /> Tubuh Maryati kemudian kubalikkan, lalu<br /> punggungnya mulai kujilati. Dia mengeluh.<br /> Setelah itu, pantatnya kubuka dan kunaikkan ke<br /> atas, sehingga lubang anusnya ikut terbuka.<br /> Jilatan intensifku segera kuarahkan ke sana,<br /> sementara jariku memilin dan mengusap-usap<br /> klitorisnya dari belakang. Maryati berulang kali<br /> menyentakkan badannya, menahan rasa ngilu itu.<br /> Namun beberapa menit kemudian, keinginan<br /> bersetubuhnya bangkit kembali. Tubuhnya<br /> segera kuangkat dan kuletakkan di depan toilet<br /> tepat menghadap cermin besar yang ada di<br /> depannya. Dia kuminta jongkok di sana, dengan<br /> membuka kakinya agak lebar. Setelah itu dengan<br /> agak tidak sabar, batang kejantananku yang terus<br /> membesar keras, kuarahkan ke kelaminnya, lalu<br /> kusorong masuk sampai ke pangkalnya. Maryati<br /> kembali terpekik. Dan pekik itu semakin kerap<br /> terdengar ketika batang kejantananku keluar<br /> masuk dengan cepat di liang sanggamanya.<br /> Bahkan wanita itu benar-benar menjerit<br /> berulangkali dengan mata terbeliak, sehingga aku<br /> khawatir suaranya bisa didengar orang di luar.<br /> Wanita ini kelihatannya sangat terangsang dengan<br /> style bersetubuh seperti itu. Selain batang<br /> kejantananku terasa lebih dahsyat menerobos<br /> dan menggesek bagian-bagian sensitifnya, dia<br /> juga bisa menyaksikan wajahku yang tegang<br /> dalam memompanya dari belakang. Dan tidak<br /> seperti sebelumnya, Maryati kali ini dengan suara<br /> gemetar mengatakan dia akan keluar. Aku cepat<br /> mengangkat tubuhnya kembali ke ranjang.<br /> Menelentangkannya di sana, kemudian<br /> menyetubuhinya habis-habisan, karena aku juga<br /> sedang mempersiapkan saat orgasmeku. Aku<br /> akan melepas bendungansperma di kepala<br /> kejantananku, pada saat wanita ini memasuki<br /> orgasmenya. Dan itu terjadi, sekitar lima menit<br /> kemudian. Maryati meregang keras dengan tubuh<br /> bergetar. Matanya yang cantik terbeliak. Maka<br /> orgasmeku segera kulepas dengan hujaman<br /> batang kejantanan yang lebih lambat namun lebih<br /> kuat serta merasuk sedalam-dalamnya ke liang<br /> kewanitaan Maryati.<br /> Kedua mata wanita itu kulihat terbalik, Maryati<br /> meneriakkan namaku saat spermaku<br /> menyembur berulang kali dalam tenggang waktu<br /> sekitar delapan detik ke dalam liang<br /> sanggamanya. Tangannya dengan kuat<br /> merangkul tubuhku dan tangisnya segera<br /> muncul. Kenikmatan luar biasa itu telah memaksa<br /> wanita ini menangis.<br /> Aku memejamkan mata sambil memeluknya<br /> dengan kuat, merasakan nikmatnya orgasme<br /> yang bergelombang itu. Ini adalah orgasmeku<br /> yang pertama dan penghabisanku dengan wanita<br /> ini. Aku segera berpikir untuk berangkat besok ke<br /> Kalimantan, ke tempat pamanku. Mungkin<br /> seminggu, sebulan atau lebih menginap di sana.<br /> Aku tidak boleh lagi mengulangi perbuatan ini.<br /> Tidak boleh, meski misalnya Maryati<br /> memintanya<br /> by. Ajie</span></span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-57276183119335738432013-05-24T16:30:00.000-07:002013-05-24T16:30:20.952-07:00perkosaan di sekolah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirNQbVjnVc07WCvKDuGsFEH_5C7a50_fcvo_nAV4fNo6SwbsChZ6idJ6TIe3Ar19_DSg4LlC8Ur0_3l-itaJb_2n8WNV6TK-5vLAWjeblRQhfIxj_kJW0BD6mPWVZK3ty9zL9e6etm7mY/s1600/23.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirNQbVjnVc07WCvKDuGsFEH_5C7a50_fcvo_nAV4fNo6SwbsChZ6idJ6TIe3Ar19_DSg4LlC8Ur0_3l-itaJb_2n8WNV6TK-5vLAWjeblRQhfIxj_kJW0BD6mPWVZK3ty9zL9e6etm7mY/s320/23.jpg" width="240" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<br />
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">Namanya Amai biasa dipanggil mai , dia adalah seorang gadis<br /> cantik yang baik dan menjadi idola di sekolahnya , karena selain<br /> pintar dan cantik dia juga baik hati dan tidak sombong.<br /> kecantikannya tentu saja menarik banyak minat dan perhatian<br /> para teman prianya , namun sampai saat ini mai masih belum<br /> mau memikirkan soal pacar , setiap ditanya tentang hal tersebut ,<br /> mai hanya te<span class="text_exposed_show">rsenyum manis dan berkata ,<br /> “ah..belum ada yg cocok..lagian belum kepikiran..tar aja deh<br /> ya…..”.<br /> Dari sekian banyak pria yg mendekati mai , tentu saja tidak hanya<br /> pria baik baik , seorang siswa yg terbilang bengal bernama Kato ,<br /> terus terusan mengejarnya.<br /> mai pun pada awalnya menolak pernyataan cinta kato secara<br /> halus, namun ternyata kato bukan orang yg mudah ditolak,<br /> ribuan kali ditolak, ribuan kali pula ia masih mencoba mendekati<br /> mai. tentu saja mai lama lama kesal juga, dan mulai ketus pada<br /> kato.<br /> “mai….please…aku serius….aku benar benar sayang sama<br /> kamu….” kata kato suatu hari.<br /> mai hanya terdiam , dia sudah kehabisan kata kata dan kesabaran<br /> menghadapi lelaki satu ini.<br /> “mai…ayo dong…gimana……?”<br /> “gini ya kato……berapa kali dibilangin kamu kok ga ngerti juga<br /> sih…..??!!!….aku itu belum mau pacaran dulu….aku belum mau<br /> mikirin soal cowok…jadi berapa ratus kali pun kamu memohon<br /> ke aku…..percuma…..sorry deehh!!!! ” jawab mai dengan tidak<br /> sabar.<br /> “mai…but..i love you………i do anything for you girl…”<br /> mai hanya menggelng geleng kepala melihat sikap kato yang<br /> keras hati, ia tak menjawab dan langsung meninggalkan kato<br /> begitu saja, mai berpikir jika ia cuek mungkin kato akan<br /> menyerah juga.<br /> dugaan mai salah, bukannya mundur , kato malah mengejarnya<br /> dan menghadang jalannya.<br /> “kato….apa apaan sih!!!…..aku bilang enggak..ya enggak….!!!!” mai<br /> marah.<br /> “ok..ok…..aku negerti…..aku ngerti…….aku cuma minta satu hal<br /> dari kamu..please…..abis gitu…aku ga akan ganggu kamu lagi….”<br /> kata kato dengan nada memelas.<br /> mai terdiam dan memandangi kato, lama ia berpikir sampai<br /> akhirnya berkata,<br /> “baik….apa mau kamu…abis gitu leave me alone…!!!!!!”<br /> kato tersenyum dan berkata, ” terima kasih…terima kasih……”<br /> “udah cepetan..jangan basa basi deh………!!!”<br /> “gini…….aku tadi sebeneranya udah nyaiapin hadiah…surprise<br /> buat kamu….soalnya tadinya aku pikir kamu mau terima<br /> aku…..jadi …ya….aku pikir ….aku mau kamu tetep terima hadiah<br /> itu…please…..”<br /> “klo aku terima hadiah kamu…….kamu ga akan ganggu aku lagi<br /> kan……?”<br /> “ya…ya…pasti….pasti…….” kato mengangguk cepat.<br /> “ok….mana hadiahnya……?”<br /> “emmm..ga aku bawa…….soalnya repot klo aku bawa bawa……”<br /> “gimana sih…….emang kamu mau kasih apaan?” kata mai merasa<br /> dipermainkan<br /> “ehmmm..bukan gitu…..maksud aku….tolong nanti ambil sendiri<br /> hadiahnya sepulang sekolah di ruang kesehatan….aku simpan<br /> disana….”<br /> “kenapa ga sekarang……” tanya mai sedikit curiga.<br /> “ya…soalnya aku malu klo ada orang yg liat……please….take that<br /> gift….abis itu…..you can forget me girl….”<br /> mai menarik nafas panjang , ” baik….aku ambil sepulang<br /> sekolah….sekarang awas…aku mau ke kelas……”<br /> kato memberi jalan pada mai dan kemudian tersenyum , bukan<br /> tersenyum lega, tetapi tersenyum licik dan penuh<br /> kemenangan…….sayang….mai tak melihatnya.<br /> Sepulang sekolah , mai bergegas menuju ruang kesehatan yg<br /> terletak di belakang, terlihat cukup sepi ..karena memang jarang<br /> sekali ada siswa yg sengaja datang kesana jika tak sakit ,apalagi<br /> pada jam jam pulang seperti ini.<br /> menepis segala perasaan yg tidak enak yg sedari tadi ia rasakan ,<br /> mai membuka pintu ruangan yg tak terkunci, namun ia tak<br /> melihat siapa siapa.<br /> “halo…kato……cepetan dong…aku mau pulang nih…..” seru mai<br /> namun tak ada jawaban.<br /> sekilas ia melihat seseorang terbaring seperti tertidur di ranjang,<br /> spertinya kato.<br /> mai mendekati sosok tersebut dan memang benar ternyata kato.<br /> “hei…hei…bangun……malahan tidur sih….mana hadiahnya…aku<br /> mau pulang nih……” mai berusaha membangunkan kato.<br /> mata kato terbuka , memandangi wajah cantik mai dan<br /> tersenyum jahat. dan secepat kilat pula ia menarik tangan mai<br /> hingga terjatuh ke tempat tidur,lalu ia tindih tubuh gadis itu agar<br /> tak bisa bergerak.<br /> “kato!!!..apa apaan nih…lepasin…atau aku teriak…..!!!!!” kata mai<br /> panik<br /> “ha..ha…ha….teriak sesukamu manis……..ga akan ada yg<br /> tahu….ga akan ada yg dengar……..” jawab kato sambil menciumi<br /> leher mai.<br /><span> “kato……!!!!please…..jangan……sa</span><wbr></wbr><span class="word_break"></span>dar…..ka to….please………”<br /> “hahaha………gadis sombong…..kamu akan rasakan akibatnya<br /> menolak kato……..ga ada yg bisa dan boleh menolak yg namanya<br /> kato………”<br /> belum sempat mai bicara tiba tiba dua orang lain masuk ke<br /> dalam, membuat jantung mai berdegub kencang……<br /> “wahhh…ini dia si bidadari sombong…hahahaha..” kata si botak<br /> “kakak……sebaiknya kakak saja yg beri dia pelajaran…….” kata kato<br /> hormat pada si botak.<br /> kato beringsut turun sambil memegangi tangan mai keatas<br /> kepala , dan temannya yg lain membantunya.<br /> “tidak!!!..jangan..saya mohon …jangan………….jangan…….” mai<br /> tetap berusaha memberontak.<br /> pemebrontakan mai sia sia saja saat kedua tangannya dipegangi ,<br /> dan tubuhnya ditindih oleh si botak.<br /> si botak dengan penuh nafsu meraba raba seluruh tubuh mai yg<br /> masih terbungkus seragam , terutama di buah dadanya.<br /> mai hanya menjerit jerit histeris, dan di saat bersamaan , tenaga<br /> di tubuhnya semakin melemah.<br /> namun tak ayal , mai semakin histeris saat si botak menyingkap<br /> pakaian atasnya sekaligus branya<br /> “hahahaha.bukit yang indah……..hahahahaha…pantesan kamu<br /> begitu ngotot kato…….” kata si botak sambil kemudian menjilati<br /> puting susu mai.<br /> si botak bergantian meremas dan menjilati buah dada gadis<br /> cantik itu ,kiri dan kanan.<br /> “ampuun..tolong ,..jangan perkosa saya…jangan…..” mai<br /> memelas dan memohon saat melihat si botak mulai membukai<br /> pakaiannya sendiri , apalagi gadis itu ngeri melihat penis si botak<br /> yg besar menggantung, ia bergidik membayangkan rasa sakit yg<br /> akan dideritanya saat penis itu menembusnya.<br /> “hahahaha.kenapa manis……jangan takut…….tar juga enak<br /> kok……” kata si botak.<br /> “tidak…jangan……..ga mau……..tolong…jangan……” ketakutan<br /> semakin mendera mai saat tubuh telanjang si botak<br /> mendekatinya.<br /> “ok…fine………klo kamu ga mau…kamu harus pake mulut<br /> kamu…….gimana…..?” tanya si botak<br /> “baik..baik…apapun..asal jangan perkosa saya…….” jawab mai<br /> cepat.<br /> “bagus..ayo ….cepat………” bentak si botak.<br /> kato dan kawannya yg lain melepas tangan mai , agar leluasa.<br /> sementara mai dengan menahan perasaan jijik dan terhina, ia<br /> mendekati si botak yg mengangkang dihadapannya, lalu<br /> memasukan penis besar itu ke dalam mulutnya.<br /> “aaahhhhhhhh……..” si botak memejamkan mata menikmati<br /> hangatnya bibir indah mai yg melingkupi penisnya, ia lalu<br /> mendorong kepala mai hingga penis itu terbenam lebih dalam ke<br /> dalam mulutnya membuat mia tersedak dan sulit bernafas ,<br /> namun ia tak bisa bergerak karena si botak menahan kepalanya<br /> untuk beberapa saat.<br /> dengan tak sabar si botak memaju mundurkan kepala mai untuk<br /> seaat dan kemudian membiarkan gadis itu bergerak sendiri.<br /><span> “ayo..sedot……sedot…..hahahaha…</span><wbr></wbr><span class="word_break"></span>….” perintah si botak yg diikuti<br /> patuh oleh mai.<br /> saat mai harus mengulum penis si botak yg besar dan bau ,<br /> buah dadanya yg terbuka di[ermainkan oleh dua orang lainnya,<br /> diremas remas bahkan terkadang dijilati dan digigiti.<br /> “ayo jilatnya yg semangat……” kata si botak.<br /> mai dengan terpaksa mrnyingkirkan perasaan jijiknya , ia kulum<br /> dan jilati penis itu sampai ke bawah lalu ke atas menuju<br /> helmnya , ia berharap si botak cepat mencvapai klimaks dan<br /> semua ini segera berakhir.<br /> Namun harapan mai hancur berantakan saat tiba tiba si botak<br /> mendorongnya kembali terbarin di ranjang.<br /> “pegangi dia…!!!!!” perintah si botak dan dengan segera kato dan<br /> kawannya memegangi tangan mai yg mulai kembali histeris.<br /> “jangan…!!!!kalian janji….jangan………pembohong kalian……..!!!!!!!!”<br /> mai meronta ronta saat si botak mencoba membuka celana<br /> dalamnya.<br /> “yahh…gimana ya……..kita emang pembohong kok….” jawab si<br /> botak enteng disambut derai tawa kawannya.<br /><span> “*******!!!!..brengsek kalian…!!!!…brengsek!!!………bang</span><wbr></wbr><span class="word_break"></span>..aaaaaaaa<br /> aaaaaakkhhhhhh!!!!!!!”<br /> caci maki mai terhenti seketika saat penis si botak benar benar<br /> menembus vaginanya.<br /><span> “aaakhhh……..aaaaahh………….aaaaa…</span><wbr></wbr><span class="word_break"></span>…… …….ww!!!!!!!!”<br /> mai hanya bisa menjerit jerit saat si botak memacu tubuhnya<br /> dengan brutal.<br /><span> “aaawww…jang..annnn…ampuuuuuuu</span><wbr></wbr><span class="word_break"></span>unnnn………am<br /> mmmmpnnnmmpphhh………”<br /> jeritan demi jeritan keluar dari mulut mai , membuat si botak<br /> makin semangat menggenjot tubuhnya maju mundur di tubuh<br /> gadis cantik ini.<br /><span> “ooohh…..shiitt…….memang…uuhhh</span><wbr></wbr><span class="word_break"></span>ggg…nikmaa aatt….”<br /> jeritan mai lama kelamaan berubah menjadi rintihan karena<br /> tenaganya sudah benar benar habis , kato dan kawannya pun<br /> sudah tidak memeganginya lagi, gadis itu kini terlihat lebih pasrah<br /> menerima nasib.<br /> setelah beberapa lama si botak akhirnya mencapai klimaks dan<br /> menyemburkan cairannya ke rahim mai, gadis itu pun kelihatan<br /> terdiam kepayahan.<br /> mai sesaat merasa lega saat penis si botak di cabut , namun<br /> mimpi buruknya belum berakhir , karena kato telah menariknya<br /> ke matras yg tergelar di lantai dan berganti memperkosanya.<br /> “cuukuuup…..jangaaannn lagi………” rintih mai pelan.<br /> “diam kamu…!!!!!!” bentak kato<br /> tanpa memperdulikan rintihan dan tangisan mai , kato dengan<br /> ganas memacu penisnya di vagina mai , gadis ini jelas merasa<br /> sangat menderita karena rasa sakit sebelumnya akibat penis besar<br /> si botak belum juga hilang , kini telah diterobos lagi oleh penis<br /> lain.<br /> tak ada yg bisa dilakukan selain menangis dan merintih kesakitan<br /> entah berapa jam siksaan yg harus dialami oleh mai hari itu , yg<br /> jelas ketiga temannya itu bergantian memperkosanya nyaris<br /> tanpa jeda.<br /> hari hampir gelap dan tubuh mai terasa sakit diseluruh bagainnya<br /> saat akhirnya kato dan kawan kawan terpuaskan.<br /> sebelum pergi si botak berkata pada mai ,<br /> “ingat…jangan coba coba beritahu siapapun tentang kejadian ini…<br /> atau……gambar kamu akan tersebar di internet ”<br /> setelah itu merekapun meninggalkan mai begitu saja tergeletak<br /> tak berdaya, mai sendiri tak bisa berbuat apa apa lagi , ia merasa<br /> seluruh hidupnya telah hancur , apalagi dengan gambarnya yg<br /> dipegang oleh si botak , ia khawatir akan digunakan untuk<br /> memerasnya , untuk melayani nafsu binatang mereka di lain<br /> waktu.<br /> tak ada yg bisa dilakukannya……..tak ada….selain menangis</span></span><br />
HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-22920048153001676152013-05-24T16:29:00.000-07:002013-05-24T16:29:13.504-07:00PErkosaan : RIska si Cantik mulus<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8JFY7dkH9f5wjHfIqSwyPj9wLwtBosXuP9LyjnS3hcRVNT-pwiua_i2x7ZhXhOJ2rsCPeOcZLte4qXFXUVbGCfDm7K83Tn87v8zORbaS1nX7PGXjJHrowLAQLLRzpOloJPTsmZ2y6svY/s1600/21.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8JFY7dkH9f5wjHfIqSwyPj9wLwtBosXuP9LyjnS3hcRVNT-pwiua_i2x7ZhXhOJ2rsCPeOcZLte4qXFXUVbGCfDm7K83Tn87v8zORbaS1nX7PGXjJHrowLAQLLRzpOloJPTsmZ2y6svY/s320/21.jpg" width="240" /></a></div>
<br />
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">Riska adalah seorang gadis pelajar kelas 3 di sebuah SMU negeri<br /> terkemuka di kota YK. Gadis yang berusia 17 tahun ini memiliki<br /> tubuh yang sekal dan padat, kulitnya kuning langsat. Rambutnya<br /> tergerai lurus sebahu, wajahnya juga lumayan cantik.<br /> Dia adalah anak bungsu dari lima bersaudara, ayahnya adalah<br /> seorang pejabat yangkini bersama ibunya tengah bertugas di<br /> ibukota, sedang kakak-kakaknya <span class="text_exposed_show">tinggal di berbagai kota di pulau<br /> jawa ini karena keperluan pekerjaan atau kuliah. Maka tinggallah<br /> Riska seorang diri di rumah tersebut, terkadangdia juga ditemani<br /> oleh sepupunya yang mahasiswi dari sebuah universitas negeri<br /> ternama di kota itu.<br /> Sebagai anak ABG yang mengikuti trend masa kini, Riska sangat<br /> gemar memakai pakaian yang serba ketat termasuk juga seragam<br /> sekolah yang dikenakannya sehari-hari. Rok abu-abu yang<br /> tingginya beberapa senti di atas lutut sudah cukup menyingkapkan<br /> kedua pahanya yang putih mulus, dan ukuran roknya yang ketat<br /> itu juga memperlihatkanlekuk body tubuhnya yang sekal<br /> menggairahkan.<br /> Penampilannya yang aduhai ini tentu mengundang pikiran buruk<br /> para laki-laki, dari yang sekedar menikmati kemolekan tubuhnya<br /> sampai yang berhasrat ingin menggagahinya. Salah satunya<br /> adalah Parno, si tukang becak yang mangkal di depan gang<br /> rumah Riska. Parno, pria berusia 40 tahunan itu, memang<br /> seorangpria yang berlibido tinggi, birahinya sering naik tak<br /> terkendali apabila melihat gadis-gadis cantik dan seksimelintas di<br /> hadapannya.<br /> Sosok pribadi Riska memang cukup supel dalam bergaul dan<br /> sedikit genit termasuk kepada Parno yang sering mengantarkan<br /> Riska dari jalan besar menuju ke kediaman Riska yang masuk ke<br /> dalam gang.<br /> Suatu sore, Riska pulang dari sekolah. Seperti biasa Parno<br /> mengantarnya dari jalan raya menuju ke rumah. Sore itu suasana<br /> agak mendung dan hujan rintik-rintik, keadaan di sekitar juga sepi,<br /> maklumlah daerah itu berada di pinggiran kota YK. Dan Parno<br /> memutuskan saat inilah kesempatan terbaiknya untuk<br /> melampiaskan hasrat birahinya kepada Riska. Ia<br /> telah mempersiapkan segalanya, termasuk lokasi tempat dimana<br /> Riska nanti akan dikerjai. Parno sengajamengambil jalan memutar<br /> lewat jalan yang lebih sepi, jalurnya agak jauh dari jaluryang<br /> dilewati sehari-hari karena jalannya memutar melewati areal<br /> pekuburan.<br /> "Lho koq lewat sini Pak?", tanya Riska.<br /> "Di depan ada kawinan, jadi jalannya ditutup", bujuk Parno sambil<br /> terus mengayuhbecaknya.<br /> Dengan sedikit kesal Riska pun terpaksa mengikuti kemauan Parno<br /> yang mulai mengayuh becaknya agak cepat. Setelah sampai pada<br /> lokasi yang telah direncanakan Parno, yaitu di sebuah bangunan<br /> tua di tengah areal pekuburan, tiba-tiba Parno<br /> membelokkanbecaknya masuk ke dalam gedung tua itu.<br /> "Lho kenapa masuk sini Pak?", tanya Riska.<br /> "Hujan..", jawab Parno sambilmenghentikan becaknya tepat di<br /> tengah-tengah bangunan kuno yang gelap dan sepi itu. Dan<br /> memang hujan pun sudah turun dengan derasnya.<br /> Bangunan tersebut adalah bekas pabrik tebu yang dibangun pada<br /> jaman belanda dan sekarang sudahtidak dipakai lagi, paling-paling<br /> sesekali dipakai untukgudang warga. Keadaan seperti ini membuat<br /> Riska menjadi semakin panik, wajahnya mulai terlihat was-was<br /> dan gelisah.<br /> "Tenang.. Tenang.. Kita santai dulu di sini, daripada basah-basahan<br /> sama air hujan mending kita basah-basahan keringat..", ujar<br /> Parno sambil menyeringai turun dari tempat kemudi becaknya<br /> dan menghampiri Riska yang masih duduk di dalam becak.<br /> Bagai tersambar petir Riskapun kaget mendengar ucapan Parno<br /> tadi.<br /> "A.. Apa maksudnya Pak?", tanya Riska sambil terbengong-<br /> bengong.<br /> "Non cantik, kamu mau ini?" Parno tiba-tiba menurunkan celana<br /> komprangnya, mengeluarkan penisnya yangtelah mengeras dan<br /> membesar.<br /> Riska terkejut setengah mati dan tubuhnya seketika lemasketika<br /> melihat pemandangan yang belum pernah dia lihat selama ini.<br /> "J.. Jaangan Pak.. Jangann.." pinta Riska dengan wajah yang<br /> memucat.<br /> Sejenak Parno menatap tubuh Riska yang menggairahkan, dengan<br /> posisinya yang duduk itu tersingkaplah dari balik rok abu-abu<br /> seragam SMU-nya<br /> kedua paha Riska yang putihbersih itu. Kaos kaki putih setinggi<br /> betis menambah keindahan kaki gadis itu. Dandi bagian atasnya,<br /> kedua buah dada ranum nampak menonjol dari balik baju<br /> putihseragamnya yang berukuranketat.<br /> "Ampunn Pak.. Jangan Pak..", Riska mulai menangis dalam posisi<br /> duduknya sambil merapatkan badan ke sandaran becak, seolah<br /> inginmenjaga jarak dengan Parnoyang semakin mendekati<br /> tubuhnya.<br /> Tubuh Riska mulai menggigil namun bukan karena dinginnya<br /> udara saat itu, tetapi tatkala dirasakannya sepasang tangan yang<br /> kasarmulai menyentuh pahanya. Tangannya secara refleks<br /> berusaha menampik tangan Parno yang mulai menjamah paha<br /> Riska, tapi percuma saja karena kedua tangan Parno dengan<br /> kuatnya memegang kedua paha Riska.<br /> "Oohh.. Jangann.. Pak.. Tolongg.. Jangann..", Riska meronta-ronta<br /> dengan menggerak-gerakkan kedua kakinya. Akan tetapi Parno<br /> malahan semakin menjadi-jadi, dicengkeramnya erat-erat kedua<br /> paha Riska itu sambil merapatkan badannya ke tubuh Riska.<br /> Riska pun menjadi mati kutu sementara isak tangisnya menggema<br /> di dalam ruangan yang mulai gelap dan sepi itu.Kedua tangan<br /> kasar Parno mulai bergerak mengurut kedua paha mulus itu<br /> hingga menyentuh pangkal paha Riska. Tubuh Riska menggeliat<br /> ketika tangan-tangan Parno mulai menggerayangi bagian pangkal<br /> paha Riska, dan wajah Riska menyeringai ketika jari-jemari Parno<br /> mulai menyusup masuk ke dalam celana dalamnya.<br /> "Iihh..", pekikan Riska kembali menggema di ruangan itu di saat<br /> jari Parno ada yang masuk ke dalam liang vaginanya.<br /> Tubuh Riska menggeliat kencang di saat jari itu mulai mengorek-<br /> ngorek lubang kewanitaannya. Desah nafas Parno semakin<br /> kencang, dia nampak sangat menikmati adegan 'pembuka' ini.<br /> Ditatapnya wajah Riska yang megap-megap dengan tubuh yang<br /> menggeliat-geliat akibatjari tengah Parno yang menari-nari di<br /> dalam lubang kemaluannya.<br /> "Cep.. Cep.. Cep..", terdengar suara dari bagian selangkangan<br /> Riska. Saat ini lubang kemaluan Riska telah banjir oleh cairan<br /> kemaluannya yang mengucur membasahi selangkangan<br /> dan jari-jari Parno.<br /> Puas dengan adegan 'pembuka' ini, Parno mencabut jarinya dari<br /> lubangkemaluan Riska. Riska nampak terengah-engah, air<br /> matanya juga meleleh membasahi pipinya. Parno kemudian<br /> menarik tubuh Riska turun dari becak, gadisitu dipeluknya erat-<br /> erat, kedua tangannya meremas-remas pantat gadis itu yang<br /> sintal sementara Riska hanyabisa terdiam pasrah, detak<br /> jantungnya terasa di sekujurtubuhnya yang gemetaran itu. Parno<br /> juga menikmati wanginya tubuh Riska sambil terus meremas<br /> remas pantat gadis itu.<br /> Selanjutnya Parno mulai menikmati bibir Riska yang tebal dan<br /> sensual itu, dikulumnya bibir itu dengan rakus bak seseorang<br /> yang tengah kelaparan melahap makanan.<br /> "Eemmgghh.. Mmpphh..", Riskamendesah-desah di saat Parno<br /> melumat bibirnya. Dikulum-kulum, digigit-gigitnya bibir Riska oleh<br /> gigi dan bibir Parno yang kasar dan bau rokok itu. Ciuman Parno<br /> pun bergeser ke bagian leher gadis itu.<br /> "Oohh.. Eenngghh..", Riska mengerang-ngerang di saat lehernya<br /> dikecup dan dihisap-hisap oleh Parno.<br /> Cengkeraman Parno di tubuh Riska cukup kuat sehingga<br /> membuat Riska sulit bernafasapalagi bergerak, dan hal inilah yang<br /> membuat Riska pasrah di hadapan Parno yang tengah<br /> memperkosanya. Setelah puas, kini kedua tangan kekar Parno<br /> meraih kepala Riska dan menekan tubuh Riska ke bawah sehingga<br /> posisinya berlutut di hadapan tubuh Parno yang berdiri tegak di<br /> hadapannya. Langsung saja oleh Parno kepala Riska dihadapkan<br /> pada penisnya.<br /> "Ayo.. Jangan macam-macam non cantik.. Buka mulut kamu",<br /> bentak Parno sambil menjambak rambut Riska.<br /> Takut pada bentakan Parno, Riska tak bisa menolak<br /> permintaannya. Sambil terisak-isak dia sedikit demi sedikit<br /> membuka mulutnya dan segera saja Parno mendorong masuk<br /> penisnya ke dalam mulut Riska.<br /> "Hmmphh..", Riska mendesah lagi ketika benda menjijikkanitu<br /> masuk ke dalam mulutnya hingga pipi Riska menggelembung<br /> karena batang kemaluan Parno yangmenyumpalnya.<br /> "Akhh.." sebaliknya Parno mengerang nikmat.<br /> Kepalanyamenengadah keatas merasakan hangat dan<br /> lembutnya rongga mulut Riska di sekujur batang kemaluannya<br /> yang menyumpal di mulut Riska.<br /> Riska menangis tak berdaya menahan gejolak nafsu Parno.<br /> Sementara kedua tangan Parno yang masih mencengkeram erat<br /> kepala Riska mulai menggerakkan kepala Riska maju mundur,<br /> mengocok penisnya dengan mulut Riska. Suara berdecak-decak<br /> dari liur Riska terdengar jelas diselingi batuk-batuk.<br /> Beberapa menit lamanya Parno melakukan hal itu kepada Riska,<br /> dia nampak benar-benar menikmati. Tiba-tiba badan Parno<br /> mengejang, kedua tangannyamenggerakkan kepala Riska semakin<br /> cepat sambil menjambak-jambak rambut Riska. Wajah Parno<br /> menyeringai, mulutnya menganga, matanya terpejamerat dan..<br /> "Aakkhh..", Parno melengking, croot.. croott.. crroott..<br /> Seiring dengan muncratnya cairan putih kental dari kemaluan<br /> Parno yang mengisimulut Riska yang terkejut menerima<br /> muntahan cairan itu. Riska berusaha melepaskan batang penis<br /> Parno dari dalam mulutnya namun sia-sia, tangan<br /> Parnomencengkeram kuat kepala Riska. Sebagian besar sperma<br /> Parno berhasil masuk memenuhi rongga mulut Riska dan<br /> mengalir masuk ke tenggorokannya serta sebagian lagi meleleh<br /> keluar dari sela-sela mulut Riska.<br /> "Ahh", sambil mendesah lega,Parno mencabut batang<br /> kemaluannya dari mulut Riska.<br /> Nampak batang penisnya basah oleh cairan sperma yang<br /> bercampur dengan air liur Riska. Demikian pula halnya dengan<br /> mulut Riska yang nampak basah oleh cairan yang sama. Riska<br /> meski masih dalam posisi terpaku berlutut, namun tubuhnya juga<br /> lemas dan shock setelah diperlakukan Parno seperti itu.<br /> "Sudah Pak.. Sudahh.." Riska menangis sesenggukan, terengah-<br /> engah mencoba untuk 'bernego' dengan Parno yang sambil<br /> mengatur nafas berdiri dengan gagahnya di hadapan Riska.<br /> Nafsu birahi yang masih memuncak dalam diri Parno membuat<br /> tenaganya menjadi kuat berlipat-lipat kali, apalagi dia telah<br /> menenggak jamu super kuat demi kelancaran hajatnya ini<br /> sebelumnya. Setelah berejakulasi tadi, tak lama kemudian<br /> nafsunya kembali bergejolak hingga batang kemaluannya kembali<br /> mengacung keras siap menerkam mangsa lagi.<br /> Parno kemudian memegang tubuh Riska yang masih menangis<br /> terisak-isak. Riskasadar akan apa yang sebentar lagi terjadi<br /> kepadanya yaitu sesuatu yang lebih mengerikan. Badan Riska<br /> bergetar ketika Parno menidurkan tubuh Riska di lantai gudang<br /> yang kotor itu, Riska yang mentalnya sudah jatuh seolah tersihir<br /> mengikuti arahan Parno.<br /> Setelah Riska terbaring, Parno menyingkapkan rok abu-abu<br /> seragam SMU Riska hingga setinggi pinggang. Kemudian dengan<br /> gerakan perlahan, Parno memerosotkan celana dalam putih yang<br /> masih menutupi selangkangan Riska. Kedua mata Parno pun<br /> melotot tajamke arah kemaluan Riska. Kemaluan yang<br /> merangsang, ditumbuhi rambut yang tidak begitu banyak tapi rapi<br /> menutupi bibir vaginanya, indah sekali.<br /> Parno langsung saja mengarahkan batang penisnya ke bibir<br /> vagina Riska. Riska menjerit ketika Parno mulai menekan<br /> pinggulnya dengan keras, batang penisnya yang panjang dan<br /> besar masuk dengan paksa ke dalam liangvagina Riska.<br /> "Aakkhh..", Riska menjerit lagi, tubuhnya menggelepar mengejang<br /> dan wajahnya meringis menahan rasa pedihdi selangkangannya.<br /> Kedua tangan Riska ditekannya di atas kepala, sementara ia dengan<br /> sekuat tenaga melesakkan batang kemaluannya di vagina<br /> Riskadengan kasar dan bersemangat.<br /> "Aaiihh..", Riska melengking keras di saat dinding keperawanannya<br /> berhasil ditembus oleh batang penis Parno. Darah pun mengucur<br /> dari sela-sela kemaluan Riska.<br /> "Ohhss.. Hhsshh.. Hhmmh.. Eehhghh.." Parno mendesis nikmat.<br /> Setelah berhasil melesakkan batang kemaluannya itu, Parno<br /> langsung menggenjot tubuh Riska dengan kasar.<br /> "Oohh.. Oogghh.. Oohh..", Riska mengerang-ngerang kesakitan.<br /> Tubuhnya terguncang-guncang akibat gerakan Parno yang keras<br /> dan kasar. Sementara Parno yang tidak peduli terus menggenjot<br /> Riska dengan bernafsu. Batang penisnya basah kuyup oleh cairan<br /> vagina Riska yang mengalir deras bercampur darah<br /> keperawanannya.<br /> Sekitar lima menit lamanya Parno menggagahi Riska yang<br /> semakin kepayahan itu,sepertinya Parno sangat<br /> menikmati setiap hentakan demi hentakan dalam menyetubuhi<br /> Riska, sampai akhirnya di menit ke-delapan, tubuh Parno kembali<br /> mengejang keras, urat-uratnya menonjol keluar dari tubuhnya<br /> yang hitam kekar itu dan Parno pun berejakulasi.<br /> "Aahh.." Parno memekik panjang melampiaskan rasa puasnya<br /> yang tiada tara dengan menumpahkan seluruh spermanya di<br /> dalam rongga kemaluan Riska yang tengah menggelepar<br /> kepayahan dan kehabisan tenaga karena tak sanggup lagi<br /> mengimbangi gerakan-gerakan Parno.<br /> Dan akhirnya kedua tubuh itupun kemudian jatuh lunglaidi lantai<br /> diiringi desahan nafas panjang yang terdengar dari mulut Parno.<br /> Parno puas sekali karena telah berhasil melaksanakan hajatnya<br /> yaitu memperkosa gadis cantik yang selama ini menghiasi<br /> pandangannya danmenggoda dirinya.<br /> Setelah rehat beberapa menittepatnya menjelang Isya, akhirnya<br /> Parno dengan becaknya kembali mengantarkan Riska yang<br /> kondisinya sudah lemah pulang ke rumahnya. Karena masih<br /> lemas dan akibat rasa sakit di selangkangannya, Riska tak mampu<br /> lagi berjalan normal hingga Parnoterpaksa menuntun gadis itu<br /> masuk ke dalam rumahnya.<br /> Suasana di lingkungan rumahyang sepi membuat Parno dengan<br /> leluasa menuntun tubuh lemah Riska hingga sampai ke teras<br /> rumah dan kemudian mendudukkannya di kursi teras. Setelah<br /> berbisik ke telinga Riska bahwa dia berjanji akan datang kembali<br /> untuk menikmati tubuhnya yang molek itu, Parno pun kemudian<br /> meninggalkan Riskadengan mengayuh becaknya menghilang di<br /> kegelapan malam, meninggalkan Riska yang masih terduduk<br /> lemas di kursi teras rumahnya.<br /> E N D</span></span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-26195179184129942212013-05-24T16:24:00.004-07:002015-07-30T00:23:42.196-07:00Aku di Perkosa Adik Iparku<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAPug8CUuN6y97_HPQqlXpPl795KwFC9RzFyVhZIR4jMYf9tDUnXdan1EcNi0jvjT1x2K5mufOQG9hPLetMZG-XAi13c67RF-q346Nkg-aM7mJWTJgCi5nTWHlnJfBAtN9bFp6KaTxVpw/s1600/20.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAPug8CUuN6y97_HPQqlXpPl795KwFC9RzFyVhZIR4jMYf9tDUnXdan1EcNi0jvjT1x2K5mufOQG9hPLetMZG-XAi13c67RF-q346Nkg-aM7mJWTJgCi5nTWHlnJfBAtN9bFp6KaTxVpw/s320/20.jpg" width="238" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">Kontent ini Khusus Dewasa (18+)<br /> Buat Anak di Bawah Umur, dan Buat Orang yg sok Munafik.., di LARANG KERAS MEMBACA.<br /> <br /> perkenalkan namaku Namaku Elly. Usiaku kini 23<br /> tahun. Aku sudah menikah dengan Albert yang kini berusia<br /> 25 tahun, dan kini aku adalah seorang ibu muda, dengan<br /> seorang anak yang baru berusia 6 bulan yang kami beri<br /> nama Michael. Sejak pacaran dan menikah sam<span class="text_exposed_show">pai sekarang<br /> ini, suamiku sering berpergian ke luar negeri untuk urusan<br /> pekerjaan. Aku sendiri adalah wanita yang mendapat karunia<br /> wajah yang cantik, itu menurut teman temanku. Aku<br /> memiliki rambut yang lurus dan panjang sampai sebahu.<br /> Tubuhku sudah kembali ramping dan indah seperti pujian<br /> suamiku, meskipun aku baru melahirkan setengah tahun<br /> yang lalu. Mungkin hal itu karena aku rajin mengikuti senam<br /> aerobik, dan memang aku menjaga pola makan supaya<br /> badanku tak semakin melar, dan aku sedikit banyak bangga<br /> karenanya.<br /> Aku sendiri tidak bekerja di luar, karena suamiku memiliki<br /> penghasilan yang lebih dari cukup. Dan memang suamiku<br /> ingin aku menjadi ibu rumah tangga yang baik saja, dengan<br /> tinggal di rumah untuk merawat anak kami dengan baik.<br /> Kehidupan seks kami juga luar biasa. Suamiku adalah lelaki<br /> perkasa di tempat tidur, dan aku sungguh menikmati<br /> kehidupanku ini. Kini kalau suamiku tak ada di rumah, aku<br /> hanya tinggal dengan anakku, juga pembantu kami yang<br /> kupanggil bi Iyem, satpam kami yang bernama Adrian,<br /> tukang kebun kami yang bernama pak Jono, dan juga sopir<br /> kami yang bernama Sarman. Di usiaku yang sekarang ini,<br /> nafsu seksku tentu sedang tinggi tingginya. Ditinggal oleh<br /> suamiku bekerja seperti ini, kadang aku amat merindukan<br /> bermain cinta dengannya. Demikian sekilas tentang<br /> keadaanku dan keluargaku.<br /> Hari itu hari Sabtu. Siang hari itu, aku menerima telepon dan<br /> aku terkejut dengan berita yang aneh. Aku mendapatkan<br /> hadiah sebuah mobil lewat undian sebuah produk. Dan<br /> seingatku, aku tak pernah mengikuti prosedur undian itu.<br /> Dengan santai aku berkata, “Pak, terserah bapak mau bicara<br /> apa, tapi saya tak akan pernah mentransfer uang apapun<br /> untuk pajak atau yang lain”.<br /> Dan orang itu berkata panjang lebar, “Ibu Elly, kami<br /> memaklumi kalau ibu berhati hati, memang kami tak<br /> menyuruh ibu membayar apapun, karena pajak hadiah<br /> ditanggung oleh kami. Kami akan mengantarkan hadiah itu<br /> langsung ke rumah ibu sekitar satu jam lagi. Gratis bu, tak<br /> dipungut biaya apapun. Ibu boleh mencobanya, kalau<br /> ternyata mobilnya bermasalah kami langsung mengganti<br /> dengan yang baru. Tapi itu tidak akan terjadi bu, karena kami<br /> sudah melakukan More…pemeriksaan terhadap mobil ini”.<br /> Mendengar hal ini, aku hanya bisa mengangkat bahu dan<br /> berkata, “Ya terserah bapak. Maaf, dengan bapak siapa saya<br /> bicara?”.<br /> Dan orang itu menjawab, “Dengan bapak Anto. Ibu bisa<br /> menghubungi kantor kami di nomer *** ****. Aku<br /> mengiyakan saja dan kemudian memutus pembicaraan.<br /> Dalam hati aku merasa aneh, tapi ya kalau gratis, apa<br /> salahnya?<br /> Kulihat sekarang ini adalah jam 1 siang. Aku baru selesai<br /> makan siang, maka aku menyusui dan menidurkan anakku,<br /> supaya nanti ketika aku pergi aku tak begitu kuatir. Dan<br /> memang satu jam kemudian aku mendengar bel rumahku<br /> berbunyi, dan ketika aku keluar, aku melihat sebuah mobil<br /> Kijang Innova keluaran terbaru, dengan cat yang mulus<br /> mengkilap. Di belakangnya berhenti sebuah mobil Kijang<br /> pickup. Mungkin untuk mereka yang mengantar mobilku ini<br /> pulang nanti. Aku agak terkejut juga, berarti mungkin ini<br /> benar. Seseorang turun dari mobil pickup itu, sementara<br /> orang yang sudah berdiri di depan pintu rumah menyapaku.<br /> “Bu Elly? Saya Anto”, kata orang yang bernama Anto itu<br /> sambil mengulurkan tangannya.<br /> Aku menjabat tangannya dengan sedikit perasaan ragu dan<br /> menjawab “Elly”.<br /> Orang itu memang penampilannya rapi. Tapi wajahnya agak<br /> seram. Aku mencoba membuang semua pikiran negatif.<br /> Dan kemudian orang satunya yang berpenampilan biasa<br /> biasa, yang juga berwajah biasa biasa, menjabat tanganku.<br /> “Seto”, katanya.<br /> Aku menjabat tangannya dan menjawab, “Elly”.<br /> Setelah acara kenalan yang menurutku hanya formalitas ini,<br /> kami duduk di teras rumah, dan aku disodori formulir yang<br /> aku baca di bagian awal dan akhir saja, untuk memastikan<br /> aku tak keluar uang apapun untuk mendapatkan hadiah ini.<br /> Lalu Anto menawarkan padaku untuk mencoba mobil itu,<br /> karena nantinya aku harus mengisi formulir untuk<br /> memberikan ‘penilaian’ tentang kondisi mobil itu, sebelum<br /> acara serah terima surat kendaraan dilakukan. Aku setuju<br /> saja, dan aku menerima kunci mobil itu dari Anto. Aku<br /> masuk ke dalam mobil itu, joknya masih terbungkus plastik<br /> semua, baunya khas mobil baru. Dan dengan didampingi<br /> mereka, aku mulai mencoba mobil itu.<br /> Semua baik baik saja, sampai tiba tiba di sebuah gang yang<br /> sepi di dekat rumahku, Anto yang duduk di kursi depan<br /> menarik handbrake. Aku terkejut sekali, sampai lupa<br /> menginjak pedal kopling dan mesin mobil ini mati. Aku<br /> menoleh kepada Anto, tapi belum sempat aku bertanya, dari<br /> belakang aku dibekap, oleh Seto tentunya. Kurasakan bau<br /> yang menyengat, dan tak lama kemudian semuanya gelap…<br /> Perlahan aku mulai sadar. Aku mengeluh perlahan, ketika<br /> aku tak bisa menggerakkan kedua tanganku yang terentang.<br /> Sakit rasanya. Aku mulai mencoba mengerti apa yang terjadi<br /> pada diriku. Ternyata kedua pergelangan tanganku yang<br /> terentang ini, terikat erat pada semacam pilar di ruangan ini.<br /> Sedangkan aku sendiri terbaring di atas matras. Yang<br /> membuatku tercekat, aku sudah tak mengenakan apa apa<br /> lagi selain bra dan celana dalamku. Kakiku memang masih<br /> bebas, tapi apa artinya? Aku kini sudah tak berdaya dengan<br /> tangan yang terpasung seperti ini. Aku memejamkan mata<br /> dan menggigit bibir, tak sanggup membayangkan apa yang<br /> akan terjadi padaku. Aku mulai menyesali kebodohanku tadi,<br /> mengapa bisa terjebak dengan iming iming hadiah itu.<br /> Tiba tiba pintu ruangan ini terbuka, lalu masuk seseorang<br /> yang membuatku ternganga tak percaya pada<br /> pengelihatanku.<br /> “Arman?”, seruku tak percaya.<br /> “Halo Elly… lama tak jumpa… bagaimana kabarnya?”, kata<br /> Arman dengan senyum yang membuat hatiku dingin seperti<br /> disiram air es. Aku takut sekali.<br /> “Arman… apa yang kamu lakukan ini? Ingat Arman, aku ini<br /> kakak iparmu. Tolong lepaskan aku..”, aku mencoba<br /> menyadarkan Arman walaupun aku tahu ini mungkin sekali<br /> merupakan hal yang sia sia.<br /> Aku tahu Arman memang menginginkan aku sejak aku<br /> dikenalkan Albert pada keluarganya. Arman adalah adik<br /> Albert yang kini berusia 24 tahun. Wajahnya memang<br /> cukup tampan. Dan sejak ia mengenalku, ia sudah beberapa<br /> kali mencoba mendekatiku, tapi tentu saja aku tak<br /> memberinya respon. Suatu hari ketika aku berkunjung ke<br /> rumah Albert saat masih tinggal bersama keluarganya,<br /> Arman nekat dan nyaris berhasil memperkosaku. Untung<br /> saja waktu itu kepulangan Albert menyelamatkanku, dan<br /> sejak itu aku tahu aku harus menghindari orang ini. Tapi kini<br /> aku sudah jatuh ke dalam tangannya. Tanpa sadar aku<br /> bergidik ngeri.<br /> Mendengar kata kataku, Arman hanya tertawa. Ia<br /> mendekatiku dan ‘krek…’. Arman merenggut braku hingga<br /> tali talinya putus.<br /> “Aduh…”, aku mengeluh perlahan, sedikit sakit rasanya pada<br /> bagian tubuhku yang tertekan tali braku saat ditarik Arman.<br /> Aku memejamkan mataku erat erat, malu sekali rasanya<br /> payudaraku terlihat oleh laki laki lain selain suamiku.<br /> “Elly… Elly… kamu kira aku segoblok itu sudah bersusah<br /> payah menjebakmu seperti ini dan melepaskan kamu begitu<br /> saja? Hahaha… aku belum gila, Elly”, kata Arman sambil<br /> menyeringai mengerikan saat aku menatapnya dengan<br /> marah bercampur takut.<br /> “Arman, kamu gila… lepaskan aku!!”, aku mulai panik dan<br /> membentaknya.<br /> ‘breeet… breeet’… seruanku dijawab Arman dengan<br /> merenggut robek celana dalamku, hingga kini aku sudah<br /> telanjang bulat.<br /> Aku menjerit kecil. Kini aku hanya bisa memandangi Arman<br /> dengan jantung berdebar ketika ia mulai melucuti pakaiannya<br /> sendiri. Sesekali aku mencoba meronta, tapi tak ada hasil<br /> sama sekali karena aku benar benar tak bisa menggerakkan<br /> kedua tanganku yang terentang lebar. Aku tahu, nasib yang<br /> buruk akan segera menimpaku, dan perlahan aku mulai<br /> menangis.<br /> “Lho sayang… kok nangis sih? Tenang saja, sebentar lagi<br /> kamu juga akan keenakan kok”, ejek Arman yang sudah<br /> bersiap di selangkanganku.<br /> Aku semakin ngeri, dengan suara gemetar aku memohon,<br /> “Arman, tolong jangan begini… aku ini kakakmu… kakak<br /> iparmu… masa kamu tega berbuat begini padaku…”.<br /> Arman tertawa sinis dan berkata dengan suara kasar, “Diam<br /> Elly. Kamu telah merendahkanku. Kamu selalu menolakku.<br /> Kamu tak pernah menghargai aku”.<br /> Aku sadar kalau aku memang selalu menjaga jarak<br /> dengannya, karena aku merasa ia berbahaya. Dan kini<br /> memang semuanya terbukti kan?<br /> Dan sambil merenggangkan kedua pahaku lebar lebar,<br /> Arman melanjutkan, “Kamu tak pernah mau aku ajak pergi<br /> makan berdua. Kamu anggap aku tak layak pergi<br /> berdampingan bersamamu. Benar benar perempuan<br /> sombong! Karena itu sekarang rasakan pembalasanku!”.<br /> Berkata begitu, Arman menempelkan kepala penisnya ke<br /> bibir liang vaginaku. Aku makin panik dan berusaha<br /> menggerakkan pinggulku menghindari hunjaman penis<br /> Arman saat Arman mulai memajukan pinggulnya.<br /> Berhasil, penis itu tak sampai melesak masuk menerobos<br /> liang vaginaku.<br /> Tapi rupanya Arman marah dengan perbuatanku, ia<br /> menamparku dengan keras, hingga aku mengaduh dan<br /> menangis kesakitan.<br /> “Jangan coba coba lagi Elly, atau nanti kamu akan kuberikan<br /> pada dua kacungku di depan itu!”, ancam Arman dengan<br /> suara yang mengerikan.<br /> Mendengar hal itu aku langsung melemas dan pasrah, di sela<br /> tangisanku, aku hanya bisa mengumpat getir, “Kamu gila..<br /> Arman”.<br /> Arman hanya tertawa dan aku hanya bisa membiarkan<br /> kepala penis Arman menemukan bibir liang vaginaku, dan<br /> sesaat kemudian aku mengerang kesakitan saat liang<br /> vaginaku tertembus oleh batang penis Arman.<br /> Aku mulai menangis saat Arman memompa liang vaginaku.<br /> Walaupun aku sudah pernah melahirkan, tapi berkat senam<br /> dan ramuan khusus, liang vaginaku kembali menyempit.<br /> Konsekuensinya, kini aku merasa kesakitan karena liang<br /> vaginaku dipompa penis Arman yang cukup besar.<br /> Aku memalingkan mukaku supaya tak melihat wajah Arman<br /> yang kesenangan karena berhasil mendapatkan tubuhku. Ia<br /> meremasi kedua payudaraku dengan gemas, seolah<br /> melampiaskan segala nafsunya yang tak kesampaian untuk<br /> menikmati tubuhku sejak dulu. Sedangkan aku sendiri hanya<br /> bisa terus menggeliat kesakitan.<br /> “Elly… punyamu enaak”, erang Arman dengan tatapan<br /> penuh gairah padaku sambil terus menggenjotku.<br /> Ingin aku menamparnya, tapi kedua tanganku tak bisa<br /> kugerakkan. Aku hanya bisa merelakan liang vaginaku<br /> ditembusi oleh laki laki yang harusnya memperlakukanku<br /> sebagai kakak iparnya. Tapi Arman memang sudah<br /> kesetanan, ia mulai mencumbuiku dengan sangat bernafsu.<br /> Bibirku dilumatnya dengan ganas, sementara kedua<br /> payudaraku diremasnya dengan kuat.<br /> Perlahan aku mulai terangsang karena perbuatan adik iparku<br /> ini, rasa terhina karena diperkosa mulai berganti dengan rasa<br /> nikmat yang melanda selangkanganku dan juga sekujur<br /> tubuhku.<br /> Rupanya vaginaku sudah mampu beradaptasi dengan<br /> ukuran penis Arman yang tadinya terasa begitu<br /> menyesakkan. Aku malu sekali, ingin rasanya aku<br /> menyembunyikan wajahku yang terasa panas ini. Tapi tentu<br /> saja hal itu tak bisa kulakukan, maka aku hanya bisa pasrah<br /> namun mati matian berusaha menahan diri supaya tak<br /> kelihatan menikmati hal ini.<br /> Tapi sayangnya, tubuhku terlalu jujur, perlahan tanpa<br /> mampu kucegah, pinggangku terangkat saat aku menahan<br /> nikmat yang luar biasa. Kurasakan penis Arman melesak<br /> begitu dalam ketika ia menghunjamkan kuat kuat kedalam<br /> liang vaginaku, membuatku menggeliat keenakan seperti<br /> cacing kepanasan.<br /> Arman tertawa sinis dan mulai menghinaku, “Ternyata<br /> kamu menikmati punyaku juga Elly. Makanya kamu jadi<br /> cewek jangan sok suci.. hahaha.. kalau sudah kemasukan<br /> gini, toh kamu keenakan juga..”.<br /> Sambil menghinaku Arman terus memompa liang vaginaku<br /> dengan gencar. Aku sudah tak tahu apa yang harus<br /> kulakukan, karena perlahan tapi pasti aku sedang diantar<br /> menuju orgasme.<br /> “Arman… oohh… sudaah… ampuuun… ennngghh”, aku<br /> mulai mengerang dan melenguh.<br /> “Kenapa El? Enak ya?”, ejek Arman dan malah makin gencar<br /> memompa liang vaginaku.<br /> “Kamu…”, aku tak bisa menjawab, tubuhku menggigil,<br /> selangkanganku serasa akan meledak.<br /> Aku terus mengerang dan melenguh, sampai akhirnya aku<br /> mengejang hebat, kepalaku terlempar ke sana kemari karena<br /> aku menggelepar dihantam badai orgasme ini.<br /> “Oh Elly… kamu cantik sekali kalau seperti ini”, desah Arman<br /> yang tak menunjukkan tanda tanda akan orgasme,<br /> sementara aku sendiri sedang menderita dalam kenikmatan<br /> orgasme yang berkepanjangan ini, dan nikmatnya<br /> selangkanganku yang terus dipompa Arman semakin<br /> menjadi jadi.<br /> Namun rasa ngilu mulai menghampiri liang vaginaku, dan<br /> makin lama rasa itu makin menderaku.<br /> Aku sudah tak kuat lagi, dan berteriak “Armaaan… aaaaah…<br /> hentikaaaan… amppuuuun…”.<br /> Ia benar benar perkasa seperti suamiku, hanya saja suamiku<br /> lebih pengertian, membiarkanku beristirahat kala aku<br /> mengalami orgasme. Sedangkan Arman sama sekali tak<br /> memperdulikan keadaanku, ia hanya mencari<br /> kenikmatannya sendiri.<br /> Aku makin menderita dalam kenikmatan ini, rasanya tulang<br /> tulang di dalam tubuhku terlepas semua dari<br /> sambungannya, sementara tubuhku meliuk liuk dan<br /> menggelepar terhempas badai orgasme yang terus<br /> menerus ini. Entah cairan cintaku sudah membanjir berapa<br /> banyak, aku mulai pening dan tak mampu mengerang lagi.<br /> Dengan kejam Arman terus memompa liang vaginaku,<br /> sampai akhirnya ruangan ini rasanya berputar, semuanya<br /> gelap…<br /> Ketika aku mulai sadar, kurasakan kedua puting susuku<br /> seperti ada yang mengulum dan menyedoti dengan kuat.<br /> Vaginaku masih terasa sedikit sakit, tapi sudah tak terasa<br /> sesak, artinya Arman sudah selesai memompa liang<br /> vaginaku. Becek sekali rasanya liang vaginaku, aku tahu si<br /> brengsek itu pasti mengeluarkan spermanya di dalam sana.<br /> Untungnya aku sedang dalam masa tidak subur, jadi aku tak<br /> perlu takut hamil. Tapi kini aku sadar, ada dua orang<br /> sekaligus yang mengulum puting susuku, yang berarti ada<br /> orang lain selain Arman. Dan aku mulai mengenali mereka<br /> berdua ini, bahkan Arman bukan salah satu dari mereka.<br /> Ternyata Anto dan Seto yang kini sedang menyusu pada<br /> kedua payudaraku.<br /> “Jangaaaan”, aku menjerit ngeri.<br /> Aku tak bisa berbuat apa apa, kedua tanganku yang<br /> terentang ini tak bisa kugerakkan sedikitpun, sementara<br /> mereka berdua dengan santai meneruskan perbuatan<br /> mereka.<br /> “Lepaskan aku… Armaaan kamu bajingaaaan…”, aku<br /> mengumpat dalam keputus asaanku.<br /> Dan kudengar tawa yang membuatku bergidik ngeri.<br /> Kemudian aku melihat Arman masuk, dan memegang<br /> handycam.<br /> Ia merekamku! Merekamku yang sedang pasrah tak berdaya<br /> saat kedua puting susuku disedot oleh kedua kacungnya.<br /> “Biadab kamu Arman… Kamu kan sudah janji..”, aku<br /> langsung terdiam.<br /> Bajingan ini memang tak pernah berjanji apa apa.<br /> “Kenapa Elly? Kok diam? Apa aku salah? Aku memang tak<br /> pernah berjanji kalau kamu tak akan kuberikan pada mereka<br /> bukan? Hahahaha…”, Arman tertawa dengan memuakkan.<br /> Aku hanya bisa menangis. Habislah aku, aku sudah dalam<br /> cengkeraman Arman sepenuhnya. Entah seperti apa nasibku<br /> di hari hari berikutnya. Sementara kedua kacung Arman ini<br /> tertawa senang, dan mereka kembali mencucup kedua<br /> puting susuku dengan bersemangat, tak lupa tentunya<br /> mereka juga meremasi payudaraku.<br /> Beberapa saat kemudian, dengan gaya yang menjijikkan,<br /> mereka membuka mulut mereka yang penuh air susuku ke<br /> arah kamera.<br /> “Wow.. air susu Elly”, kata Arman sambil menyorot mulut<br /> kedua kacungnya.<br /> Kedua orang itu menelan air susuku.<br /> “Bagaimana rasanya Anto? Seto? Enak tidak?”, tanya Arman<br /> penasaran.<br /> “Gurih abis bos, susu amoy gini”, kata Anto.<br /> “Lebih enak dari susu sapi”, sambung Seto.<br /> Kurang ajar sekali mereka ini. Dan Arman kelihatannya<br /> penasaran, lalu ia menaruh handycamnya.<br /> “Aku juga ingin coba”, gumannya.<br /> Ia mendekati payudaraku, dan setelah memberikan beberapa<br /> jilatan yang membuatku mau tak mau merasa terangsang,<br /> tiba tiba ia sudah mencucup puting susuku. Beberapa<br /> sedotan dilakukannya, sementara aku hanya bisa mendesah<br /> keenakan.<br /> “Bos, susunya diremas”, kata Anto.<br /> “Bisa tambah banyak keluarnya”, Seto menyambung.<br /> Maka Arman menyedot puting susuku sambil meremasi<br /> payudaraku. Aku sedikit menggeliat kesakitan. Ia terus<br /> melakukannya sampai puas, sementara aku hanya bisa<br /> menggigil menahan nikmat.<br /> “Susu yang enak, Elly”, kata Arman dengan nada puas.<br /> “Nanti aku minta lagi”, sambungnya sambil kembali<br /> mengambil handycamnya.<br /> “Lanjutkan”, perintah Arman pada Anto dan Seto.<br /> Mereka berdua yang sudah melepaskan semua baju mereka<br /> hingga telanjang bulat selagi menunggu Arman mencicipi<br /> susuku. Mereka tentu saja kembali mengerubutiku dengan<br /> kesenangan.<br /> Handycam itu kembali merekamku. Kini Anto dan Seto<br /> berniat memuaskan diri mereka sendiri, bisa terlihat dari<br /> mereka mengocok penis mereka sendiri untuk makin<br /> menegangkan ereksi penis mereka. Melihat ukuran penis<br /> mereka berdua ini, aku makin ngeri. Baik panjang maupun<br /> diameternya semuanya lebih dari ukuran milik Arman.<br /> Aku berusaha mematikan semua perasaanku. Kini aku<br /> digumuli oleh dua kacung si Arman. Kedua pahaku<br /> dilebarkan oleh Anto. Aku masih terlalu lemas untuk<br /> mencoba menghindar.<br /> Akibatnya, bless… kembali liang vaginaku tertusuk oleh<br /> sebatang penis.<br /> Aku menggigit bibir, menahan segala perasaan malu dan<br /> sakit ini, air mataku terus mengalir. Handycam yang<br /> dipegang Arman terus menyorot ke arah vaginaku yang<br /> sedang dipompa oleh Anto. Mukaku rasanya panas sekali<br /> membayangkan aku sedang membintangi film porno amatir<br /> ini.<br /> Perlahan Arman mengarahkan sorotan handycamnya ke<br /> arah tubuhku bagian atas, dan sempat berhenti agak lama<br /> ketika menyorot kedua payudaraku. Seto sempat meremasi<br /> kedua payudaraku dan semua itu disorot oleh Arman.<br /> Sementara itu tubuhku harus terus menggeliat karena<br /> menerima rangsangan dua orang sekaligus. Liang vaginaku<br /> dipompa dengan gencar oleh Anto sementara kedua<br /> payudaraku diremas dengan gemas oleh Seto. Aku sendiri<br /> antara mendesah keenakan dan merintih kesakitan. Liang<br /> vaginaku masih belum beradaptasi sepenuhnya dengan<br /> ukuran penis Anto, tapi sudah mendatangkan nikmat yang<br /> membuatku serasa melayang.<br /> “Sudah… hentikaaan…”, aku mengerang dan mulai<br /> menggelepar, karena kurasakan liang vaginaku kembali ngilu<br /> dipompa segencar itu.<br /> Anto sendiri kelihatannya sudah akan berejakulasi, tubuhnya<br /> bergetar hebat saat menggenjotku, dan tak lama kemudian<br /> ia mengerang panjang dan meneriakkan namaku,<br /> “Ooouuuhhh… bu Ellyyy…”.<br /> Tubuhnya berkelojotan di atasku, dan kurasakan penisnya<br /> berdenyut keras di dalam sana. Beberapa semprotan lahar<br /> panas kurasakan membasahi liang vaginaku, dan Arman<br /> segera bergerak ke tempat yang bagus untuk menyorotan<br /> handycamnya ke arah vaginaku. Kurasakan Anto mencabut<br /> penisnya perlahan, dan Arman terus menyorot daerah<br /> vaginaku, aku malu sekali. Gejolak yang sempat membuatku<br /> hampir orgasme kini mereda. Tapi gilanya, si Seto langsung<br /> bersiap menggilirku, ia sudah mengarahkan penisnya ke<br /> liang vaginaku. Aku memang tak bisa apa apa, hanya bisa<br /> menggigit bibir saat kurasakan liang vaginaku tertusuk oleh<br /> penisnya Seto. Hanya saja sekarang rasanya tak begitu sakit,<br /> dan setelah beberapa genjotan, Arman menyorot mukaku,<br /> karena si Anto sudah menempelkan penisnya ke mulutku.<br /> “Elly, ayo kulum”, perintah Arman.<br /> Aku hanya bisa menurut, toh aku sudah tak ada gunanya<br /> lagi membantah. Daripada aku mendapat tamparan atau<br /> siksaan lain, aku lebih baik mengikuti kemauan bedebah ini.<br /> Perlahan kubuka mulutku, dan penis Anto yang masih<br /> belepotan sperma dan cairan cintaku, menerjang masuk ke<br /> dalam mulutku. Rasanya amis dan asin, membuatku ingin<br /> muntah. Tapi aku berusaha tak memikirkan rasanya, dan<br /> ingin cepat menyelesaikan tugasku. Aku terus mengulum<br /> penis si Anto ini, kubersihkan cepat cepat dan kutelan semua<br /> sisa spermanya dan cairan cintaku sendiri. Anto yang sudah<br /> tak tahan mengerang panjang dan menarik penisnya dari<br /> mulutku.<br /> Penderitaanku belum selesai.<br /> “Buka mulutmu, Elly”, perintah Arman sambil menyorotkan<br /> handycamnya ke mulutku.<br /> “Perlahan!”, perintahnya lagi.<br /> Aku mulai membuka mulutku perlahan, dan Arman terus<br /> menyorot mulutku.<br /> “Bagus”, katanya dengan puas.<br /> Aku malu sekali, pasti aku terlihat layaknya seorang wanita<br /> nakal dalam handycam itu. Tak lama kemudian tubuhku<br /> terguncang guncang, rupanya Seto mulai menikmati liang<br /> vaginaku. Dengan bersemangat ia menggenjot liang<br /> vaginaku, sementara aku tak tahu bagaimana sekarang raut<br /> wajahku saat menahan malu dan nikmat dan disorot oleh<br /> handycam milik Arman. Panas sekali wajahku rasanya,<br /> untungya Arman kemudian ganti menyorot tubuhku bagian<br /> bawah. Kini aku tinggal memusatkan perhatianku pada si<br /> Seto.<br /> Diam diam aku melakukan gerakan kegel, sejenis gerakan<br /> menahan buang air kecil, sambil pura pura merintih<br /> keenakan, supaya Seto cepat ejakulasi dan semua ini segera<br /> berakhir. Sesuai harapanku, tak lama kemudian Seto yang<br /> terangsang habis habisan, melolong lolong dan meneriakkan<br /> namaku.<br /> “Aaaaarrrrghh… Bu Ellyyyyy…”, jeritnya dan kemudian ia<br /> menarik penisnya, tentu saja setelah di dalam sana liang<br /> vaginaku dibasahi lahar panasnya.<br /> Arman dengan giat terus menyorot liang vaginaku yang<br /> tentunya tak mampu menampung sperma kedua<br /> pemerkosaku ini. Jari tangannya ditusukkan ke liang<br /> vaginaku mengorek sisa sperma Anto dan Seto. Seto sendiri<br /> segera beranjak ke arah wajahku, aku tahu ia hendak<br /> menagih jatah servis oral dariku.<br /> Seperti tadi, Arman yang buru buru mengarahkan<br /> handycamnya ke wajahku memberikan instruksi instruksi<br /> padaku hingga membuatku kembali terlihat seperti pelacur.<br /> Tapi aku hanya bisa menurutinya, walaupun dengan hati<br /> pedih.<br /> Setelah semua selesai, Arman mematikan handycamnya.<br /> “Arman, sudah, lepaskan aku… please”, aku memohon.<br /> Tapi Arman tak menjawab, malah ia dengan bernafsu<br /> melihat ke arah payudaraku.<br /> Aku langsung tersadar dan teringat keinginan Arman tadi,<br /> yaitu ingin merasakan air susuku lagi.<br /> Dan memang benar, Arman segera melumat puting susuku,<br /> ia menyedot susuku sepuas puasnya. Aku mendesah<br /> keenakan, memang rasanya nikmat sekaligus amat<br /> merangsangku. Aku menggigit bibir, apalagi Anto ikutan<br /> melakukan hal yang sama pada puting susuku yang sebelah.<br /> Kini dua orang dewasa menyusu pada kedua payudaraku<br /> seperti bayi, dan aku hanya bisa memejamkan mata<br /> berharap mereka segera selesai.<br /> Aku melamunkan suamiku… maafkan aku Albert… aku<br /> bahkan sempat orgasme ketika diperkosa adikmu…<br /> Tak terasa sampai si Seto juga sudah puas menyusu, dan<br /> akhirnya ikatanku dilepaskan. Lega rasanya, walaupun terasa<br /> sakit pada bekas ikatan di kedua pergelangan tanganku. Aku<br /> duduk dan mengurut kedua pergelangan tanganku, dan aku<br /> memandang Arman dengan benci sekaligus takut, karena<br /> dengan rekaman handycam itu, ia pasti akan<br /> menggunakannya untuk mengancamku agar menurutinya<br /> kelak kalau ia menginginkan tubuhku lagi. Ia tersenyum<br /> dengan penuh kemenangan ketika bersama dua kacungnya<br /> melihat hasil rekaman film porno tadi.<br /> Aku malu sekali, dan aku mencari cari pakaian luarku yang<br /> ternyata berserakan tak jauh dari tempat aku digangbang<br /> tadi.<br /> “Sudah puas kalian?”, bentakku dengan jengkel dan<br /> menahan tangis.<br /> Aku memakai pakaianku tanpa bra dan celana dalam.<br /> Keduanya memang sudah tak bisa aku pakai karena tadi<br /> direnggut paksa dari tubuhku hingga robek. Mereka tertawa<br /> tawa dan beberapa saat lamanya mereka menonton<br /> rekaman pemerkosaan terhadap diriku, kemudian Arman<br /> mematikan handycamnya. Ia menghampiriku dan tiba tiba<br /> melumat bibirku.<br /> Aku menarik wajahku ke belakang untuk melepaskan diri<br /> dari ciumannya, lalu aku menamparnya, keras sekali.<br /> “Bajingan kamu Arman! Kamu tega sekali melakukan ini<br /> semua… sekarang antarkan aku pulang!”, kataku lirih, sambil<br /> menangis.<br /> Arman mengelus pipinya yang baru kutampar keras itu dan<br /> memandangku dengan aneh. Aku bergidik ditatap oleh<br /> Arman seperti itu. Lalu Arman melangkah ke arah luar diikuti<br /> oleh kedua kacungnya. Aku mengikuti mereka, dan dengan<br /> tegang aku masuk ke dalam mobil Kijang Innova pembawa<br /> petaka itu. Aku duduk di kursi penumpang depan, Arman<br /> yang menyetir, sementara Anto dan Seto duduk di belakang.<br /> Dalam perjalanan, kami semua diam, sedangkan aku sendiri<br /> dalam ketegangan yang luar biasa, karena aku berada<br /> semobil dengan para pemerkosaku. Tapi untungnya mereka<br /> tak melecehkanku lebih lanjut, dan mobil sialan ini mengarah<br /> ke rumahku.<br /> Ketika aku turun dari mobil, aku mendengar Arman berkata,<br /> “Elly, sampai ketemu lagi, kapan kapan kita main main lagi<br /> ya”.<br /> Dengan muak aku membanting pintu mobil, dan aku segera<br /> masuk ke dalam rumah sambil menahan tangis.<br /> Aku segera melihat anakku. Agak lega melihatnya masih<br /> tertidur pulas.<br /> Aku segera mandi dan keramas, membersihkan tubuhku<br /> yang sudah ternoda oleh adik iparku yang bejat itu, yang<br /> tega menyerahkanku pada dua kacungnya. Aku memang<br /> rindu bermain cinta, tapi itu adalah dengan suamiku sendiri,<br /> bukan dengan Arman, bukan dengan mereka ini. Apalagi<br /> diperkosa seperti tadi, sakit sekali hatiku rasanya. Tanpa<br /> sadar aku kembali menangis.<br /> Aku tahu hari ini adalah hari pertama aku mengalami<br /> penghinaan seperti ini, dan ini bukan hari terakhir.<br /> Terbukti dua hari kemudian, aku mendapat kiriman DVD dari<br /> Arman, yang berisi rekaman pemerkosaan terhadap diriku<br /> oleh dua kacungnya itu, dengan sebuah surat bertuliskan<br /> “Elly, lain kali kita bermain tanpa ikatan pada kedua<br /> tanganmu… kamu pasti akan lebih menikmatinya”.<br /> E N D</span></span><br />
HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-65773886863139129142013-05-24T16:22:00.001-07:002015-07-30T00:23:42.203-07:00Adik Kelasku<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJsCeVdz8_bkCAIBcXkRuFOJQ8N_sPtOkAX-zZCkJiQ8t1RgxF8JwEuuaoUyklKmg8AlFTuf402OWkSkIJpVE998wN75a6s9AK6WC__25qP1ZB8MTF5VKq_7KjRL8lMMaczTyGvnwv1_M/s1600/5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJsCeVdz8_bkCAIBcXkRuFOJQ8N_sPtOkAX-zZCkJiQ8t1RgxF8JwEuuaoUyklKmg8AlFTuf402OWkSkIJpVE998wN75a6s9AK6WC__25qP1ZB8MTF5VKq_7KjRL8lMMaczTyGvnwv1_M/s320/5.jpg" width="240" /></a></div>
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">saat ini. Namaku Nia, lengkapnya Lavenia, aku sangat terkenal di<br /> sekolah, teman-teman kagum akan kecantikanku, apalagi cowok-<br /> cowok, yang sering mengusilliaku dengan menggoda, aku sih<br /> cuek saja, soalnya aku juga senang sih. Aku punya sebuah "geng"<br /> di sekolah, Manda dan Lea adalah teman-teman dekatku.<br /> Kemanapun aku pergi merekaseperti biasanya selalu ada. T<span class="text_exposed_show">ahun<br /> ajaran baru kali ini sudah tiba, banyak adik-adikkelas baru yang<br /> baru masuk kelas 1. Sherry Andhina, nama gadis itu, ia baru<br /> dudukdi kelas 1, tetapi ia sudah terkenal di sekolah ini. Bahkan ia<br /> bisa menyaingiku. Memang dia cantik, lebih cantik dari aku,<br /> kulitnya putihbersih terawat, dengan wajah agak kebule-bulean<br /> dan rambut sebahu, tubuhnya juga bagus, sintal, dan sexy. Baru<br /> 2 bulan bersekolah, nama Sherry sering jadi bahan pembicaraan<br /> cowok-cowok kelas 3 di kantin, ada yang naksir berat, bahkan<br /> kadang-kadang mereka sukaberbagi fantasi seks mereka tentang<br /> Shery. Sherry tidak seperti aku, ia gadis pendiamyang nggak<br /> banyak tingkah. Mungkin itu yang membuat kaum cowok tergila-<br /> gila padanya. Semakin hari Sherry semakin terkenal, keegoisanku<br /> munculketika kini aku bukan lagi jadi bahan pembicaraan cowok-<br /> cowok. Kekesalanku pun memuncak kepada Sherry, akhirnya aku,<br /> Mandadan Lea merencanakan sesuatu, sesuatu untuk Sherry.<br /> Seperti aku, Sherry juga anggota cheerleaders sekolah, siang itu<br /> aku menjalankan rencanaku, aku bohongi Sherry untuk tidak<br /> langsung pulang sekolah nantinya, karena akan ada latihan cheers<br /> yang mendadak, ia menolak, namundengan segala upaya aku<br /> membujuknya sampai ia mau. Sore itu, sekolah sudah sepi,tersisa<br /> aku, Manda, Lea, Sherry dan 4 orang penjaga sekolah. Aku pun<br /> mulai menjalankan rencana ku. "Kak, sampai kapan Sherry mesti<br /> nunggu disini?" "Udah tunggu aja, sebentar lagi!!" Sherry mulai<br /> kelihatan cemas,ia mulai curiga terhadapku. "Sudah beres Non"<br /> Tejo si penjaga sekolah melapor padaku. "Oke" jawabku. Rencana<br /> ini sudah kusiapkan dengan matang, sampai aku membayar 4<br /> penjaga sekolah<br /> untuk mau bekerja sama denganku, bukan hal yang berat bagiku,<br /> aku anak orang kaya. "Ya udah, ikut gue sekarang!!" perintahku<br /> untukSherry. Dengan ragu-ragu, Sherry mengikuti aku, Lea dan<br /> Manda. Kubawa ia ke ruang olahraga sekolah, tempat dimana kita<br /> biasa latihan cheerleaders. Sherry menangis karena bentakan dari<br /> aku, Manda dan Lea, ia terlihat ketakutan, tetapi kami terus<br /> menekannya secara psikologis, sampai ia menagis. "Sherry salah<br /> apa Kak?" ia menangis terisak-isak. "Lo baru masuk sekolah 2<br /> bulan aja udah banyak lagak,lo mau nyaingin kita-kita yang senior?<br /> hormatin dong!!" bentakku "Nggak kok Kak, Sherry nggak begitu"<br /> "Nggak apaan? Nggak usah ngebantah deh, Lo mau nyaingin kita-<br /> kita kan?!" Lea menambahkan bentakanku. Setelah puas<br /> membentak-bentak Sherry, aku memberi tanda kepada Manda.<br /> Tak lama kemudian 4 penjaga sekolah yang sudah kuajak<br /> bekerjasama itu masuk ke ruang olahraga, mereka adalah Tejo,<br /> Andre, Lodi dan Seto. Dari tadi mereka sudah kusuruh menuggu<br /> di luar. Sherry saat itu terkejut dan sangat ketakutan. "He.. he.. he..<br /> ini dia Non Sherry yang ngetop itu" Setoberujar sambil tersenyum<br /> menyeringai. "Cantik banget, sexy lagi.." tambah tejo. Sherry<br /> gemetaran ia terlihat sangat takut. "Sikat aja tuh!!" perintahku pada<br /> 4 pria itu. "Oke, sip bos!! He.. he.. he.." Tejo menyeringai. Manda<br /> yang dari tadi diam mulai menyiapkan sebuah kamera handycam<br /> yang memang bagian dari rencanaku. Seto mencengkram tangan<br /> kanan Sherry, sementara Lodi mencengkram tangan kirinya.<br /> Tubuh Sherry mereka seret ke atas sebuah meja sekolah. Sherry<br /> terlihat sangat ketakutan ia pun menangis sambil menjerit-jerit<br /> minta tolong. "Gue duluan ya" Tejo mendekati Sherry. Aku hanya<br /> tersenyum melihatkeadaan Sherry sekarang, aku puas melihat ia<br /> ketakutan. "Mau apa Pak? Tolong saya, ampun Pak?" Sherry<br /> memohon ampun. Tapi Tejo sudah tidak perdulilagi dengan<br /> permohonan Sherry, ia sudah dibakar oleh nafsu. Perl ahan Tejo<br /> mendaratkan tangannya menyentuh payudara Sherry,Sherry<br /> menjerit ketakutan.<br /> Tanpa menghiraukan teriakan Sherry, Tejo meremas-remas<br /> payudara Sherry perlahan-lahan. "Yang kenceng Jo!!" perintahku.<br /> Tejo mengeraskan cengkramannya di buah dadaSherry. Sherry<br /> berteriak, ia nampak kesakitan, dan aku pun sangat menikmati<br /> ekspresi wajah Sherry saat itu. Dipenuhi nafsu yang membara,<br /> Tejo membuka seragam SMU sherry kancing demi kancing<br /> sampai payudara Sherry yang tertutup BH terlihat. "Gila!! Seksi<br /> banget nih toket,putih banget!!" sahut Tejo sambil tertawa<br /> gembira. Perlahan Tejo menyentuh kulit payudara Sherry, Sherry<br /> pun terlihat gemetaran. "Tolong jangan Pak!!" sahut Sherry<br /> memelas. Seluruh orang di ruangan ini sudah tidak sabar lagi<br /> menyuruh Tejo menanggalkan penutup payudara Sherry itu. Tejo<br /> pun akhirnya melepas BH yang menutupi keindahan payudara<br /> Sherry itu. Aku tergelak menahan ludah, payudara Sherry indah<br /> sekali, mulus, bersih dengan puting yang merah muda merekah,<br /> seksi sekali pikirku. "Abisin aja Pak!!" Lea memintaTejo dengan<br /> wajah cemburu, ia sepertinya iri pada keindahan payudara Sherry.<br /> "Ok Sherry sayang, tenang aja ya? Nggak sakit kok, dijamin<br /> nikmat deh.." Tejo berseloroh, ia terlihat bernafsu sekali seperti<br /> halnya Lodi dan Seto yang masih memegangi tangan Sherry<br /> supaya ia tidak melawan, sementara Andre berdiri dibelakangku<br /> sambil memperhatikan dengan nafsunya. "Jangan Pak!! ampun<br /> Kak!! tolong Sherry.." Sherry memohon dengan wajah pasrah,<br /> namun aku tidak perduli. Sama sepertiku, Tejo juga tidak perduli<br /> dengan permintaan Sherry. Tejo mulai memainkan tangannya di<br /> payudara Sherry, ia mulai meremas perlahan-lahan sambil<br /> sesekali mengelus danmenekan-nekan puting payudara Sherry<br /> dengan jarinya. Lodi dan Seto tidak ketinggalan, mereka<br /> menikmati mulusnya kulit lengan Sherry dengan mengelusnya<br /> dan terkadang mencium dan menjilatinya, aku pun mulai merasa<br /> panas. "Ah.. cukup Pak.. ampun Kak.."Sherry mulai mendesah.<br /> Tejo kian bernafsu, ia memutar-mutar jarinya di sekitar puting<br /> payudara Sherry, akupun bisa membayangkan apa yang<br /> dirasakan Sherry ketika<br /> bagian sensitifnya dirangsang, ia pasti merasa kenikmatan. Melihat<br /> suasana yang panas itu, Andre akhirnya turun tangan, pria hitam<br /> bertubuh gendut itu maju mendekati Sherry. Andre dan Tejo<br /> saling berbagi payudara Sherry, kiri dan kanan, dengan nafsu<br /> mereka mulai memainkan lidah mereka menyapu kulit payudara<br /> Sherry dan menjalar dengan liar di sekitar puting payudara<br /> Sherry, kadang mereka melakukan hisapan dan gigitan kecil di<br /> puting payudara Sherry. Sherry mendesah sambil ketakutan,<br /> terlihat ia baru pertama kali diperlakukan seperti itu. Manda pun<br /> beraksi merekam seluruh kejadian yang menimpa payudara<br /> Sherry dengan seksama melalui handy cam-nya. Tejo<br /> menurunkan ciuman danjilatannya ke perut Sherry yang juga<br /> indah dan mulus, aku cukup terkejut melihat pusar Sherry yang<br /> ditindik itu, terlihat seksi. Setelah puas mencium dan menjilati<br /> daerah pusar Shery. Tejo berhenti dan menyuruh Andreyang<br /> sedang menikmati puting payudara Sherry berhenti. Tejo lalu<br /> mulai menyingkap rok sekolah Sherry, sambil mengelus paha<br /> Sherry. Ia memainkan jarinya menelusuri halusnya paha Sherry<br /> yang mulus dan putih itu. Tangan Tejo perlahan naik menyentuh<br /> selangkangan Sherry yang ditutup celana dalam pink itu. "Jangan<br /> Pak!! Ampun!!" Sherry memohon pada Tejo. Andre pun ikut<br /> mendekat ke Tejo. "Wah, Celana dalam Non Sherry lucu sekali.."<br /> ejek Andre. Tejo yang sudah sangat nafsu perlahan membuka<br /> celana dalam Sherry. Tak berapa lama kemudian, Celana dalam itu<br /> sudah terlepas dari tempatnya. "Wow Non Sherry!! Vaginanya<br /> indah banget!!" Tejo tampak bersemangat. Vagina Sherry<br /> memang terlihat terawat, daerah selangkangannya putih, bersih,<br /> dan Sherry sepertinya tidak suka dengan rambut-rambut yang<br /> tumbuh di sekitar vaginanya,ia membiarkan vaginanya<br /> tertampang mulus tanpa rambut kemaluan. Perlahan tangan Tejo<br /> dan Andre menjelajahi paha, dan sekitarselangkangan Sherry.<br /> Sherryhanya bisa menggeliat kesana kemari menghadapi<br /> rangsangan itu. Tak lama kemudian tangan Tejo dan Andre, tiba di<br /> bagian vital Sherry. Dengan<br /> nafsu membara, Andre membuka bibir vagina Sherry, sementara<br /> Tejo memasukkan jarinya kedalamliang vagina Sherry.<br /> Perlahanjari tangan Tejo menyolok-nyolok vagina Sherry, dan<br /> makin lama gerakannya makincepat. Tubuh Sherry nampak<br /> menegang, sambil mendongakkan wajahnya, Sherry mendesah<br /> perlahan. Tejo dengan pandai memainkan kecepatan<br /> jarinyamenyolok-nyolok vagina Sherry, sementara aku dan<br /> teman-temanku memperhatikan kejadian itu. Setelah hampir 2<br /> menit jari Tejo menembus liang vagina Sherry, dari bibir vagina<br /> Sherry kulihat cairan kewanitaan yang keluar, rupanya Sherry<br /> terangsang. "Wah Non, terangsang nih? Enak ya? Mau lebih<br /> cepat?" "Jangan Pak, tolong!!" Sherrymemohon. Tejo tidak<br /> mempedulikan permohonan Sherry, Jarinya keluar masuk vagina<br /> Sherry dengan cepat. "Ahh.. stop Pak!! Tolong..!" Sherry kelihatan<br /> sangat terangsang, namun ia berusaha melawan. "Ahh..!" Sherry<br /> vaginiak pelan, sepertinya ia hampir mencapai orgasme sambil<br /> menahan kesakitan di lubang vaginanya. "Payah lo!! Baru segitu<br /> aja udah mau orgasme.. cuih.. " aku meledek Sherry, aku<br /> membayangkan jika aku dalam posisi Sherry, pasti aku akan lebih<br /> lama lagi orgasme. "Dasar perek amatir, baru gitu aja udah mau<br /> orgasme!!" Lea ikut mengejek. Tejo menghentikan jarinya yang<br /> menyolok-nyolok vagina Sherry, nampaknya iabelum mau<br /> Sherry mencapai puncaknya. Namun aku sudahtak sabar,<br /> dendam di dadakuterus membara ingin mempermalukan Sherry.<br /> Kutarik jari Tejo keluar dari vagina Sherry, lalu kudorongtubuhnya<br /> menjauhi Sherry. "Lho Non.. saya belum puas nih.." Tejo terlihat<br /> bingung. "Sabar dulu!! Nanti lo dapat giliran lagi!!" bentakku pada<br /> Tejo. Saat kulihat Sherry dihadapanku, nafsu dan amarahku<br /> membara. Aku tak tahan lagi, kujongkokkan tubuhku hingga<br /> wajahku tepat menghadap vagina Sherry. Tertampang jelas<br /> keindahan vagina Sherry di mataku, bibir vaginanya<br /> yangmemerah karena gesekan jari Tejo dan cairan yang<br /> membasahi sekitar selangkangannya membuat aku menahan<br /> ludah. Perlahankudekatkan wajahku ke vagina Sherry, dan kucium<br /> harum vagina Sherry, Ia terlihat sangat merawat daerah vitalnya<br /> ini. Dengan penuh nafsu dan dendam, perlahan kubasuh<br /> vaginanyadengan lidahku. Semua yang ada disitu spontan<br /> terkejut, dan Sherryterlihat sangat kaget. "Waduuh.. Non Nia<br /> ternyata juga mau ngerasain vagina Non Sherry ya?" Andre<br /> berseloroh meledek. "Bilang dong Non dari tadi, kalo gini saya<br /> malah jadi tambah horni nih.." Tejo menimpali. Aku tak perduli<br /> dengan ledekan Tejo dan Andre, yang kupikirkan hanya satu, aku<br /> ingin membuat Sherry malu di tanganku. "Aaah.. Kak.. mau apa<br /> Kak? Jangan Kak.." Sherry mulai merasa terangsang lagi, perlahan<br /> kurasa otot selangkangannya menegang. Kubasuh vagina Sherry<br /> dengan jilatan lidahku, dan kujalari daerah selangkangannya<br /> dengan ciuman dan jilatan erotis. Kutelusuri bibir vagina Sherry<br /> dengan lidahku, sambil kubuka liang vaginanya dengan jariku<br /> supaya lidahku dengan leluasa menjalar di daerah sensitifnya. Tak<br /> berapa lama kutemukan klitoris Sherry, perlahan kujilat dan kuberi<br /> dia hisapan-hisapan kecil dari mulutku. Semua laki-laki yangada<br /> diruangan ini kurasa sangat beruntung menyaksikan dua bunga<br /> sekolah ini terlibat aktivitas seksual. "Ahh.. ah.. ah.." Sherry tak<br /> sanggup berkata-kata lagi, ia hanya bisa berteriak kecil merasakan<br /> rangsangan di klitorisnya. Perlahan tubuh Sherry menggelinjang<br /> kesanakemari, keringatnya makin deras membasahi tubuh dan<br /> seragam sekolahnya. Sampai akhirnya kurasakan vagina Sherry<br /> memuncratkan cairan-cairan kewanitaan yang menggairahkan<br /> membasahi mulutku, tanpa kusadari akupun terangsang dan<br /> menghirup cairan kewanitaan Sherry dalam-dalam. Hampir 5<br /> menit kunikmati vagina Sherry, daerah selangkangannya sudah<br /> sangat basah, sama seperti tubuhnya yang dibanjiri keringat.<br /> Sherry hanya bisa mendesah pasrah sambil menikmati<br /> rangsanganku. Takberapa lama, kurasa otot vaginanya<br /> menegang, Sherryagak terhentak, lalu kedua tangannya tiba-tiba<br /> mencengkram pundakku, ia hampir mencapai puncak. Saatitu<br /> pula kuhentikan jilatanku, lalu menarik nafas istirahat.<br /> Sherry terkulai lemas, tubuhnya tergeletak tak berdaya diatas meja<br /> sambil perlahan mencoba mengumpulkan nafas. Tejo, Seto, Lodi<br /> dan Andre hanya bisa terpaku menatap aku dan Sherry,<br /> sementara Lea dan Manda terlihat puas melihat "siksaan"ku<br /> terhadapSherry. Aku berdiri setelah istirahat sejenak. "Gilaa!! Non<br /> Nia hebat!! Saya jadi horni banget nih lihat cewek lesbian kayak<br /> gitu" Seto angkat bicara. Kutatap Sherry yang terkulai lemas<br /> dengan pandangan nafsu dan dendam. Kulebarkan kedua kaki<br /> Sherry sampai ia mengangkang. Kutarik pinggulnya sampai sisi<br /> meja. Kali ini akan aku buat ia orgasme. Kutanggalkan rok<br /> sekolahku lalu kulepas celana dalamku. Semua pria yang ada disitu<br /> tergelak menahan ludah, menanti kejadian selanjutnya.<br /> Kubukaseragam sekolahku karena udara sudah sangat panas,<br /> sambil kutanggalkan BH-ku, begitu juga dengan Sherry, kubuat ia<br /> telanjang bulat. Posisi kaki Sherry yang mengangkang membuat<br /> vaginanya melebar, membukabibir vaginanya, dan itu<br /> membuatku terangsang. Kuangkat kaki kiriku keatas meja, lalu<br /> kudekatkan selangkanganku ke selangkangan Sherry. Posisi<br /> tubuhku dan Sherry Seperti dua gunting yang berhimpitanpada<br /> pangkalnya. Dengan nafsu yang membara kugesekkan vaginaku<br /> dengan vagina Sherry yang masih terkulai lemas itu. "Hmm..<br /> aah.. cukup Kak.. aah.."Sherry mendesah memohon padaku.<br /> Tanpa perduli pada Sherry, aku yang sudah dibakar nafsu terus<br /> melaju. Sementara Pria-pria yang ada disana mulai mengeluarkan<br /> kemaluan mereka kemudian melakukan onani sambil<br /> menyaksikan aku dan Sherry. Semakin lama semakin kupercepat<br /> gesekkan vaginaku, sambil kulihat wajah Sherry yang cantik itu<br /> dengan nafas memburu, membuatku kian terangsang. Tubuhku<br /> dan Sherry bergerak seirama, kurasakan keringat mengucur dari<br /> tubuhku, sertavaginaku kian basah oleh cairan kewanitaanku yang<br /> bercampur dengan cairan kewanitaan Sherry. Selama hampir 5<br /> menit kupacu tubuh Sherry, dan tiap detik pun kurasakan<br /> kenikmatan dan rasa dendam yang terbayar. Di tengah deru<br /> nafasku yang<br /> saling memacu dengan nafas Sherry, tiba-tiba kumerasa sesosok<br /> tubuh besar memelukku dari belakang. Ternyata itu Andre, pria<br /> hitam bertubuh gendut itu sudah telanjang bulat dan memeluk<br /> tubuhku sambil memainkan jemarinya di puting payudaraku.<br /> "Saya juga ikutan ya Non Nia? Habis Non Nia bener-bener hot sih"<br /> permintaan Andre kuturuti tanpa menjawab, sebab jarinya yang<br /> memilin puting payudaraku semakin membuat aku berenang<br /> dalamlautan kenikmatan. Kulirik Sherry yang menarik nafas<br /> terengah-engah dan kulihat tubuhnya mulai menggelinjang<br /> merasakan kenikmatan. Kupercepat gerakanku, sambil mencoba<br /> untuk mengatur nafas, tiba-tiba sebuah benda kurasa menyentuh<br /> pantatku lalu menelusup diantara belahannya. Aku mendengar<br /> Andre melenguh, ternyata benda itu adalah penisnya yang<br /> menegang dan berusaha meyodok lubang anusku. "Non Nia, saya<br /> nggak tahan lagi nih.." permintaan Andre kupenuhi, kubiarkan<br /> penisnya masuk ke lubang anusku. Dengan sedikit hentakan, penis<br /> Andre menerobos masuk anusku. Kurasakan benda itu berukuran<br /> besar, memenuhi lubang anusku. "Aaah.. lobang Non Nia masih<br /> rapet banget nih.." Andre mencoba menekan pinggulnyauntuk<br /> memasukkan seluruh batang penisnya. Sambil terus kupacu<br /> tubuh Sherry, Andre juga mulai memompa penisnya di lubang<br /> anusku. Tak berhenti, Andre menjelajahi bagian atas tubuhku<br /> dengan tangannya. Kejadian ini berlangsung hampir 7 menit<br /> sebelum, Sherry berteriak kencang memperoleh puncak<br /> kenikmatannya. Tak berapa lama kemudian giliranku dan Andre<br /> yang mencapai orgasme bersamaan, ditandaisemburan<br /> spermanya di lubang anusku. Aku sangat lelah, tubuhku basah<br /> oleh keringat, namun aku sangat puas, puas karena<br /> dendamkuterbayar dan puas atas kenikmatan yang kuperoleh tadi.<br /> Kubiarkan Sherry beristirahat selama kurang lebih 5 menit, sampai<br /> akhirnya "penyiksaan" ini dimulai lagi. Aku duduk menjauh dari<br /> Sherry, kali ini kuputuskan menjadi penonton saja. Tongkat<br /> komando kini dipegang Lea, ia kini yang memerintah semua yang<br /> ada disitu. Tejo, Lodi dan Seto<br /> mendekati tubuh Sherry yangtergeletak tak berdaya. Lea memberi<br /> tanda pada Seto yang dijawab dengan anggukan kepalanya. Seto<br /> memegang p inggul Sherry yang lemas itu kemudian memutar<br /> tubuhnya. Posisi Sherry kini telungkup denganmemperlihatkan<br /> bulatan pantatnya yang padat berisi. "Nah, Non Sherry siap-siap<br /> ya!" Seto berujar sambil mengangkat pinggul Sherry sampai ia<br /> dalam posisi menungging. Sherry cuma bisa menunggu siksaan<br /> apa lagi yang akan diterimanya dengan pasrah. Meski tubuh<br /> Sherry tampak lemas, ia masih saja menggairahkan. Seketika saja<br /> Sherry mendesah pelan, Seto dengan nafsunya meremas<br /> bongkahan pantat Sherry sambil mengelusnya. "Hajar aja!!"<br /> perintah Lea. Setelah mendengar perintah Lea, Seto yang sudah<br /> menunggu dari tadi langsung melesakkan penisnya yang<br /> menegang itu ke lubang vagina Sherry. Wajah Sherryterlihat<br /> terkejut sambil menahan sakit. Ukuran penis Seto yang besar<br /> memaksa masuk ke lubang vagina Sherry yang rapat itu.<br /> Sherryberteriak tiap kali Seto mendorong penisnya masuk.<br /> "Vagina Non Sherry rapet banget nih, aahh.." Seto berkata sambil<br /> mendorong penisnya lagi memasuki vagina Sherry. Setelah<br /> seluruh penis Seto masuk dalam lubang vagina Sherry, seto<br /> berhenti sejenak, ia membiarkan Sherry mengambil nafas sejenak.<br /> Namun Seto tidak membiarkan Sherry berlama-lama, perlahan-<br /> lahan ia mulaimemompa penisnya didalam vagina Sherry.<br /> Gerakan Seto makin cepat, deru nafas Sherry dan Seto terdengar<br /> keras dibarengi gerakan mereka yang seirama. Sambil terus<br /> memompa penisnya, Seto memainkan tangannya menjelajahi<br /> pantat dan pinggul Sherry yang basah oleh keringat. Sekali lagi Lea<br /> memberi tanda, Seto mempercepat lagi gerakannya, membuat<br /> tubuh Sherry bergerak kian liar. Tejo maju menghampiri Sherry,<br /> ia berdiri di depan wajahnya. Tejo mengangkat tubuh Sherry<br /> sampai ia dalamposisi merangkak. "Aaah.. cukup Pak.. ah.."<br /> Sherry memohon pada Tejo. Dengan senyum mengejek Tejo<br /> memaksa Sherry membuka mulutnya. Dengan nafsu yang<br /> membara ia memaksa penisnya masuk ke bibir mungil Sherry.<br /> "Ayo isep penis saya Non!! isep!!" Paksa Tejo. Karena ketakutan,<br /> Sherry dengan pasrah menerima batangan penis Tejo menembus<br /> bibirnya. Besarnyapenis Tejo nampak memenuhiseluruh mulut<br /> Sherry. Tak bisa kubayangkan betapa puasnya Tejo, ketika gadis<br /> SMU secantik Sherry kini sedang mengulum penisnya. Dari jauh<br /> kulihat Sherry menangis, airmata jatuh ke pipinya, ia merasa<br /> terhina dan jijik. Dendamku benar-benar terbalas, Sherry benar-<br /> benar menderita. Dibalik semua itu aku juga merasa kasihan<br /> padanya. Tejo mulai memompa penisnya, melakukan gerakan<br /> maju mundur dihadapan wajah Sherry. Kini mulut dan vagina<br /> Sherry telah dipompa dua batang penis. Keringat membasahi<br /> seluruh tubuhnya, membuat tubuh Sherry terlihat berkilauseksi.<br /> Hanya Lodi saja yang belum menikmati Sherry, kini ia naik keatas<br /> meja, lalu memposisikan dirinya diatas punggung Sherry seolah-<br /> olah ia sedang menaiki kuda. Lodi meletakkan penisnya diatas<br /> punggung Sherry, sambil kemudian ia gesekkan.Tangan lodi<br /> menjelajah kedua payudara Sherry yangtergantung. Tiga orang<br /> itu sekaligus menikmati tubuh Sherry, tak bisa kubayangkan<br /> perasaan Sherry saat ini. Vagina, mulut, punggung, payudara,<br /> hampir seluruh bagian tubuhnya dirangsang. Kulihat Seto<br /> berejakulasi di dalam liang vagina Sherry, sperma yang melimpah<br /> keluar dari penis Seto mengalir keluar melalui liang vagina Sherry,<br /> seketika itu juga Sherry bergumam sembari<br /> menaikkanpinggulnya, ia berorgasme. Setelah Seto puas<br /> membasahivagina Sherry dengan spermanya, giliran Lea<br /> menggantikan posisi Seto. Dengan liar, Lea menjilati vagina Sherry<br /> yang masih basah oleh sperma Seto. Selang berapa menit<br /> kemudian Tejo berejakulasi, ia berteriak kencang memanggil nama<br /> Sherry sembari memuncratkan spermanya di wajah Sherry,<br /> kulihat Sherry menerima semburan sperma itu di sekitar bibir dan<br /> pipinya, bahkan ia menelannya, mungkin Sherry sudah pasrah<br /> dan memilih untuk menikmati kejadian ini. Setelah Tejo, giliran<br /> Lodi berejakulasi diatas punggungSherry. Sperma lodi nampak<br /> membasahi kulit punggung<br /> Sherry yang putih mulus. Andre yang dari tadi diam, bergerak<br /> menggantikan Lea yang kini merubah posisi Sherry menjadi<br /> terlentang, lalu memegangi tangan Sherry keatas. Penis Andre<br /> yang ekstra besar itu menembus vagina Sherry, dan dengan liar<br /> memompa tubuh Sherry. Sherry yang sudah sangat lelah hanya<br /> mendesah pelan sambil menikmati. Hampir 10 menit Andre<br /> memompa penisnya didalam vagina Sherry sampai akhirnya<br /> gerakan Andre dipercepat, Sherry berteriak, pinggulnya naik,<br /> tubuhnya nampak bergetar, ia kembali berorgasme. Tidak lama<br /> kemudian Andre berejakulasi di luar vagina Sherry, ia membiarkan<br /> spermanya jatuhmembasahi selangkangan Sherry. Suasana sunyi<br /> hanya terdengar desah nafas Sherry yang mencoba mengatur<br /> kembali nafasnya. Tubuhnya basah oleh keringat,<br /> selangkangannya dipenuhi sperma, Sherry hanya tergeletak diatas<br /> mejaitu. Kubayar uang yang kujanjikan pada Tejo, Andre,Seto dan<br /> Lodi. Mereka lalu pergi meninggalkan ruangan ini dengan senyum<br /> puas. "Nah, sekarang kapok kan lo?" bentak Lea kepada Sherry.<br /> "Makanya jangan macam-macam, kalo lo bilang-bilang kejadian ini<br /> sama siapapun, rekaman video tentang lo bakal gue sebar luas!!<br /> Terus lo bisa jadi bintang porno terbaru dan terkenal, he.. he.. he..<br /> " ancamku pada Sherry. "Sekarang lo bilang!! Gimana rasanya<br /> tadi?! Ayo jawab!!" bentak Lea. "Kok diem aja?! Ayo jawab tolol!!"<br /> bentakku. "Enak Kak.." jawab Sherry ketakutan. "Enak?! lo seneng<br /> dientot?!" bentak Lea lagi. "Iya Kak.. enak sekali.. nikmat.." Sherry<br /> menjawab. "Lo mau lagi?!" Manda yang dari tadi diam kini bicara.<br /> "Ma..mau Kak.." jawab Sherry.<br /> Aku, Lea dan Manda saling berpandangan sambil tersenyum. Ya,<br /> akhirnya Sherry kini menjadi bagian gengku, geng gila seks yang<br /> suka sekali mencari kenikmatan, haus akan hal-hal berbau seks.<br /> Dan si cantik Sherry, adik kelasku menjadi bagian yang tak<br /> terpisahkan dalam petulangan seks ku selanjutnya. E N D</span></span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-1537027634121113522013-05-24T16:18:00.001-07:002013-05-24T16:18:40.109-07:00Kisah Pemerkosaan SMA<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgcsfDyo6FlCCRGvAv48WdoSNjpAGb5H06TSvaUcOoscVzVUFVU7_yWJOZSpw7oXRf1kPGHHkUzXxM8D21gsJU5yj_PnTze6rp_c_xFkOjwK4uHskwfRYa3jzKo1Hn2KvrMU8_gd-IdMI/s1600/515.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgcsfDyo6FlCCRGvAv48WdoSNjpAGb5H06TSvaUcOoscVzVUFVU7_yWJOZSpw7oXRf1kPGHHkUzXxM8D21gsJU5yj_PnTze6rp_c_xFkOjwK4uHskwfRYa3jzKo1Hn2KvrMU8_gd-IdMI/s320/515.jpg" width="320" /></a></div>
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">Di sekolah ini aku dan Dol bekerja sendirian. Kami sengaja hidup<br /> berpindah-pindah tempat. Kami bukanlah pekerja tetap di sekolah<br /> negeri ini, aku hanya mendapat order sebagai cleaning service.<br /> Kami tidak dibayar mahal namun aku memiliki kebebasan untuk<br /> tinggal di lingkungan sekolah ini. Maklumlah aku adalah perantau<br /> yang hidup nomaden.<br /> Diantara gadis-gadis di sekolah tempatku<span class="text_exposed_show"> bekerja, ada salah<br /> seorang yang paling menonjol. Aku sangatlah hafal dengannya.<br /> Karena memang dia cantik, lincah dan aktif dalam kegiatan<br /> sekolah, sehingga akupun sering melihat dia mondar-mandir di<br /> sekolahan ini. RATRI namanya. Postur tubuhnya besar, wajahnya<br /> cantik dan manis, kulitnya putih bersih serta wangi selalu,<br /> rambutnya lurus panjang sepunggung dan selalu diurai.<br /> Penampilannyapun modis sekali, seragam sekolah yang<br /> dikenakannya selalu berukuran ketat, rok seragam abu-abunya<br /> berpodolgan sejengkal diatas lutut sehingga pahanya yang putih<br /> mulus itu terlihat, ukuran roknyapun ketat sekali membuat<br /> pantatnya yang sekal itu terlihat menonjol, sampai-sampai garis<br /> celana dalamnyapun terlihat jelas melintang menghiasi lekuk<br /> pantatnya, tak lupa kaos kaki putih selalu menutupi betisnya yang<br /> putih mulus itu.<br /> Tidak bisa kupungkiri lagi aku tengah jatuh cinta kepadanya.<br /> Namun perasaan cintaku kepada Ratri lebih didominasi oleh nafsu<br /> sex semata. Gairahku memuncak apabila aku memandanginya<br /> atau berpapasan dengannya di saat aku tengah bekerja di sekolah<br /> ini. Ingin aku segera meyetubuhinya. Banyak sudah WTS-WTS<br /> kunikmati akan tetapi belum pernah aku menikmati gadis<br /> perawan muda yang cantik dan sexy seperti Ratri ini. Aku ingin<br /> mendapatkan kepuasan itu bersama dengan Ratri. Informasi<br /> demi informasi kukumpulkan dari orang-orang di sekolah itu, dari<br /> penjaga sekolah, dari tukang parkir, dari karyawan sekoah.<br /> Dari merekalah aku mengetahui nama gadis itu. Dan dari orang-<br /> orang itupun aku tahu bahwa gadis yang bernama lengkap Ratri<br /> ********* (nama kusamarkan) adalah seorang siswi yang duduk<br /> di kelas 3 SMA, umurnya baru 18 tahun. Beberapa saat yang lalu<br /> dia merayakan hari ulang tahunnya yang ke-18 di kantin sekolah<br /> ini bersama teman-temannya sekelas. Diapun termasuk siswi<br /> yang berprestasi, aktif dalam kegiatan OSIS di sekolah ini. Dan<br /> yang informasi terakhir yang kudapat bahwa dia ternyata adalah<br /> salah seorang murid yang akan diberangkatkan ke luar negeri,<br /> bulan depan dalam rangka pertukaran pelajar antar SMA.<br /> Kini di saat sekolah telah sepi, salah satu dari gadis-gadis anggota<br /> OSIS tadi itu tengah merintih-rintih dihadapanku. Dia adalah gadis<br /> yang terakhir kalinya masih tersisa didalam sekolah ini, yang<br /> sedang asyik bercanda ria dengan temannya melalui HP-nya,<br /> semetara yang lainnya telah meninggalkan halaman sekolah.<br /> Beberapa menit yang lalu melalui sebuah pergulatan yang tidak<br /> seimbang aku telah berhasil meringkusnya dengan mudah,<br /> kedua tangannya kuikat dengan kencang kebelakang tubuhnya,<br /> dan mulutnya kusumpal dengan kain gombal. Setelah itu kuseret<br /> tubuhnya ke massal olahraga yang berada di bagian belakang<br /> bangunan sekolah ini.<br /> Tidak salah salah lagi gadis itu adalah Ratri, gadis cantik sang<br /> primadona sekolah ini yang telah lama kuincar. Aku sangat hafal<br /> dengan kebiasaannya yaitu menunggu jemputan supirnya dikala<br /> selesai rapat OSIS sore dan sang supir selalu terlambat datang<br /> setengah jam dari jam bubaran rapat. Sehingga dia paling akhir<br /> meninggalkan halaman sekolah. Kini dia meringkuk dihadapanku,<br /> dengan tangisannya yang teredam oleh kain gombal yang<br /> kusumpal di mulutnya. Sepertinya dia memohon-mohon<br /> sesuatu padaku tetapi apa peduliku, air matanya nampak<br /> mengalir deras membasahi wajahnya yang cantik itu. Sesekali<br /> nampak dia meronta-ronta mencoba melepaskan ikatan tali<br /> tambang yang mengikat erat di kedua tangannya, namun sia-sia<br /> saja, aku telah mengikat erat dengan berbagai simpul. Posisinya<br /> kini bersujud dihadapanku, tangisannya kian lama kian<br /> memilukan, aku menyadari sepenuhnya bahwa dia kini tengah<br /> berada dalam rasa keputusasaan dan ketakutan yang teramat<br /> sangat didalam dirinya.<br /> Kutatap tajam dan kupandangi tubuh gadis cantik itu, indah nian<br /> tubuhnya, kulitnya putih bersih, pantatnya sekal berisi. Kunikmati<br /> rintihan dan tangis gadis cantik yang tengah dilanda ketakutan itu,<br /> bagai seseorang yang tengah menikmati alunan musik didalam<br /> ruangan sepi. Suara tangisnya yang teredam itu memecahkan<br /> kesunyian massal olahraga di sekolah yang tua ini. Sesekali dia<br /> meronta-ronta mencoba melepaskan tali ikatan yang mengikat<br /> kedua tangannya itu. Lama kelamaan kulihat badannya mulai<br /> melemah, isak tangisnya tidak lagi sekeras tadi dan sekarang dia<br /> sudah tidak lagi meronta-ronta mungkin tenaganya telah habis<br /> setelah sekian lamanya menagis meraung-raung dengan<br /> mulutnya yang telah tersumbat. Sepertinya didalam hatinya dia<br /> menyesali, kenapa Pak Jos supirnya selalu terlambat<br /> menjemputnya, kenapa tadi tidak menumpang sahabat karibnya<br /> yang tadi mengajaknya pulang bareng, kenapa tadi tidak<br /> langsung keluar dari lingkungan sekolah di saat latihan usai,<br /> kenapa malah asyik melalui HP bercanda ria dengan sahabatnya<br /> yang lain. Yah, semua terlambat untuk disesali pikirnya, dan saat<br /> ini sesuatu yang mengerikan akan terjadi pada dirinya.<br /> “Beres Gol, pintu pagar depan sudah gue tutup dan<br /> gembok” terdengar suara dari seseorang yang tengah<br /> memasuki massal. Ternyata Dol dengan langkah agak<br /> gontai dia menutup pintu massal yang mulai gelap ini.<br /> “OK sip, gue udah beresin nih anak, tinggal kita pake aja”<br /> ujarku kepada Dol sambil tersenyum.<br /> Kebetulan malam ini Pak Marijan sang penjaga sekolah beserta<br /> keluarganya yang tinggal di dalam lingkungan sekolah ini yaitu<br /> sedang pulang kampung, baru besok lusa mereka kembali ke<br /> sekolah ini. Mereka langsung mempercayakan kepada kami untuk<br /> menjaga sekolah ini selama mereka pergi. Maka tinggallah kami<br /> berdua bersama dengan Ratri yang masih berada didalam<br /> sekolah ini. Pintu gerbang sekolah telah kami rantai dan kami<br /> gembok sehingga orang-orang menyangka pastilah sudah tidak<br /> ada aktifitas atau orang lagi didalam gedung ini. Pak Jos sang<br /> supir yang menjemput Ratri pastilah berpikiran bahwa Ratri telah<br /> pulang, setelah melihat keadaan sekolah itu.<br /> Kupandang lagi tubuh Ratri yang lunglai itu, badannya bergetar<br /> karena rasa takut yang teramat sangat didalam dirinya. Hujanpun<br /> mulai turun, ruangan didalam massal semakin gelap gulita angin<br /> dinginpun bertiup masuk kedalam massal itu, Dol menyalakan<br /> satu buah lampu TL yang persis diatas kami, sehingga cukup<br /> menerangi bagian disekitar kami saja. Mulailah kubuka bajuku<br /> satu per satu, hingga akhirnya aku telanjang bulat. Batang<br /> kemaluanku telah lama berereksi semenjak meringkus Ratri di<br /> teras sekolah tadi.<br /> “Gue dulu ya” ujarku ke Dol.<br /> “Ok boss” balas Dol sambil kemudian berjalan<br /> meninggalkan aku keluar massal.<br /> Kudekati tubuh Ratri yang tergolek dilantai, kuraba-raba<br /> punggung gadis itu, kurasakan detak jantungnya yang berdebar<br /> keras, kemudian tanganku turun hingga bagian pantatnya yang<br /> sekal itu, kuusap-usap pantatnya dengan lembut, kurasakan<br /> kenyal dan empuknya pantat itu sambil sesekali kutepok-tepok.<br /> Badan Ratri kembali kurasakan bergetar, tangisnya kembali<br /> terdengar, sepertinya dia kembali memohon sesuatu, akan tetapi<br /> karena mulutnya masih tersumbat suaranyapun tidak jelas dan<br /> aku tidak memperdulikannya. Dari daerah pantat tanganku turun<br /> ke bawah ke daerah lututnya dan kemudian menyelinap masuk<br /> kedalam roknya serta naik ke atas kebagian pahanya. Kurasakan<br /> lembut dan mulus sekali paha Ratri ini, kuusap-usap terus<br /> menuju ke atas hingga kebagian pangkal pahanya yang masih<br /> ditutupi oleh celana dalam. Karena sudah tidak tahan lagi,<br /> kemudian aku posisikan tubuh Ratri kembali bersujud, dengan<br /> kepala menempel dilantai, dengan kedua tangannya masih terikat<br /> kebelakang. Aku singkapkan rok seragam abu-abu SMUnya<br /> sampai sepinggang.<br /> “Waw indah nian gadis ini” gumamku sambil melototi<br /> paha dan pantat sekal gadis ini.<br /> Kemudian aku lucuti celana dalamnya yang berwarna putih itu,<br /> terlihatlah dua gundukan pantat sekal gadis ini yang putih bersih.<br /> Sementara Ratri terus menagis kini aku memposisikan diriku<br /> berlutut menghadap ke pantat gadis itu, kurentangkan kedua<br /> kakinya melebar sedikit. Dengan jari tengahku, aku coba meraba-<br /> raba selangkangan gadis ini. Di saat jari tengahku menempel pada<br /> bagian tubuhnya yang paling pribadi itu, tiba-tiba tubuh gadis ini<br /> mengejang. Mungkin saat ini pertama kali kemaluannya disentuh<br /> oleh tangan seorang lelaki. Di saat kudapatkan bibir kemaluannya<br /> kemudian dengan jariku itu, aku korek-korek lubang<br /> kemaluannya. Dengan maksud agar keluar sedikit cairan<br /> kewanitaannya dari lubang kemaluannya itu. Tubuhnya seketika<br /> itu menggeliat-geliat di saat kukorek-korek lubang kemaluannya,<br /> suara desahan-desahanpun terdengar dari mulut Ratri, tidak lama<br /> kemudian kemaluannya mulai basah oleh cairan lendir yang<br /> dikeluarkan dari lubang vaginanya. Setelah itu dengan segera<br /> kucabut jari tengahku dan kubimbing batang kemaluanku dengan<br /> tangan kiriku kearah bibir vagina Ratri. Pertama yang aku pakai<br /> adalah gaya misionaris, ini adalah gaya favoritku. Dan…<br /> “Hmmmpphhhh” terdengar rintihan dari mulut Ratri di<br /> saat kulesakkan batang kemaluanku ke bibir vaginanya.<br /> Dengan sekuat tenaga aku mulai mendorong-dorong batang<br /> kemaluanku masuk kelubang kemaluannya. Rasanya sangat seret<br /> sekali, karena sempitnya lubang kemaluan gadis perawan ini. Aku<br /> berusaha terus melesakkan batang kemaluanku kelubang<br /> kemaluannya dengan dibantu oleh kedua tanganku yang<br /> mencengkram erat pinggulnya. Kulihat badan Ratri mengejang,<br /> kepala mendongak ke atas dan sesekali menggeliat-geliat. Aku<br /> tahu saat ini dia tengah merasakan sakit dan pedih yang tiada<br /> taranya. Keringat terus mengucur deras membasahi baju<br /> seragam sekolahnya, namun harum wangi parfumnya masih<br /> terus tercium, membuat segarnya aroma Ratri saat itu, rintihan-<br /> rintihan terdengar dari mulutnya yang masih tersumpal itu. Dan<br /> akhirnya setelah sekian lamanya aku terus melesakkan batang<br /> kemaluanku, kini bobol sudah lubang kemaluan Ratri. Aku telah<br /> berhasil menanamkan seluruh batang kemaluanku kedalam<br /> lubang vaginanya. Kurasakan kehangatan disekujur batang<br /> kemaluanku, dinding vagina Ratri terasa berdenyut-denyut seperti<br /> mengurut-urut batang kemaluanku. Sejenak kudiamkan batang<br /> kemaluanku tertanam didalam lubang vaginanya, kunikmati<br /> denyutan-demi denyutan dinding vagina Ratri yang<br /> mencengkram erat batang kemaluanku. Selanjutnya kurasakan<br /> seperti ada cairan mengucur mengalir membasahi batang<br /> kemaluanku dan kemudian meluber keluar menetes-netes.<br /> “Ah, ternyata itu darah, berarti aku telah merenggut<br /> keperawanan dari gadis cantik ini.” batinku.<br /> Sementara itu kepala Ratri kembali tertunduk dilantai, desah<br /> nafasnya terdengar keras, badannya melemas. Setelah itu, aku<br /> mulai memompakan kemaluanku didalam lubang vaginanya.<br /> Kedua tanganku yang mencengkram erat pinggulnya juga<br /> membantu memaju mundurkan tubuhnya. Badan Ratri kembali<br /> tegang, rintihan kembali terdengar. Semakin lama aku semakin<br /> mempercepat gerakanku, hingga tubuh Ratri tersodok-sodok<br /> dengan cepat sesekali, badannya juga menggeliat-geliat. Raut<br /> mukanya meringis-ringis akibat rasa sakit diselangkangannya.<br /> Hujanpun mulai turun dengan deras dan aku ingin menikmati<br /> rintihan-rintihan dari gadis ini. Sementara aku terus menyodok-<br /> nyodok dari belakang, aku putuskan untuk membuka gombal<br /> yang sedari tadi membekap mulutnya. Dan…<br /><span> “Aakkk…akkkhh…oohh...ooh…iihh…</span><wbr></wbr><span class="word_break"></span>oohh...” suara<br /> erangan Ratri kini terdengar, kunikmati suara-suara itu<br /> sebagai penghantar diriku yang tengah menyetubuhi<br /> gadis ini.<br /> Suaranya menggema diseluruh massal olahraga ini, namun<br /> masih tertelan oleh suara derasnya hujan diluar. Ratri semakin<br /> terlihat kepayahan, tubuhnya melemah namun aku masih terus<br /> menggenjotnya, gerakanku semakin cepat. Bosan dengan posisi<br /> itu aku cabut kemaluanku dari lubang vaginanya dan kulihat<br /> darah berceceran membasahi selangkangannya dan kemaluanku.<br /> Sejenak Ratri mendesahkan nafas lega, kubalik tubuhnya, dan kini<br /> posisi dia terlentang. Setelah itu kurentangkan kedua kakinya dan<br /> kulipat hingga kedua pahanya menyentuh dadanya. Kulihat jelas<br /> kemaluan gadis ini, indah sekali. Bulu-bulunya yang masih<br /> jarang-jarang itu tumbuh menghias disekitar bibir kemaluannya.<br /> “Ohh...jangann mas…ampun mas...ooohh sakittt<br /> sekali...mas” terdengar Ratri merintih pelan memohon<br /> belas kasihan kepadaku.<br /> Dengan menyeringai aku tindih tubuh Ratri itu. Kembali aku<br /> benamkan batang kemaluanku didalam lubang vaginanya.<br /> “Aakkhh” Ratri terpekik matanya terpejam, roman<br /> mukanya kembali meringis kesakitan dikala aku<br /> menanamkan batang kemaluanku kedalam lubang<br /> kemaluannya.<br /> Setelah itu aku kembali memompakan tubuhku, menggenjot<br /> tubuh Ratri. Batang kemaluanku dengan gaharnya mengaduk<br /> aduk, menyodok-nyodok lubang kemaluannya. Tubuh Ratri<br /> kembali tersodok-sodok. Sesekali kuputar-putar pinggulku, yang<br /> membuat tubuh Ratri kembali kelojotan, dari bibir Ratri terdengar<br /> desahan-desahan halus<br /> “Ohh…enngghh…oohh…ohhh…oohh”<br /> Setelah sekian menit lamanya aku menyetubuhinya, aku<br /> merasakan diriku akan berejakulasi. Segera kupeluk kepalanya<br /> dan kucengkram erat dengan kedua tanganku setelah itu irama<br /> gerakanku kupercepat.<br /> “Aakkhhh…” akupun menejan, tubuhku mengeras.<br /> Croot…croottt…croott… akupun berejakulasi, kusemprotkan<br /> spermaku didalam rahimnya. Banyak sekali sperma yang<br /> kukeluarkan menyemprot membasahi liang vaginanya hingga<br /> meluber keluar meleleh membasahi pahanya. Kulihat raut muka<br /> Ratri saat itu nampak panik, sinar matanya menunjukkan<br /> kekalahan dan kepedihan. Dengan tatapan sayu dia<br /> memandangiku di saat aku mengejan menyemprotkan<br /> spermaku yang terakhir. Ahh nikmat sekali gadis ini, baru kali ini<br /> aku merengut keperawanan seorang gadis kota yang cantik.<br /> Setelah itu akupun merebahkan tubuhku menindih tubuhnya<br /> yang lemah, sambil mengatur nafasku. Tubuhku berguncang-<br /> guncang akibat dari isakan-isakan tangisnya serta nafasnya yang<br /> tersengal-sengal, sementara itu kemaluanku kubiarkan tertanam<br /> didalam lubang kemaluannya. Kubelai-belai rambutnya, kukecup-<br /> kecup pipi dan bibirnya. Terasa lembut sekali bibirnya, kumainkan<br /> lidahku didalam mulutnya, sejenak aku bercumbu mesra dengan<br /> Ratri. Dia hanya terisak-isak dengan nafas yang terus tersengal-<br /> sengal. Akhirnya kusudahi permainanku ini, aku bangkit sambil<br /> mencabut kemaluanku.<br /> “Ouugghhhh…” Ratri merintih panjang saat kutarik<br /> kemaluanku keluar dari lubang vaginanya.<br /> Kulihat diselangkangannya telah penuh dengan cairan-cairan<br /> kental dan darah penuh membasahi bulu-bulu kemaluannya. Tak<br /> kusadari Dol ternyata telah berdiri didekatku, dan rupanya dia<br /> telah telanjang bulat menunggu gilirannya, badannya yang kekar<br /> dan tinggi itu nampak semakin sangar dengan banyaknya<br /> gambar-gambar tatto yang menghiasi sekujur dada dan<br /> lengannya. Dengan rasa toleran sebagai seorang sahabat, akupun<br /> menyingkir dari tubuh Ratri yang tergolek lemas dilantai. Aku<br /> ambil jarak beberapa meter dari tubuh Ratri kemudian aku<br /> kembali merebahkan tubuhku. Dengan tiduran terlentang dilantai<br /> aku menggali kembali rasa nikmatku setelah melampiaskan<br /> nafsuku ke Ratri tadi. Sedang asyik-asyiknya aku istirahat,<br /> terdengar olehku bunyi sesuatu, srett…sreettt…sreett…brett...<br /> diikuti oleh isak tangis Ratri yang terdengar kembali. Setelah<br /> kuperhatikan, oh ternyata Dol dengan sebuah pisau cutter<br /> ditangannya tengah sibuk merobek-robek baju seragam Ratri.<br /> Dengan kasarnya Dol mencabik-cabik baju seragam putih Ratri,<br /> termasuk BH putih yang dikenalkannya. Dan akhirnya kini badan<br /> Ratri telah telanjang, kedua buah payudaranya yang putih mulus<br /> namun tidak begitu besar kini terpampang jelas. Termasuk juga<br /> rok abu-abu yang melilit dipinggangnya setelah kusingkap tadi<br /> dirobek-robeknya, hanya sepasang kaos kaki putih setinggi<br /> betisnya serta sepatu kets masih dikenakannya.<br /> “Ouuhh…ammpuunn…mas…ampun…” suara Ratri<br /> terdengar lirih memohon-mohon ampun ke Dol yang<br /> sepertinya tengah kalap kemasukan setan itu.<br /> Setelah itu dengan kain gombal yang tadi menyumpal mulut<br /> Ratri, Dol membersihkan daerah selangkangan Ratri. Dengan<br /> sedikit kasar Dol mengusap-usap selangkangan Ratri sampai-<br /> sampai tubuh Ratri menggeliat-geliat. Akupun kembali<br /> merebahkan tubuhku dan mengatur nafasku.Sementara itu hujan<br /> diluar mulai reda, namun angin dingin terus berhembus masuk<br /> kedalam massal tempat pembantaian Ratri ini. Tiba-tiba semenit<br /> kemudian dikala aku sedang rebahan, terdengar olehku jerit Ratri<br /> yang memilukan<br /> “Aaakkhhhhh...”<br /> Akupun terbangun, kulihat dari asal suara itu. Ternyata Dol<br /> tengah menyodomi Ratri. Posisi Ratri kembali bersujud dengan<br /> kepala yang mendongak ke atas, bola matanya terbelalak,<br /> wajahnya cantiknya terlihat miris sekali, mulutnya menganga<br /> membentuk huruf “O” dan Dol berada dibelakangnya tengah<br /> asyik menanamkan batang kemaluannya yang besar itu ke dalam<br /> lubang anus Ratri.<br /> “Aakkhh…”<br /> Dolpun mendesah lepas tatkala dia berhasil menanamkan batang<br /> kemaluannya di lubang anus Ratri. Setelah itu lubang anus Ratri<br /> dihujani sodokan-sodokan batang kemaluan Dol, Dol<br /> melakukannya dengan gerakan yang cepat dan kasar sampai-<br /> sampai tubuh Ratri terdorong-dorong dan tersodok-sodok<br /> dengan keras.Tidak ada suara rintihan lagi yang keluar dari mulut<br /> Ratri mungkin karena suara tertahan ditenggorokannya karena<br /> menahan rasa sakit yang dideritanya, akan tetapi badannya masih<br /> kaku menegang, raut mukanya kini meringis-ringis, mulutnya<br /> masih saja menganga terbuka. Rasa sakit dan pedih kembali<br /> melanda dirinya yang tengah disodomi oleh Dol.<br /> Melihat ini aku kembali terangsang, nafsu birahiku kembali<br /> memuncak. Aku bangkit dari rebahanku mendekati mereka<br /> berdua. Kemaluanku kembali ereksi melihat keadaan Ratri yang<br /> tengah menderita. Kuamati wajahnya dari dekat dan dia masih<br /> terlihat cantik, keringatpun mengucur deras membasahi wajah<br /> cantiknya. Aku dengan posisi berlutut berada didepan wajah<br /> Ratri, yang masih mendongak kesakitan itu, sementara itu<br /> seluruh badannya terus tersodok-sodok karena ulah Dol yang<br /> menggenjotnya dari belakang. Kini aku dan Dol berhadap-<br /> hadapan sementara Ratri berada ditengah-tengah kami. Dolpun<br /> menghentikan sejenak genjotannya untuk memberikan<br /> kesempatan padaku memposisikan diri. Kuraih batang<br /> kemaluanku yang telah berdiri tegak, dan kujejalkan kemulut Ratri<br /> yang masih menganga itu. Ah, rasa dingin dan basah<br /> menyelimuti sekujur batang kemaluanku tatkala masuk didalam<br /> rongga mulut Ratri. Nikmat rasanya, juga kurasakan kelembutan<br /> mulut dan bibirnya disekujur batang kemaluanku.Setelah itu<br /> kembali Dol menggenjot tubuh Ratri dari belakang. Kulirik mata<br /> Ratri menjadi sayu, nafasnya tersengal-sengal, aku hanya berdiri<br /> santai saja, karena tubuh Ratri yang bergerak-gerak maju<br /> mundur sebagai akibat sodokan-sodokan Dol yang tengah mulai<br /> menyodominya kembali dari belakang. Kubelai-belai rambutnya<br /> yang indah, sambil kutatap wajah dan badannya.<br /> “Ahh…ahh…ah…“<br /> Nikmat sekali rasanya mulut gadis ini, sambil memejamkan mata<br /> aku terus merasakan kenikmatan di sekujur batang kemaluanku<br /> yang tengah dikulum keluar masuk mulut Ratri.<br /> Tidak lama kemudian Dol semakin cepat menggenjot, memompa<br /> lubang anus Ratri, badannya semakin banyak mengeluarkan<br /> keringat, kulihat dia sepertinya akan berejakulasi.Benar saja,<br /> tubuhnya nampak menggelinjang dan dan menegang, dari mulut<br /> Dol keluar pekikan kecil yang disusul oleh desahan yang penuh<br /> dengan kepuasan. Dolpun berejakulasi di lubang pantat Ratri.<br /> Setelah itu badan Dolpun ambruk disamping badan Ratri.<br /> Akan tetapi posisiku masih tetap seperti semula, kemaluanku<br /> masih tertanam dimulut Ratri. Dengan kedua tanganku kuraih<br /> kepala Ratri, kini dengan gerakan tanganku kepala Ratri ku maju-<br /> mundurkan. Ah, nikmat rasanya, kemaluanku seperti dipijit-pijit<br /> dengan mulut Ratri, bibir sensualnya melingkari batang<br /> kemaluanku, memberi rasa nikmat tersendiri, kurasakan pula<br /> lidahnya menggelitik kepala batang kemaluanku, ah nikmatnya<br /> penuh sensasi. Setelah sekian lama menikmati itu, tiba-tiba<br /> kembali aku akan berejakulasi, maka kugerakkan kepalanya<br /> semakin cepat untuk mengulum batang kemaluanku. Dan,<br /> akupun berejakulasi didalam mulut Ratri, spermaku memancar<br /> keluar membasahi mulut hingga tenggorokannya sampai-sampai<br /> meleleh keluar dari mulutnya. Rasa nikmat yang tiada taranya<br /> kembali melanda sekujur tubuhku. Kucabut batang kemaluanku<br /> dari mulutnya, dan Ratri terbatuk-batuk sepeti akan muntah,<br /> samar-samar kulihat mulutnya penuh dengan cairan-cairan lendir<br /> kental sampai membuat mulutnya nampak mengkilat karena<br /> belepotan cairan sperma. Wajahnya yang lesu dan lemah sejenak<br /> memandangku dengan tatapan mata sayu penuh dengan<br /> keputus-asaan serta air mata yang kembali meleleh. Kemudian<br /> dia terjatuh lunglai dilantai, hanya suara nafasnya yang terdengar<br /> menderu-deru tersengal-sengal dan isakan-isakan tangisnya.<br /> Aku kembali merebahkan tubuhku disamping Ratri, akhirnya<br /> akupun tertidur. Tidak lama rupanya aku tertidur, dan kemudian<br /> terjaga setelah kembali telingaku menangkap suara erangan-<br /> erangan dan rintihan-rintihan. Setelah aku bangun ternyata Dol<br /> tengah menyetubuhi Ratri, tubuh telanjang Ratri yang hanya<br /> tinggal mengenakan sepasang kaos kaki dan sepatu kets ditiduri<br /> oleh Dol. Dengan garangnya Dol menggenjot tubuh Ratri,<br /> iramanya cepat dan kasar sekali, tubuh lemah Ratri kembali<br /> terguncang-guncang. Kini nampak roman muka Ratri telah lunglai<br /> sepertinya hampir pingsan, beberapa saat yang lalu masih<br /> kudengar suara rintihan lemah yang keluar dari mulut Ratri<br /> namun kini suara itu hilang sama sekali. Tidak lama kemudian<br /> Dolpun berejakulasi, kembali rahim Ratri disiram dan dipenuhi<br /> oleh cairan sperma. Ratri nampak tidak sadarkan diri dan pingsan.<br /> Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, 4 jam lamanya<br /> kami memperkosa Ratri. Kini tibalah waktu kami untuk angkat<br /> kaki, setelah kami berpakaian rapi kemudian kami angkat tubuh<br /> Ratri dari ruang aula menuju ke sebuah gudang dibagian paling<br /> belakang sekolah ini. Kami rebahkan gadis cantik primadona<br /> sekolah ini disana. Disisinya kami tebarkan baju seragam sekolah,<br /> tasnya serta HP miliknya yang sedari tadi terus berbunyi.Kini<br /> gadis cantik itu, terkulai pingsan didalam gudang yang kotor,<br /> badan telanjangnya dipenuhi dengan cairan-cairan sperma yang<br /> mulai mengering, juga darah yang nampak masih menetes dari<br /> lubang pantatnya sebagai akibat disodomi oleh Dol tadi.<br /> Kemaluannyapun terlihat kemerahan dan membengkak. Puas<br /> kami memperkosanya. Tepat pukul 22.15 setelah kami<br /> menghilangkan jejak kami, kami pun pergi meninggalkan gedung<br /> sekolah negeri ini, berjalan menuju ke terminal di kota<br /> metropolitan ini untuk menumpang bus yang entah kemana<br /> membawa kami, menuju ke suatu tempat yang jauh dari kota<br /> metropolitan ini.</span></span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-46233973095257732372013-05-24T16:11:00.002-07:002013-05-24T16:13:11.753-07:00Perkosaan : Kakak Iparku<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0finWJEPZEiUb4jjwZgLJGFJNX9S3o7ZHmo2mGG9SnW1g_Qgx4caCSXrDVahXSUWDWjlBS20E6-_Ax8lKqms0vQknOLD4cn6MQlf205jZPEMnPE4Vs-mCV_zA7jvkSbf4j_YEZDzuoE0/s1600/14.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0finWJEPZEiUb4jjwZgLJGFJNX9S3o7ZHmo2mGG9SnW1g_Qgx4caCSXrDVahXSUWDWjlBS20E6-_Ax8lKqms0vQknOLD4cn6MQlf205jZPEMnPE4Vs-mCV_zA7jvkSbf4j_YEZDzuoE0/s320/14.jpg" width="256" /></a></div>
<br />
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">Kejadian ini berlangsung kira-kira 2<br /> tahun yang lalu, waktu itu gua diminta<br /> oleh ibu mertua untuk mengambil suatu<br /> barang di rumah kakak ipar perempuan<br /> gua sekalian nengok dia karena sudah<br /> lama nggak ketemu. Kakak ipar gua ini (sebut saja namanya Ina) memang<br /> tinggal sendirian, walaupun sudah<br /> kawin tetapi belum punya anak dan saat<br /><span class="text_exposed_show"> sudah pisah ranjang dengan suaminya<br /> yang kerja di kota lain. Gua sampai dirumahnya sekitar jam<br /> 19:00 dan langsung mengetuk pintu<br /> pagarnya yang sudah terkunci. Tak lama<br /> kemudian Ina muncul dari dalam dan<br /> sudah tahu gua bakalan datang malam<br /> itu. "Ayo Yan, masuk. Langsung dari kantor ?<br /> Sory pintunya sudah digembok, soalnya<br /> Ina tinggal sendiri jadi harus hati-hati"<br /> Sambutnya.<br /> Ina malam itu sudah pakai daster tidur<br /> karena toh yang bakalan datang juga masih terhitung adiknya, daster yang<br /> dia pakai punya potongan leher yang<br /> lebar dengan model tangan 'you can<br /> see'.<br /> Kami kemudian ngobrol dan nonton TV<br /> sambil duduk bersebelahan di sofa ruang tengah. Selama ngobrol, Ina<br /> sering bolak-balik ngambil minuman dan<br /> snack buat kita berdua. Setiap dia<br /> menyajikan makanan atau minuman di<br /> meja, secara nggak sengaja gua dapat<br /> kesempatan melihat kedalam dasternya yang menampilkan kedua toketnya<br /> secara utuh karena Ina tidak memakai<br /> BH lagi dibalik dasternya. Ina memang<br /> lebih cantik dari bini gua, tubuhnya<br /> mungil dengan kulit yang putih dan<br /> rambut yang panjang tergerai. Walaupun sudah kawin cukup lama tapi<br /> karena tidak punya anak tubuhnya<br /> masih terlihat langsing dan ramping.<br /> Toketnya yang kelihatan ama gua,<br /> walaupun tidak terlalu besar tetapi tetap<br /> padat dan membulat. Melihat pemandangan begini terus menerus gua<br /> mulai nggak bisa berpikir jernih lagi dan<br /> puncaknya tiba-tiba gua sergap dan<br /> tindih Ina di sofa sambil berusaha<br /> menciumi bibirnya dan meremas-remas<br /> toketnya. Ina kaget dan menjerit : "Yan, apa-apaan<br /> kamu ini !" Dengan sekuat tenaga dia mencoba<br /> berontak; menampar, mencakar dan<br /> menendang-nendang. Tapi perlawanan<br /> dia membuat berahi gua semakin tinggi<br /> apalagi akibat gerakannya itu<br /> pakaiannya menjadi makin nggak karuan dan semakin merangsang.<br /> "Breeeettt............" daster bagian atas<br /> gua robek kebawah sehingga sekarang<br /> kedua toketnya terpampang dengan<br /> jelas. Putingnya yang berwarna coklat<br /> tua terlihat kontras dengan kulitnya yang putih bersih.<br /> Ina terlihat shock dengan kekasaran<br /> gua, perlawanan dia melemah dan<br /> kedua tangannya berusaha menutup<br /> dadanya yang terbuka.<br /> "Yan ... inget, kamu itu adik saya ..." rintihnya memelas.<br /> Gua nggak pedulikan rintihannya dan<br /> terus gua tarik daster yang sudah robek<br /> itu kebawah sekaligus dengan celana<br /> dalamnya yang sudah gua nggak inget<br /> lagi warnanya. Sekarang dengan jelas dapat gua lihat vaginanya yang<br /> ditumbuhi dengan bulu-bulu hitam yang<br /> terawat baik.<br /> Setelah berhasil menelanjangi Ina, gua<br /> lepaskan pegangan pada dia dan berdiri<br /> disampingnya sambil mulai melepaskan baju gua satu persatu dengan tenang.<br /> Ina mulai menangis sambil meringkuk<br /> diatas sofa sambil sebisa mungkin<br /> mencoba menutupi badannya dengan<br /> kedua tangannya. Saat itu pikiran gua<br /> mulai jernih kembali menyadari apa yang telah gua lakukan tapi pada titik<br /> itu, gua ngerasa tidak bisa mundur lagi<br /> dan gua putusin untuk berlaku lebih<br /> halus.<br /> Setelah gua sendiri telanjang, gua<br /> bopong tubuh mungil Ina ke kamarnya dan gua letakkan dengan lembut diatas<br /> ranjang. Dengan halus gua<br /> tepiskan tangannya yang masih<br /> menutupi toket dan vaginanya<br /> kemudian gua mulai tindih badannya.<br /> Ina tidak melawan ..... Ina memalingkan muka dengan mata<br /> terpejam dan berurai air mata setiap<br /> kali gua mencoba mencium bibirnya.<br /> Gagal mencium bibirnya, gua teruskan<br /> menciumi kuping, leher dada dan<br /> berhenti untuk mengulum puting dan meremas-remas toket satunya lagi.Ina<br /> tidak bereaksi ...... Gua lanjutkan petualangan bibir gua<br /> lebih kebawah, perut dan vaginanya<br /> sambil merentangkan pahanya lebar-<br /> lebar terlebih dahulu. Gua mulai dengan<br /> menjilati dan menghisap clit-nya yang<br /> cukup kecil karena sudah disunat (sama dengan bini gua).Ina mulai bereaksi ....<br /> Setiap gua hisap clit-nya Ina mulai<br /> mengangkat pantatnya mengikuti arah<br /> hisapan. Kemudian dengan lidah gua<br /> coba membuka labia minoranya dan<br /> memainkan lidah gua pada bagian dalam liang senggamanya.<br /> Tangan Ina mulai meremas-remas kain<br /> sprei sambil menggigit bibir ... Ketika<br /> vaginanya mulai basah gua masukkan<br /> jari menggantikan lidah yang kembali<br /> berpindah ke puting toketnya. Mula- mula hanya satu jari kemudian disusul<br /> dua jari yang bergerak keluar masuk<br /> liang senggamanya.<br /> Ina mulai berdesah dan memalingkan<br /> mukanya kekiri dan kekanan ... Sekitar<br /> dua atau tiga menit kemudian gua tarik tangan gua dari vaginanya. Merasakan<br /> ini, Ina membuka matanya (yg selama<br /> ini selalu tertutup) dan menatap gua<br /> dengan pandangan penuh harap seakan<br /> ingin diberi sesuatu yang sangat<br /> berharga tapi nggak berani ngomong. Gua segera merubah posisi badan gua<br /> untuk segera menyetubuhinya. Melihat<br /> posisi 'tempur' seperti itu, pandangan<br /> matanya berubah menjadi tenang dan<br /> kembali menutup matanya. Gua arahkan<br /> penis gua ke bibir vaginanya yang sudah berwarna merah matang dan<br /> sangat becek itu. Secara perlahan penis<br /> gua masukin ke liang senggamanya dan<br /> Ina hanya mengigit bibirnya. Tiba-tiba<br /> tangan Ina bergerak memegang sisa<br /> batang penis gua yang belum sempat masuk, sehingga penetrasi gua<br /> tertahan.<br /> "Yan, kita nggak boleh melakukan hal<br /> ini ..." Kata Ina setengah berbisik sambil<br /> memandang gua.<br /> Tapi waktu gua lihat matanya, sama sekali tidak ada penolakkan bahkan<br /> lebih terlihat adanya berahi yang<br /> tertahan. Gua tahu dia berkata begitu<br /> untuk berusaha memperoleh<br /> pembenaran atas perbuatan yang<br /> sekarang jadi sangat diinginkannya. "Nggak apa-apa 'Na, kita kan bukan<br /> saudara kandung, jadi ini bukan incest"<br /> Jawab gua "Nikmati saja dan lupakan<br /> yang lainnya"<br /> Mendengar perkataan gua itu, Ina<br /> melepaskan pegangannya pada pensi gua yang sekaligus gua tangkap sebagai<br /> instruksi untuk melanjutkan<br /> 'perkosaannya'.<br /> Dalam 'posisi standard' itu gua mulai<br /> memompa Ina dengan gerakan<br /> perlahan, setiap kali penis gua masukkan gua ambil sisi liang<br /> senggama yang berbeda sambil<br /> mengamati reaksinya Ina. Dari<br /> eksperimen awal ini gua tahu bahwa<br /> bagian paling sensitif dia ada di dinding<br /> dalam bagian atas yang kemudian menjadi titik sasaran penis gua<br /> selanjutnya.<br /> Strategi ini ternyata cukup efektif<br /> karena belum sampai dua menit Ina<br /> sudah orgasme, tangan dia yang<br /> asalnya hanya meremas-remas sprei tiba-tiba berpindah ke pantat gua. Ina<br /> dengan kedua tanggannya berusaha<br /> menekan pantat gua supaya penis gua<br /> masuk semakin dalam, sedangkan dia<br /> sendiri mengankat dan menggoyangkan<br /> pantatnya untuk membantu semakin membenamnya penis gua itu. Untuk<br /> sementara gua biarkan dia mengambil<br /> alih.<br /><span> "SSSShhhhhhhhh.......aaaahhhhh</span><wbr></wbr><span class="word_break"></span>"<br /> rintihnya berulang-ulang setiap kali<br /> penis gua terbenam. Setelah Ina mulai reda, inisiatif gua<br /> ambil kembali dengan merubah posisi<br /> badan gua untuk stype 'pumping flesh'<br /> untuk mulai memanaskan kembali<br /> birahinya yang dilanjutkan dengan style<br /> 'stand hard' (kedua kaki Ina dirapatkan, kaki gua terbuka dan dikaitkan<br /> kebetisnya). Style ini gua ambil karena<br /> cocok dengan cewek yang bagian<br /> sensitifnya seperti Ina dimana vagina<br /> Ina tertarik keatas oleh gerakan penis<br /> yang cenderung vertikal. Ina mengalami dua kali orgasme dalam<br /> posisi ini.....<br /> Ketika gerakan Ina semakin liar dan<br /> juga gua mulai merasa akan ejakulasi<br /> gua rubah stylenya lagi menjadi<br /> 'frogwalk' (kedua kaki Ina tetap rapat dan gua setengah berlutut/berjongkok).<br /> Dalam posisi ini setiap kali gua tusukan<br /> penis gua otomatis vagina sampai<br /> pantat Ina akan terangkat sedikit dari<br /> permukaan kasur menimbulkan sensasi<br /> yang luar biasa sampai pupil mata Ina hanya terlihat setengahnya dan<br /> mulutnya mengeluarkan erangan bukan<br /> rintihan lagi. "Na, saya sudah mau ke luar. Di mana<br /> keluarinnya ?" Kata gua sambil terus<br /> memompa secara pelan tapi dalam.<br /> "Ddddi dalam saja.... di dalam saja,<br /> aaahhhh ..... jangan pedulikan"<br /> Ina mejawab ditengah erangan kenikmatannya.<br /> Saya keluar sekarrrraaaaang ......."<br /> Teriak gua.<br /> Gua tekan vaginanya keras-keras<br /> sampai terangkat sekitar 10 cm dari<br /> kasurnya dan cairan kenikmatan tersemprot dengan kerasnya yang<br /> menyebabkan untuk sesaat gua lupa<br /> akan dunia.<br /> "Jangan di cabut dulu Yan ... " Bisik Ina.<br /> Sambil mengatur napas lagi, gua<br /> rentangkan kembali kedua paha Ina dan gua pompa penis gua pelan-pelan<br /> dengan menekan permukaan bawah<br /> vagina pada waktu ditarik. Dengan cara<br /> ini sebagian sperma yang tadi<br /> disemprotkan bisa dikeluarkan lagi<br /> sambil tetap dapat menikmati sisa-sisa birahi. Ina menjawabnya dengan<br /> hisapan-hisapan kecil pada penis gua<br /> dari vaginanya<br /> "Yan, kenapa kamu lakukan ini ke Ina ?"<br /> Tanyanya sambil memeluk pinggang<br /> gua. "Kamu sendiri rasanya gimana?" Gua<br /> balik bertanya<br /> "Mulanya kaget dan takut, tapi setelah<br /> kamu berubah memperlakukan Ina<br /> dengan lembut tiba-tiba berahi Ina<br /> terpancing dan akhirnya turut menikmati apa yang belum pernah Ina<br /> rasakan selama ini termasuk dari suami<br /> Ina" Jawabnya<br /> Kita kemudian mengobrol seolah-olah<br /> tidak ada kejadian apa-apa dan sebelum<br /> pulang gua setubuhi Ina sekali lagi, kali ini dengan sukarela. Sejak malam itu,<br /> gua 'memelihara' kakak ipar gua<br /> dengan memberinya nafkah lahir dan<br /> batin menggantikan suaminya yang<br /> sudah tidak memperdulikannya lagi. Ina<br /> tidak pernah nuntut lebih karena bini gua adalah adiknya dan gua<br /> membalasnya dengan menjadikan<br /> 'pendamping tetap' setiap gua pergi ke<br /> luar kota atau ke luar negeri.</span></span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-84326904967839474582013-05-24T16:08:00.000-07:002013-05-24T16:08:43.435-07:00Perkosaan : Irene, Adik Pacarku<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgysyt9yqBNBDgGoRfhttiWg0MoEdIqOjWx-bO8R1EebqLISlvdFD_YrkuaYI63HrYpjMgBKNnPgUDwfzqdi_S_1Sl3FHIFierYydypka9C81beS6Fe58jAS3Vu_ZvIKer7QP_rUMmoS-Y/s1600/13.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgysyt9yqBNBDgGoRfhttiWg0MoEdIqOjWx-bO8R1EebqLISlvdFD_YrkuaYI63HrYpjMgBKNnPgUDwfzqdi_S_1Sl3FHIFierYydypka9C81beS6Fe58jAS3Vu_ZvIKer7QP_rUMmoS-Y/s1600/13.jpg" /></a></div>
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">,selamat Pagi sahabat setia fp KumCerPer ...?<br />
,barusan Admin dapet e-mail dari seseoranq yg gag mau nyebutin
Identitas Aslinya .., dia mengirimkan e-mail yg ternyata berisi sebuah
cerita yg katanya dia alamin sendiri.., dan Admin juga gak tau',ntah dia
bo'ong or nggak.., yg penting tugas Admin, cuma ingin share cerita yg
anda kirimkan..,<br /> dan inilah isi ceritanya ...<br /> <br /> Sebelum s<span class="text_exposed_show">aya ceritakan kisah-kisah nyata yg terjadi di hidupku,<br /> sebelumnya saya perkenalkan dulu.<br /> Saya lahir di Jakarta, keturunan cina, umur 28 thn, kerja disalah<br /> satu perusahaan swasta sebagai auditor pembukuan dan<br /> keuangan, saya ditugasi untuk mengawasi cabang denpasar, jadi<br /> saya tinggal disana menempati rumah kontrakan.<br /> Suatu hari saya diberi kabar oleh pacar saya (Wiwi umur 26) yg di<br /> Jakarta, bahwa dia mau datang bersama adiknya (Irene umur 22).<br /> Setelah kedatangannya, mereka menginap di kontrakanku (kamar<br /> tamu).<br /> Tetapi Wiwi tidak bisa lama, karena dia hanya diberi ijin oleh<br /> kantornya 3 hari.<br /> Selama 3 hari saya dan Wiwi selalu ngumpet-ngumpet dari<br /> cicinya untuk bermesraan, dan sialnya kita hanya bisa melakukan<br /> hubungan sex 1X (kami dulu telah biasa melakukannya sewaktu<br /> saya tingal di Jakarta), karena kesempatan untuk itu susah sekali.<br /> Setelah Wiwi pulang, tinggal saya dan Irine yg masih mau liburan<br /> di bali.<br /> Pada hari minggu saya ajak dia jalan ke berbagai tempat wisata,<br /> pulangnya dia langsung ingin istirahat karena kelelahan. Karena<br /> saya belum merasa ngantuk, saya ke ruangan tamu untuk nonton<br /> TV, sedangkan dia masuk kamar tidur tamu untuk istirahat.<br /> Setelah acara yg saya sukai selesai, saya melihat jam, ternyata<br /> sudah jam 1 pagi, tiba-tiba muncul ide isengku untuk memasuki<br /> kamar tidur Irene, dengan perlahan-lahan saya berjalan mendekati<br /> pintu kamarnya, ternyata tidak dikunci, saya masuk dan melihat<br /> Irene telentang dengan kedua lengan dan paha terbuka, saya<br /> langsung mengambil tali plastik dan perlahan-lahan saya melucuti<br /> pakaiannya semua, mungkin karena dia terlalu lelah sehingga<br /> tidurnya sangat nyenyak sampai tidak tahu apa yg sedang saya<br /> lakukan, setelah semua pakaiannya kubuka, saya langsung<br /> mengikat lengan dan kakinya ke sudut-sudut ranjang.<br /> Tiba-tiba dia terbangun, dan terkejut karena tubuhnya telah<br /> telanjang polos dan terikat di ranjang. "Ko lepasin saya", suaranya<br /> gemetaran karena shock. "Cepat lepasin Ko!" Irene mengulangi<br /> perintahnya, kali ini lebih keras suaranya. Tubuh telanjangnya telah<br /> mambiusku. Aku segera mencopot celana dan celana dalamku<br /> dengan cepat. "Ko!" Irene memekik. "Mau ngapain kamu?" Irene<br /> terkesiap melihat batang kemaluanku yang sudah berdiri tegak.<br /> Kusentuh payudaranya dengan kedua tanganku, rasanya dingin<br /> bagai seonggok daging.<br /> "Koko gila luu yah!" Aku merasakan sensasi aneh melihat<br /> payudara dan liang kemaluan adik pacarku ini. Jelas beda dengan<br /> waktu-waktu dulu kalau mengintip dia ganti baju di kamarnya.<br /> Sekarang aku melihatnya dengan cara yang berbeda. "Koko, gua<br /> khan adik Wiwi!" Aku menyentuh liang kemaluannya dengan<br /> tanganku, lalu menjilatinya.<br /> Setelah puas segera kuletakkan batang kemaluanku di gerbang<br /> liang kemaluan Irene. "Ko jangaan!" dia memohon-mohon<br /> padaku. "Diam.. cerewet!" aku menjawab dengan sembarangan.<br /> Sekali batang kemaluanku kudorong ke depan, tubuhku sudah<br /> menjadi satu dengannya. "Iiih.. shiit!" dia mengumpat tapi ada<br /> nada kegelian dari suaranya itu. Aku menggoyangkan pinggangku<br /> secara liar hingga batang kemaluanku mengocok-kocok liang<br /> kemaluannya. "Ahh.. shiit! ah shiit! Ko stop!" Semakin dia mamaki<br /> dan mengumpatku dengan ekspresi judesnya itu, semakin<br /> terangsang aku jadinya.<br /> Sambil memompa liang kemaluannya aku menghisap puting-<br /> puting payudaranya yang agak berwarna pink itu. "Mmmh.. udah<br /> jangan Ko!" Irene masih berteriak-teriak memintaku berhenti. "Lu<br /> diam aja jangan banyak ngomong", ujarku cuek. "Ohh shiit!"<br /> ujarnya mengumpat. Dia menatapku dengan tatapan yang<br /> bercampur antara kemarahan dan kegelian yang ditahan. Sejenak<br /> aku menghentikan gerakanku. Kasihan juga aku melihatnya terikat<br /> seperti ini. Dengan menggunakan cutter yang tergeletak di meja<br /> samping ranjang aku memotong tali yang mengikat kedua<br /> kakinya. Begitu kedua kakinya terlepas dia sempat berontak. Tapi<br /> apa dayanya dengan posisi telentang dengan tangan masih terikat.<br /> Belum lagi posisiku yang sudah mantap di antara kedua kakinya<br /> membuat dia hanya bisa meronta-ronta dan kakinya menendang-<br /> nendang tanpa hasil. "Aaahh Ko stop dong.. udah Ko.. gue khan<br /> adik Wiwi", dia memohon lagi tapi kali ini suaranya tidak kasar lagi<br /> dan terdengar mulai berdesah karena geli. Nafasnya pun mulai<br /> memburu. Aku menjilati lehernya dia melengos ke kiri dan ke<br /> kanan tapi wajahnya mulai tidak mampu menutupi rasa geli dan<br /> nikmat yang kuciptakan. " Aduhh sshh Ko udah doong.. hh.. ssh!"<br /> suaranya memohon tapi makin terdengar mendesah lirih. Kedua<br /> kakinya masih meronta menendang-nendang tapi kian lemah dan<br /> tendangannya bukan karena berontak melainkan menahan rasa<br /> geli dan nikmat.<br /> Aku menaikkan tempo dalam memompa sehingga tubuhnya<br /> semakin bergetar setiap kali batang kemaluanku menusuk ke<br /> dalam liang kemaluannya yang hangat berulir serta kian basah<br /> oleh cairan kenikmatannya yang makin membanjir itu. Kali ini<br /> suara nafas Irene kian berat dan memburu, "Uh.. uh.. uhhffssh..<br /> shiit Koo.. agh uuffsshh u.. uhh!" Wajahnya semakin memerah,<br /> sesekali dia memejamkan matanya sehingga kedua alisnya seperti<br /> bertemu. Tapi tiap kali dia begitu atau saat dia merintih nikmat,<br /> selalu wajahnya dipalingkan dariku. Pasti dia malu padaku. Liang<br /> kemaluannya mulai mengeras seperti memijit batang kemaluanku.<br /> Pantatnya mulai bergerak naik turun mengimbangi gerakan<br /> batang kemaluanku keluar masuk liang kenikmatannya yang<br /> sudah basah total. Saat itu aku berbisik "Gimana, lu mau udahan?"<br /> Aku menggodanya. Sambil mengatur pernafasan dan dengan<br /> ekspresi yang sengaja dibuat serius, dia berkata, "I.. iiya.. udah..<br /> han yah Ko", suaranya dibuat setegas mungkin tapi matanya yang<br /> sudah sangat sayu itu tidak dapat berbohong kalau dia sudah<br /> sangat menikmati permainanku ini. "Masa?" godaku lagi sambil<br /> tetap batang kemaluanku memompa liang kemaluannya yang<br /> semakin basah sampai mengeluarkan suara agak berdecak-decak.<br /> "Bener nih lu mau udahan?" godaku lagi. Tampak wajahnya yang<br /> merah padam penuh dengan peluh, nafasnya berat terasa<br /> menerpa wajahku. "Jawab dong, mau udahan gak?" aku<br /> menggodanya lagi sambil tetap menghujamkan batang<br /> kemaluanku ke liang kemaluannya.<br /> Sadar aku sudah berkali-kali bertanya itu, dia dengan gugup<br /> berusaha menarik nafas panjang dan menggigit bibir bagian<br /> bawahnya berusaha mengendalikan nafasnya yang sudah ngos-<br /> ngosan dan menjawab, "Mmm.. iya.. hmm." Aku tiba-tiba<br /> menghentikan gerakan naik turunku yang semakin cepat tadi.<br /> Ternyata gerakan pantatnya tetap naik turun, tak sanggup<br /> dihentikannya. Soalnya liang kemaluannya sudah semakin<br /> berdenyut dan menggigit batang kemaluanku. "Ehmm!" Irene<br /> terkejut hingga mengerang singkat tapi tubuhnya secara otomatis<br /> tetap menagih dengan gerakan pantatnya naik turun. Ketika aku<br /> bergerak seperti menarik batang kemaluanku keluar dari liang<br /> kemaluannya, secara refleks tanpa disadari olehnya, kedua kakinya<br /> yang tadinya menendang-nendang pelan, tiba-tiba disilangkan<br /> sehingga melingkar di pinggangku seperti tidak ingin batang<br /> kemaluanku lepas dari lubang kemaluannya.<br /> "Lho katanya udahan", kata-kataku membuat Irene tidak mampu<br /> berpura-pura lagi.<br /> Mukanya mendadak merah padam dan setengah tersipu dia<br /> berbisik, "Ah shiit Koo.. uhh.. uhh.. swear enak banget.. pleasee<br /> dong terusiin yeeass!" belum selesai ia berkata aku langsung<br /> kembali menggenjotnya sehingga ia langsung melenguh panjang.<br /> Rupanya perasaan malunya telah ditelan kenikmatan yang sengaja<br /> kuberikan kepadanya. "Ah iya.. iiya.. di situ mmhh aah!" tanpa<br /> sungkan-sungkan lagi dia mengekspresikan kenikmatannya.<br /> Selama 15 menit berikutnya aku dan dia masih bertempur sengit.<br /> Tiga kali dia orgasme dan yang terakhir betul-betul dahsyat kerena<br /> bersamaan dengan saat aku ejakulasi. Spermaku menyemprot<br /> kencang sekali bertemu dengan semburan-semburan cairan<br /> kenikmatannya yang membanjir. Irine pasti melihat wajahku yang<br /> menyeringai sambil tersenyum puas. Senyum kemenangan.<br /> Aku melepaskan ikatannya. Dia kemudian duduk di atas kasur.<br /> Sesaat dia seperti berusaha menyatukan pikirannya.<br /> "Huuhh, kamu hebat banget sih Ko, sering yach melakukan<br /> dengan Wiwi"<br /> "Enggak juga koq!"<br /> "Alah, sama setiap cewek yang kamu tidurin juga jawabannya<br /> pasti sama"<br /> "Keperawanan lu kapan diambil?" tanyaku<br /> "Sewaktu pacarku ingin pergi ke Amerika untuk kuliah, saya<br /> hadiahkan sebagai hadiah perpisahan"<br /> Kemudian dia bangkit dengan tubuh yg lemah ngeloyor ke kamar<br /> mandi, setelah selesai bersih-bersih Irene kembali lagi ke kamar.<br /> Di depan pintu kamar mandi kusergap dia, kuangkat satu pahanya<br /> dan kutusuk sambil berdiri. "Aduh kok ganas banget sih Lu!"<br /> katanya setengah membentak. Aku tidak mau tahu, kudorong dia<br /> ke dinding kuhajar terus vaginanya dengan rudalku. Mulutnya<br /> kusumbat, kulumat dalam-dalam. Setelah Irene mulai terdengar<br /> lenguhannya, kugendong dia sambil pautan penisku tetap<br /> dipertahankan. Kubawa dia ke meja, kuletakkan pantatnya di atas<br /> meja itu. Sekarang aku bisa lebih bebas bersenggama dengan dia<br /> sambil menikmati payudaranya. Sambil kuayun, mulutku dengan<br /> sistematis menjelajah bukit di dadanya, dan seperti biasanya, dia<br /> tekan belakang kepalaku ke dadanya, dan aku turuti, habis emang<br /> nikmat dan nikmat banget. "aahh.. sshh.. oohh.. uugghh..<br /> mmhh", Irene terus meracau.<br /> Bosen dengan posisi begitu kucabut penisku dan kusuruh Irene<br /> menungging. Sambil kedua tangannya memegang bibir meja.<br /> Dalam keadaan menungging begitu Irene kelihatan lebih aduhai!<br /> Bongkahan pantatnya yang kuning dan mulus itu yang bikin aku<br /> tidak tahan. Kupegang penisku dan langsung kuarahkan ke<br /> vaginanya. Kugesekkan ke clitorisnya, dan dia mulai mengerang<br /> nikmat. Tidak sabar kutusukkan sekaligus. Langsung kukayuh, dan<br /> dalam posisi ini Irene bisa lebih aktif memberikan perlawanan,<br /> bahkan sangat sengit. "Aahh Koo Akuu mmoo.. kkeelluuarr<br /> laggi.." racaunya. Irene goyangannya menggila dan tidak lama<br /> tangan kanannya menggapai ke belakang, dia tarik pantatku<br /> supaya menusuk lebih keras lagi. Kulayani dia, sementara aku<br /> sendiri memang terasa sudah dekat. Irene mengerang dengan<br /> sangat keras sambil menjepit penisku dengan kedua pahanya.<br /> Saya tetap dengan aksiku. Kuraih badannya yang kelihatan sudah<br /> mulai mengendur. Kupeluk dari belakang, kutaruh tanganku di<br /> bawah payudaranya, dengan agak kasar kuurut payudaranya dari<br /> bawah ke atas dan kuremas dengan keras. "Eengghh.. oohh..<br /> ohh.. aahh", tidak lama setelah itu bendunganku jebol, kutusuk<br /> keras banget, dan spermaku menyemprot lima kali di dalam.<br /> Dengan gontai kuiring Irene kembali ke ranjang, sambil kukasih<br /> cumbuan-cumbuan kecil sambil kami tiduran. Dan ketika kulihat<br /> jam di dinding menunjukan jam 02.07. Wah lumayan, masih ada<br /> waktu buat satu babak lagi, kupikir. "rine, vagina dan permainan<br /> kamu ok banget!" pujiku. "Makasih juga ya Ko, kamu juga hebat",<br /> suatu pujian yang biasa kuterima!<br /> Setelah itu kami saling berjanji untuk tidak memberi tahu cici dan<br /> pacarnya yg sedang kuliah di Amerika. Selanjutnya kami selalu<br /> melakukannya setiap hari sampai dia pulang ke Jakarta. Jika ada yg<br /> ingin berkenalan, silakan cari sendiri.</span></span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-81224939697320259432013-05-24T16:05:00.002-07:002013-05-24T16:05:42.269-07:00Perkosaan : Bandot Tengik<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFdVCMxouqY0Zgrlil96v7cwK1IULuXJOOyWkPuASc8lkdTyaMVyB6U8mls-A38IRPnQVvZmDhOBaiOgEREZspWonuq3S3ScjtlAFuUaHr2P0o_8c4zqMuAsFhuRULFBACjGnszvnom-c/s1600/12.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFdVCMxouqY0Zgrlil96v7cwK1IULuXJOOyWkPuASc8lkdTyaMVyB6U8mls-A38IRPnQVvZmDhOBaiOgEREZspWonuq3S3ScjtlAFuUaHr2P0o_8c4zqMuAsFhuRULFBACjGnszvnom-c/s1600/12.jpg" /></a></div>
<br />
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">Krisis moneter rupanya telahmeluluh lantakkan ekonomi bangsa.<br /> Semua orang tahu hal itu. Tetapi yang paling menderita adalah<br /> rakyat kecil. Hal ini juga menimpa keluargaku. Sebelum krismon,<br /> suamiku adalah seorang pengawas bangunanpada suatu<br /> perusahaan kontraktor. Tetapi begitu badai krismon mengamuk,<br /> robohlah seluruh bangunan ekonomi rumah tanggaku. Kenapa?<br /> Karena kontraktor terbelit <span class="text_exposed_show">dengan hutang yang menggunung.<br /> Bank relasinya ambruk terkena likuiditas. Akibatnya kami<br /> sekeluarga harus pulang, meninggalkan rumah kontrakan<br /> perusahaan. Pulang ke desa,itulah keputusan yang tidak dapat<br /> dihindari. Anak-anak terpaksa berhenti sekolah. Untuk makan<br /> sehari-hari, suami terpaksa jadi tukang batu untuk pembangunan<br /> kecil-kecilan, suatu pekerjaan yang kurang pas bagi seorang<br /> lulusan politeknik jurusan teknik sipil. Tapi semuanya tidak penting<br /> kecuali satu; bagaimana perut orang serumah tetap terisi setiap<br /> hari.<br /> Sehingga ketika Pak Sumardi,"orang sukses" di Jakarta pulang ke<br /> desa kami, dan menawarkan kepadaku untukdikirim sebagai TKW,<br /> suamiku menyetujuinya. Namun aku pribadi sebenarnya agak<br /> berat meninggalkan suami dan dua anakku yang masih kecil-kecil.<br /> Satu di SD kelas satu dan kakaknya SD kelas dua. Tapi kerja apalah<br /> yang dapat diperoleh seorang jebolan akademi sekretaris dan<br /> manajemen semester ketiga seperti aku. Pernah memang, suatu<br /> hari, seorangmenawariku bekerja di panti pijat dengan gaji pokok<br /> pertama Rp. 600.000 per bulan (30 hari kerja per bulan), belum<br /> terhitung bonus dari perusahaan dan tips dari tamu. Barangkali<br /> postur tubuhku yang semampai, wajah yang cukupcantik<br /> (suamiku juga cakep loh) dianggap cukup dapat menarik para<br /> hidung belang. Kulitku yang putih, membungkus otot-otot tubuh<br /> yang sintal dan gempal berisi, diyakini dapat menggaet langganan<br /> panti pijat lebih banyak. Belum lagi buah dadaku; berbentuk<br /> kerucut dengan konsistensi yang masih kencang (di saat aku<br /> bersanggama buah dadaini selalu menjadi mainan suami), tentu<br /> akan menyenangkan kalau giliran<br /> si pemijat yang justru ganti dipijati oleh tamunya.<br /> Tentu yang dipijat bukan hanya kaki dan tangan, tetapi buah dada,<br /> vulva, danyang lain-lainnya. Diajak gulat di atas tempat tidur? Pasti<br /> aku akan reaktif dan agresif berkat senam aerobik yang kulakukan<br /> setiap pagi sewaktu masih tinggal di rumah kontrakan. Sudahlah,<br /> semua orang tahu sendiri kelanjutan lakon ini. Belum cukup dapat<br /> menggambarkan profilku? Lihat saja artis Meriam Bellina (maaf<br /> kalau aku jadikan bandingan), itu artis yang tiap malam minum<br /> kapsul yang bikin suaminya terangsang secara "luar biasa". Kalau<br /> diprosentasi profil aku kira-kira 80% miripartis yang tetap sintal<br /> dan cantik itu. Cuma kalau soal buah dada, aku yakin masih<br /> montok punyaku. Namun semua orang pasti tahu, menjadi<br /> tukang pijat di malamhari dari jam 18:00 sampai 24:00 pada<br /> hakikatnya adalah menjadi pelacur terselubung. Tulisan ini<br /> tidakbermaksud untuk menakut-nakuti atau menghalangi mereka<br /> yang ingin menjadi TKW di luar negeri. Tidak sama sekali. Aku<br /> sekedar ingin menceriterakan pengalamanku, yang semoga tidak<br /> akan pernah dialami oleh orang lain, kecuali aku. Biarlah hal itu<br /> menjadi catatan kenangan hidupku sendiri. Baiklah kumulai saja.<br /> Pengalaman menjadi TKW,"dipaksa melayani bandot tengik".<br /> Setelah dua minggu aku berada di rumah Pakde Mardi, akhirnya<br /> semua urusan selesai. Hari Sabtu jam 18:30 aku akan<br /> diberangkatkan ke Philipina sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW).<br /> Aku tidak tahubagaimana liku-liku pengurusan visa, ijin kerja dan<br /> "tetek-bengek" lain yang kabarnya ruwet tersebut. Yang aku tahu,<br /> akumemberi Pakde Mardi uang sebanyak Rp 300.000, katanya<br /> untuk membayar biaya paspor dan lain-lainnya. Biaya pesawat,<br /> pemondokan dan sebagainyaakan dibayar dulu oleh pihakPT<br /> pengerah jasa tenaga kerja dan akan aku bayar secara mencicil<br /> dari potongangaji kelak setelah mulai kerja. Pakde Mardi<br /> mengatakan bahwa hari Sabtu aku akan berangkat dari rumah<br /> pada pagi jam 10:00, karena Pakde mau mengantarkanku putar-<br /> putar dulu keliling Jakarta. Setelah<br /> berpamitan dengan seisi rumah, Bude Mardi, anaknya,dan lain-<br /> lainya. Aku berangkat dengan mobil yangdisetir sendiri oleh<br /> Pakde. Aku duduk di samping Pakde di depan. Dari rumah<br /> rupanyaaku tidak terus dibawa ke Bandara Sukarno-Hatta (apalagi<br /> waktu berangkat pesawatnya masih 8 jam lagi).<br /> Aku diajak turun waktu mobil diberhentikan di halaman parkir Mall<br /> Mangga Dua.<br /> "Min, ayo turun dulu, Pakde mau belikan kamu sedikit bekal."<br /> "Ah, sudah Pakde, tidak usah repot-repot, Pakde saja silakan, aku<br /> nunggu di mobil saja."<br /> Tetapi Pakde dengan isyarattangan yang siap menuntun berkata,<br /> "Ayo, manut aku, jangan menolak." Terpaksa aku ikut turun.<br /> Selama di pasar aku digandeng diajak berputar-putar mengitari<br /> hampir seluruh bangunan pasar. Mula-mula aku diajak ke los<br /> penjual bahan pakaianjadi, di situ aku dibelikan rokwarna merah<br /> yang bagus, harganya sekitar Rp 250 ribu, suatu harga yang bagi<br /> aku sebagai orang yang sedang prihatin, sangat mahal. Kecuali itu<br /> aku juga dibelikan arloji wanita, seharga Rp 200 ribu. Tentunya<br /> aku menolak waktubarang-barang dibeli itu akan diperuntukkan<br /> untukku,tetapi rasanya aku tidak berdaya, apalagi barang tersebut<br /> setelah dimasukkantas, aku juga yang harus membawa. Dan<br /> terakhir, aku diajak makan direstoran yang cukup mewah dengan<br /> aneka macam hidangan baik makanan Indonesia maupun<br /> internasional (masakan China, Korea dan sebagainya).<br /> Pembaca tahu apa yang aku makan; nasi soto ayam, itu saja.<br /> Habis, bagaimana aku dapat makan hidangan yang lebih dari itu.<br /> Bukan soal bahwa nantinya Pakde yang akan membayar, tetapi<br /> karena rasa sependeritaan dengan suami dan anak-anak aku yang<br /> tiap hari hanya makan nasi dengan garam saja. Ora kolu ,<br /> istilahnya dalam bahasa Jawa (rasa tidak mampu menelan). Kira-<br /> kira jam satu siang, aku keluar dari mall. Kembali Pakde menyetir,<br /> dan aku duduk di sampingnya. Baru kurang lebih setengah jam<br /> mobil berjalan, Pakde berkata,<br /> "Min, kowe ninggali aku, yoo..?"<br /> aku terkejut.<br /> "Ninggali menopo Pakde..?" (memberi tinggalan apa).<br /> "Ya, ini kalau kamu mau ya.. Min, Pakde ingin menidurimu."<br /> "Blaarr.." rasanya sebuah petir keras sekali menyambar kepalaku.<br /> Benarkah yang tadi aku dengar? Sambil berdebar, aku<br /> memberanikan diri untuk bertanya,<br /> "Maksud Pakde bagaimana?"<br /> "Yaa itu tadi, aku ingin menidurimu, sebentar saja."<br /> (Mooddiaar.. awak mami, teriak batinku. Tidak salah yang aku<br /> dengar tadi). Dunia sekitar rasanya jadi gelap. Sungguh, siapa akan<br /> menyangka bahwa Pakde yang tadinya kukenal sebagai orangtua,<br /> yang dua bulan lalu datang ke desaku mengajakku berangkat<br /> sebagai TKW ini adalah"BANDOT TENGIK" yang akanmencicipi<br /> tubuhku. Siapa akanmenduga bahwa orangtua yang di depan<br /> isteri dan anaknya terkesan alim ini adalah "HIDUNG BELANG"<br /> yang bernafsu binatang. Siapa yang akan curiga bahwa<br /> "BAJINGAN BUSUK" ini akan membeli tubuhku dengan hadiah<br /> yang dibeli di Mall Mangga Dua tadi.<br /> Rasanya aku ingin berteriak keras-keras biar semua orang di jalan<br /> itu mendengar.Tapi tidak bisa. Suaraku tidak keluar. Sebaliknya aku<br /> cuma menunduk, menangis"nggu-guk" (tersedu-sedu) dengan<br /> rintihan lirih, dan air mata yang mulai mengucur deras. Aku tidak<br /> tahu dimanapikiranku dan bagaimana harus menjawabnya,<br /> sampai ketika Pakde menyapaku,<br /> "Gimana Min, mau ya Min, sebentar saja.. nggak apa-apa, tidak<br /> sakit kok..?"<br /> Huwaah, maling edan tenan, teriak hatiku. Bukan masalah tidak<br /> sakit, tapi ini kan tubuhmanusia, bukan manekin atauboneka,<br /> kurang ajar benar"Bandot" ini, pikirku. Aku jadibingung, mau<br /> menjawab iya, jelas aku akan dipompa, digenjot dan dienjot-enjot<br /> seperti mainan enjot-enjotanatau ditunggangi seperti kuda balap<br /> yang dikendalikan oleh joki"Bajingan Tengik" ini.<br /> Denganberpegangan buah dadaku, pasti dia akan<br /> memperlakukanku seperti kuda balap yang membawanya ke<br /> surga kenikmatan, sementara aku terhantar ke neraka laknat. Dia<br /> pasti akan menciumi seluruh tubuhku, menjilati pahaku yang<br /> putih, dan mengecupi serta meremas-remas buah dadaku yang<br /> masih kencang. Dia juga akanmendekap, melahap, mengguling-<br /> gulingkan<br /> tubuhku, juga mengocok dan memompa kemaluanku<br /> sampailudes, habis-habisan, menyentorkan air mani sebanyak-<br /> banyaknya ke liang kemaluanku seperti tukang bensin mengisikan<br /> bensin ke tangki mobil.<br /> Tetapi.. kalau aku menolak.. kalau aku tidak mau.. bagaimana<br /> nasibku. Ibaratnya, aku ini, dari ujungkaki sampai ke ubun-ubun<br /> sudah berada ditangan"Bandot" ini. Atau ibarat orang berada di<br /> tepi jurang dengan tebing tinggi; aku tinggal pilih, di dorong, jatuh<br /> dan mati karena terhempas di dasar jurang, atau kupegang tangan<br /> "Bandot" ini untuk minta diselamatkan. Sungguh suatu pilihan<br /> yang rumit. Kalau aku menolak bagaimana kalau dia meminta<br /> kembali biaya pembelian tiketdan lain-lain yang telah<br /> dikeluarkannya. Bagaimana kalau aku tidak (dan pasti tidak<br /> mungkin) mampu membayar semua itu, lalu akudijual ke seorang<br /> konglomerat hidung belang yang sanggup membeli tubuh dan<br /> berikut kemaluanku berapa saja harganya. Aku tambah bingung<br /> dan tercenung. "Mau ya Min, tokh.. hanya sebentar saja." Aku<br /> tidak menjawab kecuali tangisku yang tambah"ngguguk", disertai<br /> keluarnya air mata yang tambah deras. Tetapi "Badot"ini<br /> menangkap ke-"diaman"-ku ini sebagai peng-"iya"-an. Bukankah<br /> diam tanda setuju. Ini aku ketahui karena mobil mulai berjalan<br /> pelan sedikit menepimencari sesuatu. Sesuatu itu adalah Hotel.<br /> Benar juga. Mobil berhenti di depan suatuhotel yang tidak terlalu<br /> besar.<br /> "Bandot" itu keluar dulu menuju ke meja resepsionis, dan<br /> membayar biaya kamar. Aku merasa seperti seorang pesakitan<br /> yang akan dihukum mati karena telah melakukan kejahatan luar<br /> biasa. Aku turun dari mobil. Dengan digandeng, aku menuju<br /> kamar hotel yang telah dipesan "Bandot Tengik" ini. Siang itu<br /> suasana hotel terlihat sepi, tidak terlihat lalu lalangnya tamu.<br /> Sampai di depan kamar Pak "Bandot" segera membuka kamar.<br /> Tetapi aku tidak segera menyusul. Aku terhenti di depan kamar.<br /> Kakiku terasa kaku, badan dingin semua. Jantung berdebar,<br /> sementara nafas rasanya mau berhenti. Sungguh aku jadi sangat<br /> takut sekali. Serasa mau<br /> dimasukkan kamar dengan kursi listrik untuk menghukum<br /> penjahat kaliber kakap. Tanpa terasa, kencingku mulai keluar<br /> membasahi kaki. Melihat aku tidak juga masuk kamar,"Bandot" itu<br /> keluar, memegang lenganku dan menariknya masuk ke<br /> kamar.Kini aku berada dibelakang pintu, namun tetap saja tangan<br /> dan kakiku kaku, seperti orang kedinginan sehabis kehujanan di<br /> jalan. Kemudian terdengar bunyi"klik", "Bandot" itu mengunci<br /> kamar. Tapi suara itu di telinga terdengar seperti suara pistol yang<br /> dikokang untuk siap ditembakkan.<br /> Aku masih berdiri mematung di belakang pintu, sementaraPakde<br /> Mardi alias "Bandot" Tengik" itu mulai melepaskanpakaiannya satu<br /> demi satu. Kini dia sudah telanjang bulatdi depanku. Dengan sudut<br /> mataku, kuamati sekujur tubuhnya. Perawakan agak pendek,<br /> dengan kepala sedikit botak dan rambut keriting tebal,<br /> mengingatkan wajah Pak Hikam, Menteri Ristek (maaf ini hanya<br /> sekedar perbandingan fisik saja, tanpa maksud apa-apa), namun<br /> dengan kesan wajah yang lebih tua. Umur "Bandot" Tengik" ini<br /> kutaksir sudah lebih dari 53 tahun. Dadanya ditutupi rambut lebat,<br /> mulai bawah leher, dada terus sampai di atas pangkal<br /> kemaluannya. Konon kata orang, digumuli dengan orang dengan<br /> rambutdi tubuh begini akan memberirasa geli bercampur nikmat.<br /> Namun karena yang ada di hadapanku ini adalah seorang<br /> pemerkosa, aku merasa akan diperkosa oleh monyet besar atau<br /> gorilla. Kemaluannya yang akan segera dihujamkan ke liang<br /> kemaluanku panjangnya biasa saja, tetapi bentuknya besar<br /> dengan warna hitam kemerahan. Apa batang kemaluan sebesar<br /> alu (penumbuk padi) ini tidak akan mengkoyak-koyak<br /> liangkemaluanku? Mudah-mudahan tidak. Kepala bayi saja bisa<br /> lewat apalagi kemaluan laki-laki, begitu pikirku.<br /> Kini "Bandot Tengik" ini mulaimenciumi, melumat bibirku. Kasar<br /> sekali. Satu persatu pakaianku dilepaskan. Entah kenapa aku tetap<br /> pasif diam dan menurut saja. Sekarang dalam keadaan bugil aku<br /> berada dipelukan "Bandot Tua" itu. Sambil mendesakkan bibirnya<br /> ke bibirku, badannya mendorong tubuhku ke belakang mepet ke<br /> tembok, sehingga tekanan bibir dan badannya terasa kuat<br /> sekali.Lalu batang kemaluannya mulai menggelitik<br /> kemaluanku.Pangkal kemaluan itu ditekan-tekankan, ada reaksi dari<br /> kemaluanku. Bungkem rapat-rapat. Seperti mulutku yang tetap<br /> rapat meskipun bibir "BandotTengik" menekan sambil diputar-<br /> putar di atas bibirku.Saat gelegak nafsu "Bandot Tengik" ini mulai<br /> meningkat, bibirku digigit dengan gemasnya. "Aduh Pak, sakit..<br /> aduh.. jangan Pak!" Ciumannya kini menuju ke bawah, leher,<br /> daerah<br /> belakang telinga, terus ke bawah, di antara buah dada. Tiba-tiba<br /> ciumannya dilepaskan. Dia menyempatkan mengamati buah<br /> dadaku. "Susumu hebat, Min," (Buah dadaku memang indah,<br /> besar, kenyaldan berbentuk kerucut. Di sekitar puting susu yang<br /> coklat kehitaman terlihat semburat urat darah kebiruan muda yang<br /> seolah terukir di atas "bola" porselin yang putih. Kata suamiku,<br /> setiap kali melihat buah dadaku, batang kemaluannya langsung<br /> ereksi. Batang kemaluan itu baru mau "tidur" kembali setelah<br /> isinya dimuntahkan ke lubang kemaluanku, melewati<br /> persetubuhan yang panjang, mengasyikkan dan penuh nikmat).<br /> Kini, bibir "Bandot Tengik" inidibenamkan di antara kedua buah<br /> dadaku. Mencium ke kiridan ke kanan bergantian. Lalu pentil buah<br /> dadaku mulaidihisap-hisap. Mulutnya lebihmasuk lagi, sepertinya<br /> buah dadaku mau ditelan saja."Hii.. hh, hii.." gumamnya sambil<br /> menggigit buah dadaku dengan geramnya, rupanya gemas sekali<br /> dia merasakan ranumnya buah kebaggaan suamiku<br /> tersebut."Hiyung.. aduuh.. Pak.. sakit, sakit sekali.. Pak.. sudah..<br /> Pak.." aku hanya bisa mengaduh lirih. Kini serangannya merembet<br /> ke bawah. Perut atas, pusar, diciumi, digigit-gigit dengan<br /> rakusnya. Terus.. terus ke bawah lagi.. sampai di bukit<br /> kemaluanku. "Bandot Tua" inirupanya sangat terangsang melihat<br /> kemaluanku yang metutuk (mencembung) ke depan seperti roti<br /> kokis dengan rambut di sekitar klitoris yang rimbun. Sebab setelah<br /> dijilati sebentar, bibirkemaluanku sempat digigit dengan gemas.<br /> "Aduh..!" aku tersentak karena sakit.<br /> Lalu pahaku dipeluk satu persatu, dicium, digigit. Kalauaku<br /> mengaduh, baru gigitan itu dilepaskan. Bangsat! Rakus benar,<br /> setan laknat ini. Demikian umpatku dalam hati. Setelah forepplay<br /> ini dianggap cukup, badanku ditarik dan direbahkan dengan paksa<br /> ke atas kasur.Dengan kakiku yang terjulur ke bawah, dia<br /> menunggangiku. Persis seperti joki kuda balap yang siap memacu<br /> kuda balapnya (lihat tulisanku bagian pertama). Batang<br /> kemaluannya siap dimasukkan ke lubang kemaluanku. Tetapi bibir<br /> lubang kemaluanku rupanya mengkerut (berkontraksi) menutup<br /> rapat. Ini akibat sikapku yang me-"reject" (menolak) batang<br /> kemaluan asing itu, sehingga timbul Vaginismus . ( Vaginismus<br /> adalah lubang kemaluan yangmengalami spasmus , yaitu merapat<br /> kuat menutup lubangnya sehingga tidak bisa dimasuki batang<br /> kemaluan). Gagal, tetapi tidakputus asa. Kini dia menciumiku lagi,<br /> kasar dan penuh nafsu. Buah dadaku dipegang dengan kedua<br /> telapak tangannya, diperas kuat-kuat, digigit mulai pangkal puting<br /> dadaku terus sampai setengah buah dada masuk ke mulutnya.<br /> "Uhh.. uhh.." suara kegemasan Pak Mardi.<br /> Rupanya nafsu syahwatnya sudah sampai ke ubun-<br /> ubun,sementara batang kemaluannya masih parkir di luar lubang<br /> kemaluanku."Aduhh.. aduh.. Pak.. sakit sekali Pak!" teriakku lirih<br /> penuh iba. Tetapi akibat kesakitanku itu "kontrol" sarafku ke lubang<br /> kemaluan lepas. Lubang kemaluanku sedikit menganga, dan<br /> cairannya mulai menetes keluar. Merasa batang kemaluannya<br /> terbasahi cairan lubang kemaluanku,"Bandot" ini terlihat lega.<br /> Batang kemaluannya coba dimasukkan lagi secara paksa ke lubang<br /> kemaluanku."Bluss.." masuk seluruhnya meskipun aku jadi<br /> kesakitan karena bibir lubang kemaluanluar dan dalamnya terlipat-<br /> lipat dan terseret ke dalam akibat desakan batang kemaluan. Kini<br /> "Bandot" itu seperti menemukan kunci, kunci untuk membuka<br /> lubang kemaluanku yang "metutuk", yaitu dengan menyakiti.<br /> Karena itu diulangi kekurang-ajarannya denganmenggigit buah<br /> dadaku, kiri dan kanan bergantian. Sakit..sekali. Meskipun tidak<br /> sampaiberdarah, akibat gigitannya terasa perih karena menyisakan<br /> jelas (bekas, pingget)di kulitku. Sekarang dia mulai menikmati<br /> lubang kemaluanku. Pantatnya mulai dinaik-turunkan dengan<br /> kuatnya terutama pada saat diturunkan, seolah batang<br /> kemaluannya mau membobol lubang kemaluanku. Dug.. dug..<br /> dug.. Setiap menghentakkan kemaluannya, tangannya meremas<br /> buah dadaku sekeras-kerasnya. "Nurut saja Min, biar sama-sama<br /> enak, ya.. toh.." Buiihh, anjing tua keparat, gumamkudalam hati.<br /> Ya, aku heran<br /> kenapa aku merasa tidak punya kekuatan apa-apa. Lemah, lunglai,<br /> mungkin karena mengalami syok mental. (Padahal dengan<br /> suamiku kalau bersetubuh sambil bergulat begini, aku biasa di<br /> posisi atas, dan"lumpang"-ku yang justru menjojoh "alu"-nya<br /> suamiku. Setiap kali lubang kemaluanku menjojoh, Mas-ku<br /> menggelinjang kenikmatan).<br /> Ibarat air yang dimasak, suhunya kini sudah delapan puluh<br /> derajat. Ini terlihat darinafas "Bandot" yang mulai terengah-engah.<br /> Dan keringat dari dadanya mulai menetes. Sementara akibat<br /> tonjokkan itu, aku sedikit saja menikmatinya, meskipunkenikmatan<br /> yang hanya 10% itu terkubur oleh 90% rasa sakit yang kurasakan.<br /> Ibaratorang naik motor, kini sudah masuk ke perseneling tiga,<br /> sebab makin lama makin cepat gerakan menggenjot-genjot<br /> tubuhku. Kulihat mata"Bandot" ini mulai dipejam-melekkan<br /> menikmati lubang kemaluanku yang mulai kuat menggigit,<br /> merasakan kenikmatan memijat buah dadaku yang indah, putih<br /> dan montok. Kadang saja"Bandot" ini terlihat kelelahan, " pause "<br /> sebentar dengan merebahkan dadanyake dadaku, sedang<br /> wajahnya"disembunyikan" di samping leherku. Kalau sedang<br /> begini,aku hanya dapat berdoa, semoga "Bandot" ini mati<br /> mendadak terkena serangan jantung, meskipun urusan dengan<br /> polisi nantinya akan sangat ruwet. Ehh.. bangun lagi. Malah<br /> tambah segar, tentu, setelah lebih kurang satu jam aku disiksa<br /> dalam alam surganya "Bandot" ini. Permainan agaknya akan<br /> diakhiri, tetapi tiba-tiba"Plak.. plak.. plak.." pipiku kanan dan kiri<br /> ditamparnya kuat beberapa kali. Ini merupakan "kunci" untuk<br /> memaksa aku membuka lubang kemaluan.<br /> "Aduh Pak.. sakit sekali.. Pak,aku sudah tidak kuat lagi Pak..<br /> dibunuh saja aku Pak!" Tapi tentu saja suara itu takakan terdengar,<br /> karena tertutup deru nafsu syahwatnya yang mulai mencapai<br /> kecepatan 90 km per jam itu. Gojlokan batang kemaluannya ke<br /> lubang kemaluanku makin keras dancepat, dan aku menggelinjang<br /> kesakitan, menggolek-golekkan kepalaku, meronta-ronta mau<br /> melepaskan tikaman batang kemaluan "Bandot" ini, tetapi tentu tak<br /> akan<br /> bisa. Bahkan rambutku yang tersibak ke kiri dan ke kanan di depan<br /> wajahku menjadi daya tarik tersendiri(seperti iklan shampoo di TV<br /> itu). Rambutku dipegangnya, disapukan ke wajahku, lalu ditaruh di<br /> depan wajahku lagi. Setelah itu rambut disibakkan ke pipiku. Dan<br /> hidung, bibir, pipiku diciumnya kuat-kuat, sambil sekali-kali digigit.<br /> Dan sementara itu penggejotan lubang kemaluanku jalan terus.<br /> Wah.. pokoknya, ini cara orang barbar menyetubuhi<br /> pasangannya. Menyetubuhi sambil menyiksa.<br /> Kini badanku makin bertambah lemas, ingatanku mulai sayup-<br /> sayup. Tetapi suhu syahwat "Bandot" ini tambah tinggi, dengan<br /> kecepatan diatas 100 km."Duk.. duk.. duk.." batang kemaluannya<br /> makin mengembang dan tetesan keringatnya makin deras,<br /> nafasnya makin tersengal, sementara aku meronta-ronta ingin<br /> melepaskan diri. Tetapi kekuatanku makin lemah dan akhirnya tak<br /> sadarkan diri. Dan tiba-tiba.."Achh.." Bandot ini mencapai klimaks.<br /> Kakinya mengejang lurus, tangannya memeluk leherku sambil<br /> menggigit pipiku. Air maninya muncrat dari batang kemaluannya,<br /> ditumpahkan ke lubang kemaluanku. Dan tubuhnya lemas jatuh<br /> menimpa badanku.</span></span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8960970701888352847.post-35001850430698948512013-05-24T16:03:00.002-07:002013-05-24T16:03:43.752-07:00(My Deary) Perkosaan Dalam Bus by. <br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiVBQfFQ42HFbQGgksmgzX4XCbj75fOyEj92TV8WgunaLhz05cGzExKYjZF48RWYFJ5LrpfyVdtdgF_b6ee1jbSATCqiqMboVvZzQl33g_eH_mFR5lw26PgKCv3FJji-7ENYUUlGw8NFQ/s1600/11.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiVBQfFQ42HFbQGgksmgzX4XCbj75fOyEj92TV8WgunaLhz05cGzExKYjZF48RWYFJ5LrpfyVdtdgF_b6ee1jbSATCqiqMboVvZzQl33g_eH_mFR5lw26PgKCv3FJji-7ENYUUlGw8NFQ/s320/11.jpg" width="240" /></a></div>
<br />
<span class="userContent" data-ft="{"tn":"K"}">...Kedatangan Herman ke sini mengingatkanku akan kampung<br /> halamanku. Banyak yang telah ia ceritakan mengenai<br /> perkembangan kota kelahiranku. Maklum, sudah tujuh tahun<br /> lebih aku tidak pernah kembali ke sana. Namaku Agnes Monica,<br /> umurku sekitar 23 tahun, aku mempunyai seorang anak<br /> perempuan umur tujuh tahun bernama Chelsea Olivia, mungkin<br /> pe<span class="text_exposed_show">mbaca bingung dan heran dengan nama kami. Ya, nama kami<br /> seperti nama artis di negara kita, ibuku yang memberikan nama<br /> Agnes Monica kepadaku, karena saat mengandung aku, ibu<br /> sering menonton acara Tralala Trilili yang saat itu dibawakan oleh<br /> artis cilik bernama Agnes Monica. Sedangkan saat aku melahirkan<br /> putriku, aku kebingungan menamakannya, saat itu ia terlahir<br /> tanpa seorang ayah, aku hanya teringat dengan cara ibu<br /> menamaiku. Aku coba mencari nama artis Indonesia melalui<br /> internet, maklum, sejak beberapa tahun lalu aku sudah berapa di<br /> Singapura, jadi aku kurang tahu perkembangan di Indonesia.<br /> Kemudian hasil pencarianku mengena pada nama yang cukup<br /> menarik bagiku, nama tersebut adalah Chelsea Olivia. Setelah<br /> melahirkan Chelsea, aku bertemu dengan John yang kini sudah<br /> menjadi suamiku, ia tidak menghiraukan statusku saat itu.<br /> Ceritanya sangat panjang, tujuh tahun yang lalu tepatnya aku<br /> duduk di bangku SMP, aku mengalami musibah yang<br /> membuatku harus meninggalkan negaraku sendiri untuk<br /> menutup aib dan memulai hidup baru. Awalnya orang tuaku<br /> membawaku ke Jepang, namun tidak lama di sana aku<br /> diterbangkan ke Singapura. Banyak hal buruk yang telah ku alami,<br /> sehingga aku harus memulai kehidupanku kembali bersama<br /> John.<br /> Namun kedatangan Herman telah kembali mengingatkan<br /> kenangan burukku. Sebenarnya niat Herman ke sini hanya<br /> sekedar untuk liburan, namun aku sendiri yang kembali<br /> mengingat masa laluku. Jujur, aku pernah jatuh hati dengan<br /> Herman, namun karena sesuatu hal, aku harus dijodohkan orang<br /> tuaku dengan pria lain, hal tersebutlah yang membuat Herman<br /> berubah sifat, ia cukup frustasi dan akhirnya memperkosaku<br /> bersama teman-temannya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku<br /> tidak menuntutnya, karena sampai hari ini pula aku masih<br /> menaruh hati padanya. Setidaknya kedatangannya sedikit<br /> mengobati rasa rinduku.<br /> Herman terlihat akrab dengan keluargaku, baik dengan Chelsea<br /> maupun John. Sepertinya ia punya ikatan batin dengan Chelsea.<br /> Firasatku mengatakan bahwa Herman lah ayah dari putriku ini.<br /> Tapi kami masing-masing telah mengambil jalan sendiri, jadi<br /> kami tidak berhak untuk mengungkit masa lalu. Banyak cerita<br /> mengenai perkembangan negara asalku yang menambah<br /> wawasanku, namun yang sedikit membuatku sedih adalah<br /> mengenai kasus yang sedang hangat ketika itu. Herman bilang di<br /> kota asalku marak terjadi kasus pemerkosaan dalam angkot,<br /> kejadian itu baru saja terjadi sebelum keberangkatan Herman ke<br /> sini.<br /> Cerita Herman tersebut sontak saja mengingatkanku dengan<br /> keperihan yang aku alami dulu. Bayangkan saja, aku yang masih<br /> ABG dulu diperkosa oleh teman-teman sekolahku, bahkan<br /> beruntut diperkosa petani. Bukan hanya itu saja, menjejakkan kaki<br /> ke Jepang, aku masih mengalami hal yang tidak menyenangkan<br /> itu. Kasus di Indonesia adalah pemerkosaan dalam angkot,<br /> sedangkan yang kualami di Jepang adalah pemerkosaan dalam<br /> bis. Berita ini benar-benar kembali menyayat hatiku untuk kembali<br /> terluka. Aku akan menceritakannya kepada pembaca agar<br /> pembaca mengerti bagaimana sakitnya menjadi seorang<br /> perempuan. Aku harap pembaca tersadar dan tidak akan<br /> menzolimi kaum hawa lagi.<br /> Aku kebingungan setelah sampai di bandara Jepang, aku sama<br /> sekali tidak tahu daerah di sini, untungnya mama ku sedikit bisa<br /> berbahasa Jepang, dan beliau mempunyai beberapa teman yang<br /> bekerja di sini. Narita airport, kata mama ditelepon kepada<br /> temannya agar bisa menjemput kami. Sambil menunggu, aku<br /> dan mama duduk di kursi yang telah disediakan, ku lihat ramai<br /> orang berkulit putih susu berlalu lalang tanpa sapa menyapa,<br /> wajah mereka terlihat serius, cukup bosan juga aku menunggu di<br /> sini. Untungnya tidak perlu menunggu cukup lama, teman mama<br /> pun sampai untuk menjemput kami. "Wah, ini anakmu ya?<br /> Cantik banget..." kata teman mama sambil memujiku. "Iya, nanti<br /> rencananya dia lanjut sekolah di sini..." kata mama. Akhirnya aku<br /> memperkenalkan diri kepada wanita berambut pirang hasil semir<br /> itu, "Agnes, tante..." Sepertinya di sini sedang tren cat rambut,<br /> aku sebenarnya lebih suka dengan warna rambutku yang hitam<br /> alami. Iya, aku lebih suka dengan rambut yang lebih oriental,<br /> hitam dan lurus, sangat cocok dengan postur tubuhku yang<br /> mungil namun seksi.<br /> Kamipun kemudian berangkat dari airport menuju ke apartemen<br /> teman mama yang ku panggil tante Olive. Sepenjang jalan kami<br /> banyak berbincang, sambil aku menoleh ke arah luar jendela<br /> melihat suasana kota yang mama bilang adalah Tokyo,<br /> sepanjang jalan banyak orang berjalan kaki, beda jauh dengan<br /> negara kita Indonesia, bahkan orang yang berpakaian rapi pun<br /> berjalan kaki menjinjing tasnya. Sepanjang jalan pun banyak<br /> papan nama toko yang tidak ku mengerti tulisannya, karena aku<br /> belum pernah sekali pun mempelajari bahasa Jepang. Ternyata<br /> tante Olive adalah teman SMA mama, sejak lulus tante Olive<br /> sudah merantau di Jepang untuk bekerja menjadi buruh pabrik.<br /> Tante Olive mempunyai sebuah apartemen, ia memperbolehkan<br /> kami tinggal untuk sementara di apartemennya. Ia juga langsung<br /> membawa kami keliling, bahkan mengenalkan aku pada sebuah<br /> sekolah, tante bilang ia akan membiayaiku di sekolah yang<br /> lumayan ternama di Tokyo ini. Semua data yang ku bawa dari<br /> Indonesia diminta oleh tante Olive, "Kalau prosesnya sudah<br /> selesai, tante akan temani Agnes agar tahu jalan ke sekolah", kata<br /> tante Olive. "Makasih ya tante...", aku sangat berterimakasih akan<br /> jasa tante Olive, karena bukan hanya membantuku, ia juga coba<br /> membantu mama untuk masuk bekerja di pabrik tempat ia<br /> bekerja. Kami tidak tahu apa yang akan kami lakukan lagi selain<br /> berterima kasih.<br /> Setelah selesai dengan kesibukan, kami sampai ke apartemen<br /> tante Olive. Kedatangan kami ternyata disambut dengan ramah<br /> oleh suami dan anak-anaknya. "Owh, ini suamimu Liv?" tanya<br /> mama. Semua senang sekali bisa berkumpul, karena ternyata<br /> mama juga mengenal suami tante Olive yang juga berasal dari<br /> Indonesia. Kisah cinta mereka memang berseri di negara sakura<br /> ini, kata tante ia bertemu om Aseng di sebuah restoran, om<br /> Aseng adalah koki di restoran tersebut, karena bisa berbahasa<br /> Indonesia maka tante Olive sering makan di sana dan menjadi<br /> akrab. Tante Olive memiliki dua anak laki-laki, namanya Sanusi<br /> dan Kosashi. Sanusi anak sulungnya sudah cukup besar,<br /> mungkin dua atau tiga tahun lebih tua dariku, sedangkan Kosashi<br /> mungkin seumuran denganku. Setelah berkenalan, akhirnya kami<br /> makan bersama, mereka semua terlihat akrab sekali, sungguh<br /> hangat berada dalam suasana keluarga ini.<br /> Tak terasa hari pun sudah menjelang malam, tante Olive telah<br /> menyediakan kamar untuk aku dan mama. Kami pun segera<br /> melepas lelah agar besok bisa terbangun dengan kondisi yang<br /> lebih segar, karena besok tante Olive akan menuntunku ke<br /> sekolah baruku di Jepang, namanya Nishi, di sana banyak anak<br /> orang Indonesia yang bersekolah, jadi kalau masalah bahasa, aku<br /> tidak akan kesulitan. Tante Olive memang pandai meyakinkanku,<br /> aku yang hanya berbekal bahasa Inggris juga tidak mau<br /> menyerah mempelajari bahasa Jepang di sini. Setelah itu tante<br /> juga harus membawa mama ke pabrik tempat ia bekerja.<br /> Lumayanlah, setidaknya mama tidak susah mencari kerja lagi di<br /> sini dan tidak perlu terus berharap dengan papa yang sedang<br /> merantau ke Singapura lagi.<br /> "Ayo Nes..." ajak tante di hari besoknya, segera aku mengenakan<br /> seragam sekolah khas siswi Jepang yang telah disediakan tante.<br /> Seragamnya keren banget, sangat jauh berbeda dengan seragam<br /> sekolahku di Indonesia kemarin.<br /> Ternyata benar apa yang dikatakan tante Olive, di sekolah ini aku<br /> menemukan beberapa siswa yang juga berasal dari Indonesia.<br /> Awalnya aku sedikit malu, tapi agar bisa beradaptasi, mau gak<br /> mau aku harus berkenalan dengan mereka. Di kelasku saja aku<br /> sudah menemukan lima orang siswa yang berasal dari<br /> Indonesia, seperti diriku, mereka adalah warga keturunan. Rata-<br /> rata mereka adalah orang yang cukup berada sehingga dapat<br /> bersekolah di luar negeri. "Tenang saja nes, tidak susah koq<br /> belajar bahasa Jepang...", kata seorang siswa kepadaku. Dari lima<br /> siswa tersebut ada seorang gadis cantik dari Indonesia juga.<br /> Perlahan-lahan akhirnya kami menjadi akrab. "Lagian di sini<br /> pelajarannya pakai bahasa Inggris koq", kata gadis asal Indonesia<br /> tersebut. Hampir 80% siswa di sini berambut pirang, terlihat<br /> dengan jelas trend di sini.<br /> Aku duduk bersebelahan dengan Elissa, gadis yang ramah<br /> tersebut terus membantuku melewati pelajaran hari ini. Pulang<br /> sekolah aku pun sudah ditunggu oleh tante Olive. Tante Olive<br /> mengajarkanku jalur pulang ke apartemen, agar besok aku bisa<br /> mandiri untuk bisa sendiri pergi bersekolah.<br /> Seperti halnya kemarin, malam ini kami makan bersama, namun<br /> menu hari ini cukup berbeda. Tante Olive menyiapkan makanan<br /> yang super mewah, "Hari ini kita selamatan untuk hari pertama<br /> Agnes bersekolah dan Mamanya Agnes yang sudah mulai<br /> bekerja..." mendengar itu kami sangat terharu. Mamaku langsung<br /> memeluk tante Olive sambil mengucapkan terima kasih. "Ayo<br /> makan, ga perlu sungkan...", kata om Aseng yang dengan<br /> senyum manisnya ikut senang dengan kondisi kami. Aku pun<br /> sangat menikmati malam itu, sungguh suasana keluarga yang<br /> cukup akrab. Mungkin karena tante Olive dan om Aseng tidak<br /> memiliki anak perempuan, maka mereka memperlakukan aku<br /> sangat baik seperti anak sendiri. Begitu pula Sanusi dan Kosashi<br /> yang juga berkata sudah menganggapku seperti saudari mereka.<br /> Besok pagi aku bangun lebih awal agar tidak terburu-buru<br /> berangkat ke sekolah. Setelah sarapan pagi, aku langsung<br /> berpamitan dengan mama dan tante Olive, sedangkan om Aseng<br /> dan dua anaknya tidak ada di rumah. Om Aseng bekerja di<br /> sebuah restoran sebagai koki, jadi dia harus berangkat lebih awal<br /> untuk menyiapkan bahan-bahan masakan, sedangkan Sanusi dan<br /> Kosashi bersekolah di SMA lain yang jauh lebih elit, maklum, om<br /> Aseng sangat mengharapkan anaknya bernasib yang lebih baik.<br /> Aku masih sedikit canggung keluar dari apartemen, ini pertama<br /> kalinya aku sendirian di daerah yang belum aku kenal. Aktivitas<br /> pagi sudah ramai dengan warga yang berjalan lalu lalang, sibuk<br /> mengejar waktu mereka, sungguh lucu kulihat ada yang sambil<br /> makan roti sambil berjalan seperti tidak ada waktu lagi baginya<br /> untuk duduk menikmati rotinya. Aku masuk dalam kerumunan<br /> warga yang berlalu lalang, aku berjalan ke arah halte yang tidak<br /> jauh dari sini. Semua warga seperti tidak saling mengenal,<br /> berjalan dengan tatapan serius hingga aku sendiri merasa tidak<br /> nyaman dengan kondisi ini. Akhirnya aku sedikit lega setelah<br /> sampai di halte yang aku tuju, sambil menunggu jemputan bis<br /> akupun mengutak-ngatik hp yang baru om Aseng belikan<br /> untukku, biasa, ingin update status Facebook saja.<br /> Aku pun menaiki bis yang menjemput tadi, kulihat hanya pria-<br /> pria tua berjas yang menaiki bis ini, kelihatannya para bapak yang<br /> tampak seperti bisnisman ini satu jalur denganku. Sambil<br /> mengutak-atik Facebook-ku, perasaanku terasa tidak enak, bis<br /> yang berjalan sedikit bergetar sehingga aku yang berdiri karena<br /> tidak kebagian tempat duduk ini harus bersenggolan dengan<br /> bapak-bapak yang menghimpitku. Rasa curigaku makin<br /> memuncak ketika ku tersadar para 'bisnisman' itu pada melirikku.<br /> Apakah mereka kagum dengan tubuhku? Walaupun sedikit<br /> mungil, tapi bentuk tubuhku sangat seksi, apalagi dibarengi wajah<br /> orientalku yang berkulit putih dengan rambut hitam terurai<br /> panjang seperti boneka, aku yakin beberapa pria juga akan<br /> terpesona. Namun yang kupikirkan semakin membingungkan,<br /> kulihat seorang pria mengeluarkan handycam dari tasnya,<br /> sepertinya sedari tadi pria itu sudah menyorotku melalui<br /> handycam yang ditutupi sedikit dari dalam tasnya.<br /> Perasaanku semakin tidak enak ketika pria di belakangku meraba<br /> bokongku. Sontak saja aku langsung kaget dan melotot ke<br /> belakang. Bukan hanya orang belakang, pria berkacamat dari<br /> depan pun meraba dadaku. "Don't touch me!!!" teriakku.<br /> Kekesalanku berubah menjadi ketakutan karena bis tidak singga di<br /> halte yang seharusnya aku turun, sopir bus malah memutar arah<br /> ke jalan yang aku tidak kenal. Badanku gemetaran dan ketakutan,<br /> pria yang memegang handycam terus menyorotku, dan seorang<br /> pria didekatku membisikkan sesuatu yang aku tidak mengerti,<br /> nada bahasa Jepang sepertinya mengancamku. Aku melirik ke<br /> arah tangannya, ternyata dia memegang pisau, sedangkan pria-<br /> pria lain tersenyum kegirangan melihat aku yang tak berdaya.<br /> Satu per satu tangan mereka meraba dada dan bokong ku, gila,<br /> apa ini akan dijadikan video bokep? Aku tidak bisa berbuat apa-<br /> apa, walaupun sesekali aku memohon dengan bahasa Inggris,<br /> entah mereka mengerti atau tidak, tapi sama sekali mereka tidak<br /> menggubrisku. Tindakan mereka semakin keterlaluan, beberapa<br /> tangan pria yang berkerumunan di dekatku telak menyingkap rok<br /> ku, dan beberapa tangan sudah menjelajahi payudaraku melalui<br /> balik seragamku. Perasaanku sungguh sakit hingga aku<br /> meneteskan air mata. Handycam terus menyorot aksi mereka,<br /> bahkan ada pria di samping yang sudah menurunkan resleting<br /> celananya dan mengeluarkan penisnya, kemudian ia menarik<br /> tanganku untuk memegangi penisnya. Aku berusaha berontak,<br /> namun jumlah mereka ramai sekali, bahkan ada yang menarik<br /> rambutku untuk berusaha melumat bibirku. Aku berusaha<br /> menjauhi bibir pria itu namun tak bisa, ia terus menciumi bibirku<br /> tanpa perasaan. Kedua tanganku ditarik ke arah berlawanan untuk<br /> memegangi penis pria sebelah kanan dan kiriku. Pria belakang<br /> yang sudah menyingkap rokku sudah berhasil menarik turun<br /> celana dalamku.<br /> Aku mendengar mereka terus berkomunikasi dalam bahasa<br /> Jepang untuk melancarkan aksi mereka. Pria depan juga sudah<br /> berhasil membuka kancing bajuku hingga seragamku terbuka,<br /> bra warna pink ku pun ditariknya ke atas hingga payudara ku<br /> yang baru tumbuh terpampang jelas di hadapan mereka. Tanpa<br /> perintah, mereka pun berebutan meraba payudara ku, beberapa<br /> pria di depan berusaha menciumi susu ku. Aku tak mampu<br /> berontak karena beberapa tangan terus memegangiku dengan<br /> erat.<br /> Di arah bawah, aku sudah merasakan jemari manusia<br /> menjelajahi vaginaku, pria tersebut berusaha menusukkan jarinya<br /> ke dalam lubang vaginaku yang masih sempit ini. Aku mencoba<br /> menggoyangkan pinggulku agar jarinya tidak bisa berbuat lebih<br /> jauh, namun usahaku gagal, pria yang sedari tadi melumat<br /> bibirku kemudian menampar pipi ku, maksudnya adalah agar aku<br /> tidak melawan. Jantungku berdegup sangat kencang, sambil<br /> menangis aku hanya bisa melayani mereka dengab terpaksa. Jari<br /> pria belakang sudah berhasil masuk ke vaginaku, ia terus<br /> mengocokkan jarinya di lubang vaginaku, aku hanya merasa geli.<br /> Ke dua susu ku pun dikulum bergantian oleh pria-pria di<br /> sampingku. Ke dua tanganku pun disibukkan dengan memainkan<br /> penis mereka.<br /> Akhirnya aku jatub tersungkur ketika jari pria yang mengocok<br /> vaginaku selama beberapa menit telah membuatku orgasme,<br /> cairan hangat pun tersembur keluar dari vaginaku. Ketika aku<br /> tersungkur dengan posisi berlutut, pria tadi langsung<br /> mendekatkan jarinya yang penuh dengan cairan vaginaku ke arah<br /> wajahku, ia menggosokkan jarinya ke arah mulutku. Walaupun<br /> itu cairan dari tububku, tapi aku juga merasa sedikit jijik untuk<br /> menjilatinya. Aku benar-benar merasa sangat kotor, dilecehkan<br /> pria-pria tak dikenal di negeri orang.<br /> Pria yang tadinya aku kocok penisnya kemudian menyodorkan<br /> penisnya ke mulutku. Dia memaksaku untuk mengulum<br /> penisnya. Pria-pria lain pun kemudian membuka resleting mereka<br /> dan mengeluarkan penis mereka yang sudah mengeras, mereka<br /> sepertinya antri untuk melesapkan penis mereka ke mulutku. Aku<br /> sangat jijik, tapi pria itu menampar-nampar pipi ku agar aku<br /> membuka mulutku. Bahkan mereka menekan pipiku agar aku<br /> membuka mulutku. Aku yang tidak mungkin bisa melawan<br /> dengan terpaksa harus melayani nafsu birahi mereka.<br /> Sambil mengulum penis pria tersebut, pakaian yang masih<br /> tersisa di tubuhku kemudian dilepas mereka dengan dengan<br /> segera. Pria lain ikut jongkok agar bisa memainkan susu dan<br /> vagina ku. Sudah beberapa penis yang aku layani, tubuhku sudah<br /> benar-benar kelelahan, vaginaku pun sudah terasa perih karena<br /> tusukan kasar jemari tangan pria-pria itu.<br /> Mereka kemudian mengangkat tubuhku yang sudah mulai<br /> lunglai, mungkin mereka tahu aku sudah kecapekan. Mereka pun<br /> menaruh tubuhku di kursi, aku pun duduk tersandar, ku lihat ke<br /> arah jendela, bis masih berjalan, namun orang-orang di luar<br /> tampak tak sadar dengan apa yang terjadi di dalam sini. Tiba-tiba<br /> aku tersontak kembali, aku kaget dengan benda besar yang tiba-<br /> tiba menusuk ke vagina ku. Ku lihat seorang pria menusukkan<br /> sesuatu yang bentuknya menyerupai penis, batangan itu besar<br /> sekali sehingga vaginaku terasa sakit sekali. Pria-pria lain masih<br /> menangkapku, sambil meraba dan menciumi susuku. Aku<br /> semakin tak mampu menahan rasa sakitku karena aku<br /> merasakan vaginaku diobok-obok penis mainan itu. Ternyata<br /> benda yang ditusukkan ke vagina ku itu bisa bergerak-gerak dan<br /> bergetar. Aku tak mampu menahan orgasme ku yang<br /> selanjutnya. Cairan vagina ku menyemprot tak karuan keluar dari<br /> vaginaku. Mereka hanya tersenyum sambil berbicara bahasa<br /> yang tidak ku mengerti itu.<br /> Mereka benar-benar tak berperasaan, aku yang sudah tak<br /> bertenaga dan mengalami orgasme dua kali masih saja dinikmati.<br /> Bibirku terus dilumat oleh pria-pria itu, susuku diciumi dan<br /> disedot, bahkan sesekali mereka menggigit puting ku dengan<br /> keras, vaginaku pun tak henti-hentinya diobok-obok dengan<br /> sextoy mereka itu, lebih tragisnya adegan itu direkam handycam<br /> yang dipegang salah satu pria-pria jahanam tersebut.<br /> Tak puas dengan adegan begitu, kemudian satu pria berbuat<br /> yang lebih jauh, ia menusukkan penisnya ke liang vaginaku.<br /> Vaginaku benar-benar perih, seperti sudah tersobek-sobek, tapi<br /> pria jahanam ini tidak memperdulikanku, ia terus menggenjot<br /> vaginaku tanpa henti. Bahkan sebelum dia orgasme, ia menarik<br /> keluar penisnya dan menusukkan penisnya ke mulutku, ia<br /> memaksaku mengulum penisnya hingga orgasme dan<br /> menyemprotkan sperma nya di dalam mulut ku. Aku hanya<br /> tersedak oleh banyaknya sperma yang memenuhi<br /> kerongkonganku. Belum selesai menelan sperma pria itu, pria lain<br /> telah mengambil posisi pria sebelumnya, ia menusukkan<br /> penisnya ke vaginaku, mungkin dinding-dinding vaginaku sudah<br /> lecet.<br /> Seperti pria sebelumnya, ia juga kemudian menyemprotkan<br /> spermanya di dalam mulutku hingga masuk ke kerongkonganku.<br /> Aku sangat merasa muak dan mual, ingin sekali ku muntahkan<br /> semua, namun apa daya, mulutku dibekap agar tidak<br /> memuntahkannya. Para pria itu terus bergiliran dengan aksi yang<br /> sama. Hingga semua sudah mendapatkan giliran, barulah mereka<br /> berhenti dan kemudian memakaikan baju ku kembali. Sambil<br /> memakaikan baju, mereka pun masih mencuri kesempatan<br /> untuk menjamah payudaraku. Aku tak mampu bergerak, mereka<br /> memakaikanku seragam dengan sembarangan, bahkan celana<br /> dalam dan bra ku tidak dipakaikan, aku yakin rambutku juga<br /> sudah acak-acakan, apalagi wajahku yang penuh dengan cairan<br /> sperma yang belepotan.<br /> Pria-pria tersebut mengangkatku dan memapahku ke arah pintu,<br /> aku kemudian diturunkan di daerah yang sangat sepi, aku tidak<br /> tahu daerah apa itu. Badanku lemas, aku hanya mengenakan<br /> seragam tanpa dalaman, kemudian tas ku dilempar ke arahku<br /> dan mereka pun meninggalkan ku. Aku tak mampu bangkit lagi,<br /> ku bongkar tas ku untuk menghubungi tante Olivia, tapi tak<br /> sempat menelepon, aku sudah merasa pandanganku berkunang-<br /> kunang, kemudian semua menjadi gelap. Aku pun jatuh pingsan<br /> untuk beberapa jam lamanya.<br /> Saat aku membuka mata ku, aku sudah berada di kamarku, tante<br /> Olive dan mama merawatku. Tante Olive mendapatkan informasi<br /> dari kantor polisi, maka itu tante dan mama segera<br /> menjemputku. Polisis hanya menyuruh mereka membawa aku<br /> pulang. Kata tante Olive, di sini polisi sangat takut dengan<br /> keganasan para yakuza, maka oleh karena itu mama dan tante<br /> Olive tidak ingin menuntut masalah yang sudah ku alami. Aku<br /> sangat kecewa sekali, namun apa boleh buat, hal ini akan<br /> mengancam keselamatan tante Olive beserta keluarganya juga,<br /> karena tante curiga kejadian ini didalangi oleh para yakuza. Mama<br /> juga tidak bisa berbuat apa, beliau hanya berjanji akan segera<br /> pergi dari sini untuk menyusul papa di Singapura.<br /> TAMAT</span></span>HinataHyuuga-Nightmarehttp://www.blogger.com/profile/12043349963412191575noreply@blogger.com0